29/01/16

Surat Untuk Februari Tahun 2016: Hari Kelima

Kepada: Lelaki yang Terlalu Pandai Bersembunyi.

Pagi hari kusapa mentari, kepadanya kucelotehkan perihal film komedi terbaru yang semalam kutonton sendiri. Tidak lucu sama sekali. Saking bosan, di tengah adegan aku malah terlelap. Mendengarnya, ia hanya tersenyum dan bersinar hangat, seakan takut jika aku bertanya apa kabarmu. Aku tahu kalian pasti sekongkol dalam hal ini. Konspirasi tingkat tinggi yang malas untuk aku selidiki.

Siang hari kusapa angin, kepadanya kukisahkan perihal jalanan kota yang kacau balau. Kurangajarnya, ia malah balik bertanya, apa kabar dengan hatiku? Masihkah rapi menyimpan sunyi? Tegurannya membuatku tersadar, ada ruang hampa yang telah tersusun lama. Bangunan hasil timbunan dusta dan murka.

Sore hari kusapa awan, kepadanya kuwartakan tentang pertemuan dengan para sahabatku. Mereka yang tak pernah lupa bertanya kapankah kamu kembali. Seakan mereka benar peduli. Aku hanya bisa tertawa dan mengarang cerita tentangmu yang sedang sibuk bertarung dengan beruang madu. Kami terbahak bersama. Candaan konyol yang membuatku terlihat seperti pecundang bahagia.

Malam hari kusapa bulan, kepadanya kututurkan tentang perasaanku padamu yang perlahan menghilang. Hiasan langit itu bertanya apa kabarmu. Katanya mentari sedang pelit informasi, karena harus berbagi gosip dengan hujan. Mataku kosong kala menatap, mulutku kelu kala meratap. Leluconnya tak lagi menarik kali ini.

Lihatlah sayang, betapa mengerikannya keputusasaan manusia.
Betapa cinta berhasil membuang kita ke dasar jurang keterasingan.
Kata orang, menunggu itu meletihkan.
Kataku, menunggu itu mematikan.

Salam Hangat,

Perempuan yang Terlalu Bodoh Mencari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar