28/11/10

Jogyakarta, perjalanan yang tertunda

Hari ini saya tidak jadi (lagi) ke Jogya. Seharusnya saat ini tubuh ini telah berada diatas kereta yang akan membawa saya menuju kota gudeg itu. Hujan plus angin yang menerpa Jakarta sejak siang, dan kondisi tubuh tidak vit membuat saya mengurungkan niat, dan terpaksa merelakan tiket saya melayang. Saya memang tidak kuasa menyalahkan hujan, karena bisa dibilang, saya adalah Gadis Penikmat Hujan, mencintai anugrah Tuhan yang satu itu sedikit berlebih dibanding yang lain. Yang ingin saya salahkan adalah kebiasaan tidur larut pagi (karena jam 4 subuh tidak bisa disebut malam lagi), dan beraktifitas layaknya kelelawar, padahal saya dilahirkan sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna, yaitu manusia. Semalam, lagi-lagi saya tidak bisa memejamkan mata, terima kasih kepada si selular pintar bersarung kuning kesayangan saya, yang bergetar-getar membuat tangan ini gatal untuk tidak mengutak-ngatiknya. Semalam, saya ditemani oleh sesama penderita insomnia, yang saya namakan "Sahabat Dini Hari', karena kami selalu berinteraksi dan bercengkrama akrab diatas jam 1 dinihari. Dan tebak apa yang kami lakukan sampai jam 4 pagi??? Dari diskusi ngalor-ngidul tentang hal-hal yang menyangkut hobi, sampai main tebak-tebakan tentang like-dislike kami...alamakkkk...padahal saya seharusnya beristirahat mengingat perjalanan yang akan saya lakukan keesokan harinya. Seru memang, menemukan satu lagi teman yang hampir sama kebiasaan dan kesukaannya, tapi sayang itu juga agak-agak menjerumuskan ketika tubuh saya menuntut waktu untuk istirahat.

Ahh...tetapi saya juga heran, tidak ada rasa penyesalan besar yang seharusnya saya rasakan ketika saya batal melakukan suatu perjalanan, seperti yang sudah-sudah, ketika saya sudah merencanakan, sudah berkemas, dan akhirnya tidak jadi berangkat. Saya tetap santai, dan bahkan malam ini tetap berkutat dengan para mainan saya (baca: si kuning selular pintar dan laptop kesayangan saya). Apa karena faktor harga tiket kereta yang murah? atau karena persiapan saya juga yang saya rasa masih kurang lengkap? Atau karena saya belum menjemput oleh-oleh cake pisang keju yang kata pembawa oleh-olehnya sudah seharian melambai dan menjerit memanggil nama saya (tampaknya dia sudah terjangkit kelebay-an saya dalam bermajas). Entahlah, yang pasti, seperti ada yang menahan saya untuk berangkat malam ini, tetapi saya juga tidak tau persis itu apa.

Padahal, saya sudah membuat janji dengan beberapa teman disana, untuk berkeliling posko bencana yang membutuhkan tenaga dan bantuan kami, bahkan saya juga sudah membawa beberapa peralatan sekolah pesanan beberapa adik angkat saya disana (maafkan kakak De) yang saya temui pada waktu menjadi relawan kemarin, dan ahhh... perjalanan saya ini juga sudah tertunda untuk kedua kalinya. Padahal saya juga telah berencana untuk melewatkan malam pergantian umur (halahhh) tahun ini di kota pelajar itu, kota impian saya sejak duduk di bangku SMU. Saya ingin merasakan kesederhanaan berhari ulang tahun dikota yang sederhana itu. Hari ulang tahun tanpa pesta, tetapi sarat makna. Terbayang kegiatan duduk sendiri, menikmati dan merenungi berkat Tuhan pada tahun ini, sambil berharap keajaiban terjadi. Tentu saja, saya tetap berharap kejutan dari Tuhan untuk ulang tahun saya tahun ini. Mudah-mudahan Tuhan nanti membuat Jogya jadi kota ternyaman saya pada hari itu.

Akhirnya malam ini saya hanya bisa mengunduh lagu ”Jogyakarta” dari Kla Project, memutar lagu itu berulang-ulang, untuk menepis sedikit keresahan hati karena malam ini tidak jadi pergi.

”Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu/ Masih seperti dulu/Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna/Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu/Nikmati bersama suasana Jogja”


p.s: sebenarnya saya tidak punya kenangan khusus dengan seseorang dikota Jogya, tetapi kenangan-kenangan menyenangkan ketika berada disana, terlalu panjang untuk saya sebutkan satu-satu, dan saya rasa, lirik lagu itu cukuplah untuk menggambarkan betapa saya senang sekali berada dikota yang punya slogan ”Berhati Nyaman” tersebut.

(maaf, kali ini saya gak sempat maen kesini buat sekedar beliin titipan temen2. maklum,no blanja blanji for this year.haha)


Jakarta, 28 November 2010 (countdown to my bornday)
Masih diatas kasur berlapis sprei kuning, memangku laptop kesayangan, tetap belum bisa memaksa mata untuk bersama menjangkau mimpi pagi ini. T_T

24/11/10

November yang Manis

Gak terasa, tahun 2010 sudah memasuki bulan-bulan terakhir penghujung tahun. Khusus bulan ini, banyak kejadian yang harus saya peringati. Dua kejadian yang paling penting adalah, tepatnya akhir bulan November, 26 tahun yang lalu, saya diberikan anugrah, bisa bernapas, lalu bermain, berkreasi dan berinteraksi dengan para mahlukNya yang telah terlebih dahulu dihadirkan di dunia ini. Seperti bulan-bulan November yang telah lalu, saya selalu mempunyai ritual untuk mereview, menganalisa, dan menyimpulkan, sudah sampai dimana hidup ini saya jalani, saya pelajari, dan saya amalkan hasil dari perjalanan dan pelajaran tersebut.

Oh yah, bulan ini, tepatnya seminggu sebelum hari “anugerah” saya, 2 tahun yang lalu, seorang wanita yang sangat saya banggakan, seseorang yang merupakan “perpustakaan bernyawa pertama” saya, seorang idola, panutan sekaligus sahabat yang paling mengerti saya, berkesempatan untuk menghadap Sang Pencipta, lebih dulu daripada kami, orang-orang sangat mengagumi beliau. Mama, begitu si cantik itu akrab saya sapa, meninggal dalam senyumnya, setelah terlebih dahulu menitipkan pesan kepada Papa, untuk menjaga kedua putri kebanggaannya, yang dimatanya tetaplah duo bocah yang harus diawasi tumbuh kembangnya. Beliau tidak sempat menunggu hari ketika dirinya sekali lagi diakui eksistensinya sebagai seorang wanita sempurna, 26 tahun silam (kala itu) ketika melahirkan seorang (lagi) wanita cantik yaitu..ehhmm…saya..haha.

Tidak banyak yang bisa dicapai oleh saya pada tahun ini. Bisa dibilang, tahun ini adalah tahun terberat saya, dimana banyak sekali kegagalan yang menimpa saya. Kegagalan demi kegagalan yang membuat saya kurang percaya diri, dan agak-agak meragukan eksistensi diri sendiri. Tetapi, bisa dibilang pula, tahun ini merupakan tahun terbebas saya. Bebas berarti tidak terikat dengan sesuatu yang membuat saya harus mengikuti segala aturan. Yeah, tahun ini saya berstatus tidak berpacar dan tidak bekerja..Yeeyy.. Entahlah, apa saya pantas berbangga, ataupun seharusnya malu. Hmmm...tapi malu, untuk apa? Toh jomblo dan pengangguran cuma sebuah noda hitam dalam bersosialisasi, bukan sebuah dosa yang pantas dihukum. Keputusan yang saya ambil untuk kedua hal tersebut juga saya lakukan dengan sesadar-sadarnya, dalam tempo berpikir yang lumayan lama, mempertimbangkan ini-itu, dan akhirnya setelah saya jalani...yahh...tidak buruk juga ternyata. Dalam status saya ini pun, saya tidak merugikan orang lain, dan tentu saja, kebebasan tersebut saya jalani dengan bertanggung jawab, alias melakukan apapun yang saya mau, sepuas-puasnya, tanpa takut akan ada batasan yang akan saya langgar.

Percaya atau tidak saya juga pernah merasa kehilangan dengan segala rutinitas ketika saya berpacar dan bekerja. Hal-hal yang sudah saya jalani secara bersamaan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, yang tentunya membuat hidup saya berwarna-warni. Hal-hal yang terlalu saya cintai, bahkan melebihi kecintaan saya terhadap diri sendiri, sehingga akhirnya membuat saya sadar, betapa saya sudah begitu identik dengan kedua hal tersebut. Saya, tidak lagi dikenal dengan seorang Shinta Saloewa, tapi seorang Shinta pacarnya si ini, karyawati disini, ahh...betapa menjengkelkan tidak bisa menjadi diri sendiri. Tetapi, bukan berarti tanpa kedua status tersebut hidup saya tidak berwarna-warni, justru makin berwarna-warni karena banyak hal yang terjadi ketika saya menjalani hidup bebas ini.

Apapun yang terjadi dalam melodrama ”Shinta Saloewa, episode 2010” ini, merupakan salah satu perjalanan penting yang nantinya akan menjadi sebuah kisah panjang yang tentunya tidak akan pernah bosan saya ceritakan kepada anak-anak saya menjelang mereka tidur (suatu bentuk narsisme berkedok pelajaran sejarah keluarga....hahaha).
Jadi, andaikan ada satu doa yang harus saya katakan untuk Sang Maha Pencipta, doa terspektakuler saya tahun ini, saya akan mengatakan ” Tuhannnnn...nikmatMu apa lagi yang akan saya dustakannnn???”

p.s: Makasih buat Papa & K' Santi, yang cuma bisa bilang "Masya Allah De, so dimana le komaling skrg? bae2, jgn lupa makan"...salam hangat dari si kecil yang lucu ini :p


Jakarta, 24 November 2010
dikamar kostan, jam 5 pagi...abis skype-an ama 2 org sahabat yang lagi ngadu nasib di negeri org, yg gak bisa online siang2 T_T