07/12/11

30 November 1984 - 30 November 2011, 27 Tahun Meramaikan Dunia (Memoar Shinta Irawati Saloewa Part.1)

Dua Puluh Tujuh Tahun…
Bukan waktu yang singkat untuk dilewati. Banyak cerita dibalik perjalanan seorang anak manja yang dilahirkan di Manado, tanggal 30 November, dua puluh tujuh tahun yang lalu.

Saya, yang dilahirkan dari seorang ibu berdarah Minahasa campuran, dan dibesarkan bersama dengan ayah yang berdarah campuran dari berbagai suku di Indonesia, merasakan bahwa aliran darah campur-campur ini lah yang membuat hidup dua puluh tujuh tahun saya semakin unik dan berwarna.

Sejak kecil, saya dibesarkan ditengah keluarga multi ras dan agama. Shinta kecil terbiasa membantu mamanya membuat kue dan berbagai makanan manis khas hari raya setahun dua kali. Papa juga membelikan kami anak-anaknya baju dan sepatu hari raya setahun dua kali. Kami diajarkan untuk selalu saling menghormati kebebasan beragama satu sama lain. Terkadang otak kecil saya selalu bertanya-tanya, kenapa ribet sekali, sibuk merayakan hari raya dua kali dalam setahun? Melihat kesederhanaan hidup kami dulu, pantas lah saya merasa bahwa mama papa saya sedikit berlebihan dalam merayakan hari raya. Begitu pula dengan masalah pulang kampung. Kami lebih sering pulang ke kampung halaman mama yang letaknya lebih dekat dengan kota tempat kami tinggal, daripada pulang ke kampung papa yang harus menempuh delapan jam perjalanan darat (waktu itu belum ada pesawat menuju kesana). Lagi-lagi saya menganggap, pulang kampung itu melelahkan (mengingat saya yang lincah ini tidak didukung oleh badan yang kuat dan sehat) selain juga merupakan suatu tindak pemborosan. Tetapi walaupun kami jarang pulang ke kampung papa, entah bagaimana caranya, papa dan mama selalu bisa membuat saya dan kakak saya dekat dan akrab  dengan keluarga di Gorontalo, tempat papa numpang lahir dan dibesarkan sampai SMP. Pesan papa mama yang selalu saya tanamkan dalam diri saya adalah “Memberi dengan hati senang kepada keluarga dan sahabat tidak akan membuat kita hidup sengsara”.

Dulu kami harus pindah dari pusat kota Manado, kearah pinggiran kota. Saya sempat protes karena sekolah saya juga dipindahkan ke sekolah pinggiran yang waktu itu saya anggap sedikit kampungan. Anak-anak yang pulang pergi sekolah jalan kaki, sedikit aneh dimata saya yang terbiasa diantar dan dijemput oleh para sepupu saya yang lebih tua. Ketika sepupu saya dari ibukota datang berlibur, saya sedikit iri, kenapa saya tidak lahir dan dibesarkan diibukota, tampaknya keren kalau saya bergaya dan berbicara dengan bahasa gaul seperti mereka. Saya sedih dengan cap anak daerah yang tidak ada keren-kerennya menurut saya waktu itu. Perayaan ulang tahun saya juga jarang dirayakan bersama teman-teman sebaya. Mama papa lebih suka merayakan ulang tahun saya dirumah bersama keluarga, atau kalau ada sedikit rejeki, mama papa lebih suka merayakannya disekolah bersama para guru dan teman sekelas, atau  mengajak saya ke panti asuhan dikota kami, untuk mengantarkan sedikit makanan pokok yang akan disambut senyum ceria para penghuninya. Saya yang masih kecil selalu merasa tidak adil, ketika melihat foto-foto ulang tahun kakak saya yang selalu meriah bersama kerabat dan teman sebaya, penuh hiasan, balon dan penganan khas perayaan ulang tahun.

jaman kadal imut :D


Ketika beranjak dewasa, saya mulai disekolahkan disalah satu sekolah menengah terbaik dikota kami. Jarak dari rumah yang berada dipinggiran kota ketengah kota tempat sekolah itu berada, membuat saya yang amat sangat pemalas untuk bangun pagi, terpaksa bangun pagi dan berlari-lari mengejar angkutan umum (sejak setahun setelah pindah ke SD dekat rumah, saya sudah tidak dibiasakan untuk diantar jemput lagi). Disekolah itu, saya yang memang agak tomboy, bertemu dengan para sahabat yang kebanyakan laki-laki, tetapi herannya tidak ada satu pun yang nyantol untuk jadi pacar saya. Pernah saya diolok oleh salah seorang saudara sepupu saya, bahwa apa gunanya punya banyak sahabat laki-laki kalau tidak ada satu pun yang bisa menetap dihati. Untunglah pembawaan saya yang cuek dan ceria membuat saya tidak memperdulikan satu pun ejekan orang-orang. Mama saya tidak pernah melarang saya untuk bergaul dengan berbagai macam orang, termasuk lawan jenis, jadi saya malah tidak terlalu memusingkan dengan hal-hal berbau lelaki, yang sejak jaman purba sampai jaman ipad kata orang hanya berujung pada sakit hati :D.

Duduk dibangku sekolah menengah atas, saya mulai belajar lebih dalam mengenai agama yang saya anut sejak lahir. Banyak sahabat yang saya temui juga dimasa ini, dan masih bersahabat baik sampai sekarang, Disitu juga saya mulai mengenal keindahan alam lewat berbagai kegiatan pencinta alam. Saya suka sekali dengan adrenalin yang terpacu dengan pola tingkah ekstrim para pencinta alam. Walaupun lagi-lagi saya harus protes kepada Tuhan akan kondisi badan yang tidak selalu bisa diajak kerja sama, membuat saya terkadang harus rela tidak ikut berkemah ato berbagai kegiatan seru lainnya.

Masuk ke jenjang kuliah, saya ingin sekali sekolah diluar negeri. Tampak keren, membayangkan betapa banyaknya hal baru yang akan saya temui. Atau paling tidak, kuliah diluar kota, supaya saya bisa bebas laksana burung lepas dari sangkar. Tetapi karena alasan biaya dan kondisi saya yang sering sakit, mama dan papa meruntuhkan harapan saya tersebut. Seperti biasa, saya lalu memprotes dengan berbagai cara. Tapi apa mau dikata, mama ternyata selangkah lebih maju, dengan membayar uang pangkal untuk saya tanpa saya ketahui, melalui om saya, disalah satu jurusan yang sedang tren saat itu dikota kami, ekonomi internasional. Akhirnya saya pun pasrah hanya kuliah dikota ini lagi. Terbayang bosannya hari-hari saya yang akan bertemu dengan orang-orang yang sama sejak saya sekolah. Ternyata, dunia kampus itu begitu semarak. Saya mengenal banyak sekali teman baru, serta mencoba banyak kegiatan yang melatih saya untuk lebih bertanggung jawab, dan tanpa sadar, saya bertumbuh pesat bersama dengan kampus ini. Dikampus ini saya juga bertemu dengan beberapa buku bernyawa saya, orang –orang yang mengajarkan saya betapa cinta itu bukan melulu diisi derita, betapa patah hati itu bukan selalu berarti mati. Berorganisasi untuk sekedar menambah deretan prestasi pun terpuaskan dikampus ini. Berbagai kegiatan beragam komunitas resmi, menjadi salah satu ajang untuk mengasah kemampuan bersosialisasi. Kuliah dijurusan internasional juga membuat saya bisa melanglang buana, dalam rangka memenuhi prasyarat mata kuliah magang dibeberapa perusahaan terkenal di ibukota.

Dunia kerja, kembali membuat saya terpana. Impian untuk tinggal dipulau Jawa terwujud sudah. Program magang semester akhir membuat saya akhirnya diterima bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi ternama. Modal nekad dan doa dari keluarga, saya akhirnya terbang ke ibukota, untuk belajar hidup didunia yang sama sekali asing buat saya. Semarang, Solo, Jogya, Batam, dan akhirnya Jakarta, adalah kota-kota yang akhirnya membuat polah tingkah saya lebih mendewasa. Belajar kehidupan, jauh dari sanak keluarga, membuat saya mau tidak mau harus bertahan untuk tidak manja. Kesempatan untuk ditempatkan dikampung halaman pupus dikarenakan atasan saya menganggap saya lebih cocok bekerja dikantor pusat yang letaknya ditengah keramaian jantung kota. Dunia saya benar-benar berubah. Mama papa yang waktu itu datang untuk berobat, sampai terenyuh melihat perjuangan anak bungsunya menaklukkan ganasnya ibukota. Saya pun bertemu dengan banyak sekali keluarga baru, anak-anak seperjuangan demi mencari sesuap nasi dan seember berlian serta sekarung titanium. Buku bernyawa saya pun lumayan bertebaran kala saya kerja, hahaha. Mungkin karena saya sendirian disini, merasa dunia ini begitu sepi jika tidak ada seseorang yang menemani disisi. Hidup saya dimasa ini benar-benar menyenangkan. Bebas dan berjalan apa adanya. Semua sesuai dengan yang saya mau. Keluarga yang menyayangi, sahabat yang menyenangkan, kekasih yang mencintai, serta uang yang sangat memadai.

Tetapi selama saya hidup, ada satu masa lagi dimana saya benar-benar diuji. Masa yang saya namai “Sekolah Menghargai“. Masa dimana saya benar-benar menghargai artinya waktu, artinya uang, arti kasih sayang serta arti persahabatan dan persaudaraan. Hal-hal yang selama ini hanya menjadi sekedar motto klise kehidupan. Masa itu adalah satu setengah tahun selama saya “nekad” mengambil keputusan untuk resign alias berhenti bekerja. Tinggal di ibukota, diwaktu yang tepat dan dalam keadaan yang menurut saya juga sangat tepat. Masa yang sangat mendidik saya untuk benar-benar mengerti dan menghargai makna hidup yang diberikan Sang Maha Mulia. Hal-hal yang tidak pernah saya bayangkan terjadi dimasa-masa itu. Tuhan selalu punya cara unik untuk membuat saya belajar mengerti arti semua peristiwa yang Dia gariskan untuk kehidupan saya. Satu pedoman yang saya pegang sampai sekarang “Semuanya terjadi karena satu alasan”. Untuk semua yang terjadi diperiode satu setengah tahun itu, satu pelajaran yang benar-benar bisa mewakilkan semuanya, yaitu “Belajar Ikhlas”.

Maha Besar Allah….Terima kasih atas semuanya….semua hal yang engkau berikan, selalu tepat pada waktunya. Dua puluh tujuh tahun Engkau berikan saya nikmat yang luar biasa. Semua masa perjalanan yang tidak bisa disebut indah, tapi yang pasti sangat sarat makna.

Saya yang senang dengan keanekaragaman, dilahirkan ditengah keluarga yang menganut dua agama besar di dunia. Bisa merasakan meriahnya Ramadhan dan Lebaran ditengah keluarga tercinta, plus keluarga dan teman-teman yang turut meramaikan walau tidak merayakan, serta kehangatan pesta keluarga besar ditengah dinginnya musim hujan di bulan Desember dalam rangka memperingati hari Natal dan Tahun Baru. Sebuah cara belajar toleransi yang mudah dan menyenangkan.

Saya yang senang dengan alam, disekolahkan dipinggiran kota, setiap pulang sekolah selalu melewati perkebunan pala, goa dari rimbunnya pohon salak, sungai kecil yang masih jernih, peternakan sapi, ataupun bermain dipantai dekat sekolah. Selalu ada permainan baru, selalu ada petualangan baru, bersama para teman-teman di sekolah yang selalu punya hal baru untuk diperkenalkan pada saya. Kenangan masa kecil yang sampai sekarang selalu membuat saya bersyukur betapa beruntungnya dulu bisa bersekolah dipinggiran kota, bisa bercengkrama dengan para murid beraura ceria, bisa merayakan ulang tahun bersama tawa canda bersahaja para penghuni panti asuhan yang setiap tahun tulus berdoa bersama untuk hari bahagia saya. Sebuah kenangan indah yang tak lekang dimakan usia.

Saya yang tomboy, dipertemukan dengan banyak sekali sahabat lelaki, yang masih akrab sampai sekarang, bahkan mereka sudah seperti keluarga, dan menjadi penghuni tetap rumah saya dikala Lebaran tiba. Mereka juga adalah rombongan sahabat pertama yang menjemput saya dibandara ketika kami sekeluarga tiba dari Jakarta bersama jenasah almarhumah mama saya, serempak memeluk dan menghibur saya, membuat saya terharu dan merasa ternyata saya banyak yang menjaga. Bayangkan kalau saya dulu memacari mereka semua, dan semua hubungan kami kandas ditengah jalan, betapa sepinya rumah saya dikala Lebaran, dan betapa sedihnya saya menderita karena kehilangan. Sebuah memoar remaja tanggung yang ceria dan tanpa beban.

Saya yang kebingungan mencari jati diri, diberikan masa SMU yang menyenangkan. Belajar untuk menjadi seorang anak manis dirumah, tapi menjadi setan bandel yang bergaul riang kesana kemari. Tuhan memberikan saya teman-teman satu kelas yang terkenal seangkatan karena kebandelan dan kekompakkan kami. Anak-anak yang dulu pernah dikatai oleh salah seorang guru kami, gerombolan tidak bermasa depan baik karena kelakuan jahanam kami. Anak-anak yang menjadi juara satu dalam lomba taman antar kelas, bukan karena kami rajin bercocok tanam, tetapi karena kami lebih senang bermain ditaman daripada belajar didalam kelas. Puncak keaktifan remaja yang belum terlalu memusingkan perbedaan positif maupun negatifnya sebuah tindakan, semuanya dilakukan atas dasar keinginan tanpa pikir panjang. Disini juga saya menyadari kelebihan saya yang lain, saya sama sekali tidak takut dengan binatang apapun, bahkan cenderung suka pada jenis binatang yang membuat wanita lain lari terbirit-birit. Saya mulai belajar mengenal karakteristik diri sendiri yang lain dari biasanya. Sebuah pengalaman remaja labil yang menggairahkan.

Saya yang aktif namun sakit-sakitan, dikuliahkan dikampus yang menghadirkan semilyar peristiwa. Tetap berada dikampung halaman tercinta, ternyata tak seburuk prasangka. Berbagai kenangan berlatar telenovela campur komedi situasi terukir disini. Kecintaan terhadap buku, organisasi, dan beragam aktifitas, dipuaskan dalam kurun waktu empat tahun. Saya angkatan 2002, tetapi sejak Februari 2006 saya magang dan kebablasan bekerja dikantor tempat saya magang itu selama empat tahun, dan terpaksa mengambil sistem kebut sebulan untuk menyelesaikan skripsi ditengah kesibukan bekerja dan berleha-leha diibukota, pergi pulang Jakarta - Manado, menghabiskan sebagian tabungan saya, demi janji kepada almarhumah mama tercinta. Alhamdulillah saya dinyatakan lulus Desember 2008 dan diwisuda pada bulan Maret 2009. Menjadi anak daerah tak selalu jadi objek derita ternyata. Sebuah euforia anak muda yang manis nan romantis.

Saya yang punya mimpi segudang dan maniak berpetualang, dititipkan rejeki utuk bekerja ditempat yang mengharuskan saya keliling beberapa kota di Indonesia untuk keperluan pekerjaan. Tinggal dipulau Jawa yang sarat tempat bersejarah. Hidup terpisah dari keluarga yang mengharuskan saya belajar hidup mandiri. Pindah ke ujung Sumatera yang berdekatan dengan beberapa negara tetangga, berkesempatan mengunjungi negara-negara tersebut dengan biaya murah meriah. Terpaksa pindah ke Jakarta, yang sempat membuat saya menangis dua minggu ala perawan dusun ditinggal kekasih kawin lari. Perasaan takut sendiri dan jauh dari kekasih hati membuat saya meratap dan mengutuk keberadaan saya dikota ini. Tetapi tanpa saya duga, ternyata kota ini akhirnya membuka mata saya. Bisa dibilang, kota ini membuat saya menjadi lebih bijak menatap dunia. Bertemu para sahabat sejiwa. Berjibaku dengan kerasnya ibukota. Berdamai dengan takdir yang digariskan Sang Pencipta. Sekarang, entah kenapa, justru saya merasa, inilah rumah saya sebenarnya. Sebuah perjalanan istimewa seorang anak manusia yang beranjak dewasa.

Saya yang suka tantangan, diberikan keberanian untuk mengambil keputusan yang tidak bisa diolah akal sehat. Keputusan yang membuat saya jatuh bangun menjalani berbagai kejadian selama delapan belas bulan lamanya. Menikmati pelannya alur hidup ketika saya sedang tidak terikat dengan apa-apa. Memaknai waktu yang semuanya milik saya. Mempelajari bahwa tidak selamanya keinginan berjalan bersama dengan kenyataan. Menyadari bahwa rencana Tuhan itu selalu indah pada waktuNya. Sebuah pencapaian hidup yang sarat makna.

CARA SAYA MENIKMATI HIDUP ^_^v


Ya Allah, nikmatMu apalagi yang hamba dustakan. Subhannalah , jalan yang Engkau berikan kepada saya sungguh tak terduga. Terima kasih untuk keluarga dan sahabat fantastis yang menemani hari,  terima kasih untuk cerita dan pengalaman dasyat selama ini. Menyadari betapa kerennya takdir saya, lahir dari keluarga sederhana namun berlimpah pelajaran berharga, menuntut ilmu disekolah yang penuh warna, dan dikaruniai berbagai pengalaman luar biasa. Terima kasih untuk sebuah kecerian dipagi hari, 30 November 2011, karena hari itu saya, kembali dibangunkan dengan tidak kurang suatu apapun, bertambah satu lagi jatah umur, untuk kembali menuliskan lembaran menjadi sebuah kumpulan cerita dalam umur baru saya, melangkah keujung cakrawala, sekedar menikmati indahnya dunia. Alhamdulillah, saya bangga dilahirkan sebagai seorang Shinta Irawati Saloewa.

klapertart jam 12 malam, kado dari para orang tercinta, kue ultah untuk para novemberian dikantor



Jakarta, 7 Desember 2011

Menara BCA Lt.55 jam 17.17 WIB

ketika bos lagi cuti nonton Mr.Big ke Surabaya, dan langit cerah seperti biasa ^_^

*telat beberapa hari diposting gara-gara gak punya waktu ngeblog #soksibuk #gigitlaptop

21/11/11

Surat singkat untuk Mama ( Jouke Femmy Rotinsulu dalam Kenangan: 26 Juni 1953 - 21 November 2008)

Dear mam,

Genap 3 tahun mam, sejak Jumat pagi ade menerima telepon dari Papa, mengabarkan tentang kepergianmu.

Gak percaya mam, kalo hari Kamis pagi, terakhir kali ade liat senyum teduh diwajahmu ketika melepas ade pergi ke kantor.

Tapi Alhamdulillah mam, penderitaan ragamu selama hampir dua tahun, akhirnya terbang ke langit bersama jiwamu.

Sedih juga mam, setiap lebaran sudah tidak ada lagi pudding sirup orson orange kebanggaanmu (yang tidak bisa kami buat lagi, karena dua anak perempuanmu ini sukses menghilangkan buku kumpulan resep masakan andalanmu).

Kocak yah mam, inget obrolan dihari-hari terakhirmu tentang niat dan pencapaian, soal skripsi dan impian masa depan, yang kayaknya sampai sekarang masih sulit ade wujudkan (skripsi sih udah mam, jadi sukses itu yang masih belum kesampaian,hahaha).

Maaf yah mam, soal salah satu titipanmu yang tidak bisa ade pelihara sesuai janji. Kami sudah mempunyai jalan sendiri-sendiri, tapi jangan khawatir, ade masih memelihara satu tali silaturahmi.

Kangen deh mam, sama harum parfum melati dan teriakan dipagi hari menyuruh ade untuk segera mandi dan bergegas menyongsong hari.

Kehilangan banget mam, dengan berondongan pertanyaan “De, sudah makan? Lagi dimana? Jakarta hujan ato panas sayang?”

Sedih juga mam, tiap ketemu saudara jauh dan mendengar kata “Wajahmu mirip sekali mamamu, mudah-mudahan beliau tenang disana yah sayang”.

Khawatir juga mam, melihat belahan jiwamu kini selalu sendiri. Beliau yang lebih senang menutup diri, seperti kehilangan permata hati, selalu menerawang dan menyepi. Maaf mam, kami belum bisa sepertimu, mendampingi beliau sebagai bentuk pengabdian sejati.

Bangga juga mam, mendengar berbagai cerita pujian tentang kebaikanmu yang sampai saat ini belum bisa ade atau kakak warisi dengan baik.

Kesel juga mam, kalau setiap ketemu saudara dan handai tolan, mereka selalu bertanya “Kapan kamu menikah, kasian mamamu disana gak tenang karena gak ada yang jagain kamu?” haduhh, emang belum cukup yah mam, umur ade sekarang, masih harus dikhawatirin seperti anak kecil pulang petang.

Waktu cepat sekali berlalu mam, banyak cerita tentang tanaman-tanaman hiasmu yang tak pernah sukses ade pelihara, dan akhirnya mati, tentang duo cucu perusuh rumahmu yang sangat mama sayangi, Jordan si pemalu yang beranjak dewasa dan mulai unjuk gigi, Zhania centil yang otoriter, manja dan gemar menyanyi, tentang koleksi berbagai keramik dan guci, dan tentang baju-bajumu dalam lemari yang ternyata kembali populer dan sukses ade pakai kesana-kemari.

