Kepada: Lelaki yang Terlalu Pandai Bersembunyi.
Pagi hari kusapa mentari, kepadanya kucelotehkan perihal film komedi
terbaru yang semalam kutonton sendiri. Tidak lucu sama sekali. Saking
bosan, di tengah adegan aku malah terlelap. Mendengarnya, ia hanya
tersenyum dan bersinar hangat, seakan takut jika aku bertanya apa
kabarmu. Aku tahu kalian pasti sekongkol dalam hal ini. Konspirasi
tingkat tinggi yang malas untuk aku selidiki.
Siang hari kusapa angin, kepadanya kukisahkan perihal jalanan kota yang
kacau balau. Kurangajarnya, ia malah balik bertanya, apa kabar dengan
hatiku? Masihkah rapi menyimpan sunyi? Tegurannya membuatku tersadar,
ada ruang hampa yang telah tersusun lama. Bangunan hasil timbunan dusta
dan murka.
Sore hari kusapa awan, kepadanya kuwartakan tentang
pertemuan dengan para sahabatku. Mereka yang tak pernah lupa bertanya
kapankah kamu kembali. Seakan mereka benar peduli. Aku hanya bisa
tertawa dan mengarang cerita tentangmu yang sedang sibuk bertarung
dengan beruang madu. Kami terbahak bersama. Candaan konyol yang
membuatku terlihat seperti pecundang bahagia.
Malam hari kusapa
bulan, kepadanya kututurkan tentang perasaanku padamu yang perlahan
menghilang. Hiasan langit itu bertanya apa kabarmu. Katanya mentari
sedang pelit informasi, karena harus berbagi gosip dengan hujan. Mataku
kosong kala menatap, mulutku kelu kala meratap. Leluconnya tak lagi
menarik kali ini.
Lihatlah sayang, betapa mengerikannya keputusasaan manusia.
Betapa cinta berhasil membuang kita ke dasar jurang keterasingan.
Kata orang, menunggu itu meletihkan.
Kataku, menunggu itu mematikan.
Salam Hangat,
Perempuan yang Terlalu Bodoh Mencari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar