10/04/13

Kembali ke Jogja

Jogjakarta, kota dengan sejuta rahasia.

Hujan yang menyambut kedatanganku hari minggu kemarin, seakan mengatakan “Selamat Datang kembali…Shinta”.

Entah apa yang membuatku selalu ingin kembali ke kota ini. Entah orang-orangnya yang ramah, atau suasananya yang masih santai, atau makanannya yang murah untuk ukuranku, si anak ibukota.

Jogja yang berhasil mengusir insomniaku dihari pertama. Jogja telah berhasil membuatku minum kopi dua pagi berturut-turut. Jogja juga berhasil membuatku mengantuk ketika berhadapan dengan internet dimalam hari dan membuat imajinasi menulisku seakan hilang entah kemana padahal malam sedang lucu-lucunya. Hal-hal yang bertolak belakang dalam hidupku.

Mirip kamu bukan? Satu-satunya orang yang selama ini bisa melakukan semua hal ajaib yang aku anggap hampir mustahil kulakukan. Entah apa rahasiamu dan Jogja. Entah bagaimana caranya kalian bekerjasama. Mungkin Tuhan mengirimkan kalian sebagai paradoks dunia.


Tulisanku kali ini tersendat, entah karena suaramu hanya berupa rekaman lama terkenang di dalam ingatan ataukah celotehanmu hanya tertuang dalam pesan singkat yang selalu rapi ku simpan.

Aku pun tak puas membaca tulisanku sendiri. Tampaknya imajinasi liar ini memang butuh senyummu agar sempurna tertuang dalam bentuk karya abadi. Seperti selama ini, kamu yang tidak pernah mengomentari langsung ketika aku memuat kicau kacauku didunia maya, tapi aku tau kamu selalu membaca, menganalisa, mengkritik, memberi saran langsung melalui sikapmu padaku didunia nyata.


Maaf kalau selama ini kamu lelah. Aku juga sepertinya. Ibukota membuat kita sama-sama lupa akan arti hadir sesama. Rekayasa waktu dan peristiwa, membuat kita terlena terlalu lama.
Kecewa itu memang tidak pernah lahir dalam rangkaian kata, tetapi aku tau pasti, sorotmu kala itu, penuh duka yang sudah terangkum lama.


Hari ini, ijinkan aku sejenak menyendiri. Ada dua kabar gembira yang aku terima disini, rumah keduaku selain kamu. Ceria yang hampa, ibarat sepatu Louboutin hilang sebelah, tetap mahal namun tidak berarti. Sebab buatku yang terbiasa denganmu, menerima kabar bahagia tanpamu disisi yang seperti biasa selalu memahami, lengkap dengan repetan doa konyolmu itu, adalah kolaborasi emosi; senyum senang dan airmata sedih.

Merindukan masa itu, ketika aku diwisuda, ketika jaman video call sedang hangat-hangatnya, ketika mamaku tiada, ketika ibukota penuh barang setengah harga yang siap dijamah dan dijarah dengan keranjang belanja, ketika semua tempat puas kita jajah, semua yang kulewati dengan tawa dan airmata, bahagia dan duka. Sepertinya, bersamamu, aku kan baik-baik saja…

Siang ini, ketika Jogja kutapaki sendiri, semesta masih tersenyum, langit masih terang bersinar, dan pasti bumi kita masih berputar. Tidak ada yang berubah sejak saat itu, begitu pula dengan rasaku.


Kepadamu, Jogjaku dalam wujud manusia, aku ingin pulang. Aku rindu :’)

Jogjakarta, 10 April 2013 15:30 WIBG


Didepan komputer pinjaman, ditemani lagu2 kang Fiersa Besari  di www.soundcloud.com/fiersabesari, belum mandi dari pagi, kecapekan menemani seseorang yang lincah berlari riang dipikiran.