Ahhh mam….andai engkau masih disini, banyak  cerita seru nan lebay khas anak tomboimu ini, soal kenapa dulu ade yang tadinya kerja tapi lebih memilih berhenti, soal teman-teman hebat yang ade kenal setelah mama pergi, tentang perjalanan-perjalanan seru mencari jati diri, tentang impian-impian yang ingin ade lakoni, tentang cita-cita yang satu per satu sudah ade raih, tentang hujan yang selalu membawa pikiran ini melayang pergi, dan tentang cinta abadi yang sampai sekarang masih belum ade temui, hahaha.

Doaku mam, semoga tenang diperaduanmu yang baru. Jangan khawatirkan duo peri  kesayanganmu, karena kami akan terus mengejar mimpi tanpa ragu, demi janji terbaik kepada sosok wanita tercantik yang akan kami puja selalu, yang kami sebut dengan penuh cinta kasih, Jouke Femmy Rotinsulu.

Jakarta, 21 November 2011

With Love,

Anakmu tersayang ^_^



mama,how are you today?


foto kami, saat masih lucu2nya, hahaha....


mama, dalam kenangan ^_^

11/11/11

Sebuah cerita biasa untuk seorang sahabat luar biasa (Selamat Ulang Tahun Harry Sudirman Kawanda)

“Hey bday boy”, bunyi sapaan saya hari ini.

“Hey almost bday girl”, balasnya sejam kemudian.

Cengiran saya melebar ketika membaca balasan pesan itu, mengiringi lamunan yang terbang ke 3 tahun silam. Bulan Juni 2009. Jam 18.30 WIB. Centre Culture Francais. Kelas A1. Celingak-celinguk masuk ke kelas yang berisi segerombolan manusia yang (saya pikir) hampir semuanya sebaya dengan saya. Tempat duduk paling belakang, dua kursi paling sudut adalah kursi favorit yang beruntung diduduki pantat saya yang aduhai ini.

Tiba-tiba “bwahahahahahaha…kampret lu..eh nyettt…buruan buruan…kelas mao mulai” suara toa menggelegar tanpa kelihatan pemiliknya, tiba-tiba membahana dari luar kelas.

“Busyet…toa bener, ini beneran di Salemba,apa gw yang nyasar dihutan yee” pikir saya saat itu yang kebetulan lumayan ngantuk, dan kaget bukan kepalang dengan suara bak petasan bawang disiang tentram.

Dan munculah dari balik pintu, dua sosok yang cengengesan masuk kelas dengan grasa-grusu dan hmmm… hebohnya kedua bocah bertampang super tengil itu bikin tampang saya mendadak terlipat semi jajaran genjang. Saya tidak menyangka, saat itu saya melihat dua sosok spektakuler yang nantinya akan mengisi daftar panjang deretan orang-orang yang sengaja didatangkan Tuhan untuk menemani dan mewarnai hari saya, yang saya sebut dengan penuh kasih….SAHABAT.

duo bocah ajaib yang menjadi soulsista saya, jiahahah...SOULSISTA Cyinnn!!! SOULSISTAHHH


Harry Sudirman Kawanda, salah satu bocah ajaib yang saya lihat malam itu. Berbaju formal, bergaya fenomenal alias amburadul, sekelumit ingatan yang merupakan kesan pertama saya pada si kulit hitam bermata sipit ini. Aura ceria jelas terpancar buat mata orang-orang yang pertama kali melihatnya. Tetapi entah mengapa, sejak awal melihat dia, saya melihat sosok serius dan keras kepala yang tersembunyi dibalik sosok kocak dihadapan saya itu (hehehe, gak salah-salah banget kan tebakan saya waktu itu).

Harry, sejak saya mengenalnya, selalu membuat orang yang mengenal dia cepat merasa nyaman, menjadi akrab lalu menganggapnya seperti keluarga. Kedekatan kami berawal ketika saya mulai menumpang alias nebeng motornya untuk pergi dan pulang ke tempat les di daerah Salemba, karena kebetulan kantor kami berdekatan, dan pulangnya juga searah.

Kuning, Perancis, Novemberian, suara toa, hujan, pantai dan laut dan karang, mood naik turun, selam, jalan-jalan dan bertualang, fotografi, buku, film, konser musik, malas mandi, memasak, ceroboh, keras kepala, eksperimental, radang tenggorokan, rame, senang berteman, cinta anak kecil, teh dan klapertart, pelor alias bisa tidur dimana saja dalam sekejap mata, bosan dengan kenyamanan, adalah sedikit dari persamaan saya dan si hitam yang lahir dan besar Makassar ini.

Awalnya saya kira Tuhan punya pengecualian untuk menciptakan manusia sempurna (setidaknya versi pada umumnya). Pintar (walaupun selalu mengaku berkapasitas otak tiga tetes, dan sering absen, bocah sialan ini selalu mendapatkan nilai tertinggi diantara anak-anak gank kami dalam ujian di tempat les), berwawasan luas (kadang saking happeningnya, dia punya berbagai pengetahuan unik, misalnya tau lebar dan panjang jalan jendral Sudirman ato jumlah bintang dilangit alangkah indahnya), errrhhh…dengan tinggi hampir 180cm, kulit sawo kematengan, berat badan yang diolah dengan squash,renang, main holahop dan deretan olahraga super eksisnyaa yang bejibun itu, plus kegemaran melahap sayur ala domba Afrika, ditambah suara berat-berat basah (hadeuhh), membuat si hitachi ini bisa dikategorikan lelaki sejuta penggemar (yaa yaaa…saya akui dia memang punya banyak sekali penggemar, tua muda, miskin kaya, wanita maupun pria, hahahahaha), tapi diluar semua kelebihan itu, yang paling membuat dia dicintai oleh semua orang yang kenal dengannya adalah, dia sangat tau caranya untuk membuat orang lain bahagia, lewat candaan, perhatian, perlakuan, atau mungkin sekedar lewat tutur kata yang meluncur dari mulut manis penuh kenistaanya itu.

Bumi seperti berputar disekitar Harry. Andaikan dia iseng nyalonin diri jadi pak Camat, mungkin dia bisa berkuasa beberapa dekade. Kalau saya mau iseng bikin kuisioner tentang sobat saya ini, mungkin hasilnya bisa bikin hidung jeleknya itu kembang kempis gak karuan (tentunya saya tidak seiseng itu juga, disamping males liat hidung kembang kempis ala dia). Jangan ditanya soal para penggemarnya. Dari anak kecil, anak tanggung alias ababil, orang dewasa (bertebaran layaknya bintang dilangit dan pasir dipantai), sampai emak-bapak yang berambisi mengangkat dia jadi menantu. Belum lagi deretan para lelaki yang amat sangat doyan sekali dengan dirinya yang dianggap “super duper” (bukan saya yang member nama dia dengan 2 kata spektakuler itu, tapi salah seorang teman saya yang ajaibnya suka teramat sangat dengan dia, dan ehemm…dia lelaki lho, hahaha). Sempat terpikir kalau saya benar-benar kehabisan duit dan tenaga untuk kerja, saya tinggal “menjual” sahabat saya ini ke para penggemarnya, dan tradaaa….saya pasti langsung bisa beli rumah dan mobil dan sapi dan sawah dan keliling Eropa, hahahaha...

Soal sosok idola, tidak berlebihan saya bercerita. Boleh percaya, boleh juga anggap saya berlebihan mendeskripsikan karena saya sahabatnya. Tetapi, waktu tiga tahun cukup membuat saya jadi saksi mata, betapa dia punya semilyar pesona. Jiwa, raga, seakan punya kharisma yang tiap hari bertambah. Andaikan cinta cenderung gila dari para wanita itu bisa saya uangkan, lagi-lagi saya bisa beli semuanya yang sudah saya sebutkan tadi,hahaha. Pernah suatu kali, saya dan dia jalan-jalan disalah satu mall dipusat Jakarta, lalu kami iseng menghitung, berapa banyak pria yang melirik saya atau dia, dan sialnya, banyakan pria yang meliriknya daripada saya, huaaaaa……

my bestie with his girls


Tetapi, semakin hari, saya jadi tau, Tuhan itu maha adil. Sahabat saya ini tetaplah manusia biasa, bahkan bukan juga sosok setengah dewa. Semakin kami dekat, semakin pula saya tau betapa tidak sempurnanya sahabat saya ini. Dia masih bisa marah sampai hampir bisa menelan “beruang” sekaligus saking emosinya, atau bisa sedih sampai tidak bisa lagi berkata-kata (diam dan menghilang seperti wanita malam kehilangan pelanggan, hahahaha), bisa kecewa sampai kehilangan selera makan dan berceloteh (ingat kejadian batal ke Timor Leste, dan sambil menghibur diri dia bilang “at least gw bisa ikut Ramadhan-an tahun ini ama kalian), bisa sakit sampai hampir dipanggil Sang Maha Segalanya (waduh, kalau mengingat itu, gantian saya yang deg-degan mengingat kecerobohan saya,dan sialnya selalu merasa bersalah sampai sekarang, maap banget yak boy L ). Tetapi seperti kata pepatah, manusia hadir untuk melengkapi sesamanya, demikian juga Harry yang diciptakan tidak sempurna agar bisa menyempurnakan diri dengan orang sekitarnya.

Momen tertawa, hohoho…. Bersama Harry Kawanda, jaminan anda akan sering sekali tertawa. Lumayan, tidak perlu repot-repot beli obat anti penuaan yang mahalnya nauzubillah. Cukup bersahabat dan sering-sering jalan bareng dia, dijamin anda cukup menyediakan satu kotak tisu (jaga-jaga kalo tertawa sampai keluar air mata), obat keram pipi dan obat suara serak yang banyak dijual bebas diapotik, hahaha. Dia punya sejuta cara untuk membuat hal yang biasa menjadi luar biasa. Tempat curhat sejuta umat, bisa jadi peluang usaha untuk buka praktek dan jadi kaya raya (dasar c***, hahahaha).

laugh and fun with that fuckin' boy


Momen sedih, ahhh…tak terhitung tangan itu memeluk kami para sahabat, ketika rundung duka menghadang. Sorot mata teduh yang menentramkan selalu hadir jika dibutuhkan. Tutur kata damai, hiburan disaat hati dalam keadaan perang. Candaan ringan, yang membuat kami akhirnya tertawa, dan sejenak lupa dengan hadangan masalah.

Momen seru dan konyol, jiahahahaha…bisa habis masa pemerintahan presiden SBY kalau saya merunut satu persatu kekonyolan dia bersama para sahabat. Tertidur dan hampir ditabrak kopaja ketika naik motor, diloncatin monyet diperempatan Matraman dan ditertawakan semua orang dilampu merah, nyanyi joget-joget didepan banyak orang, berburu objek foto ditempat-tempat eksotik, keliling kota sambil bernyanyi riang gembira diatas motor kebanggaan, belum lagi berbagai kisah perjalanan seru ke seluruh penjuru Nusantara dengan berbagai komunitas petualang.

everyday is a fun day with my damn bestie :))


Anjing beruntung, julukan yang disematkan teman-temannya. Kadang saya iri seubun-ubun dengan segala keberuntungannya. Hampir jadi salah satu penasihat pribadi Xanana Gusmao (walaupun gak jadi karena alasan Xanana tiba-tiba sadar dia salah pilih,hahaha), perjalanan ke Singapura gratis hanya untuk membeli permen karet milik bosnya, terpilih menjadi salah satu finalis ACI (Aku Cinta Indonesia, program jalan-jalan gratis dari salah satu media elektronik), dan mendadak selebritis gara-gara dipilih untuk jadi finalis yang diwawancarai bareng Nadine Chandrawinata dan Nicholas Saputra (entah satu tim dengan Nicholas Saputra ke Maluku selama hampir tiga minggu bisa dibilang beruntung ato bencana ya jeung,hahaha), dapat Macbook gratis hasil hibah dari mantan bos (Cuma dari hasil si bos bilang “ahh…saya bosan nih,pengen ganti yang terbaru” dan si jahanam itu nyeletuk “kalo gitu yang ini boleh donk buat gw bos”..cihhh…sialannn), dan entah keberuntungan apalagi yang malas untuk diingat (iri mampus, pengen jambak rambut sendiri).

Lelaki sejuta impian, julukan saya untuknya. Impiannya untuk keliling dunia, belajar banyak bahasa indah, berlari keujung cakrawala, berenang berbagai aliran sungai sampai keujung samudera, mengenal berbagai karakter manusia, menapaki semua tanah ciptaan Sang Maha Pencipta, membuatnya berkeputusan untuk berkelana, berbekal doa dan rencana.  Meninggalkan posisi nyaman di ibukota tercinta, meninggalkan keluarga yang setia menanti dirumah, meninggalkan sahabat yang selalu merindukan hadirnya.

Harry Sudirman Kawanda 8 November 1984 - 8 November 2011


“The world is a book, and those who do not travel read only a page”. (Saint Augustine)

Malam ini alarm pengingat ulang tahun di ponsel saya berbunyi.  Dilayar tertulis “Harry Kawanda’s Birthday, 8 November 2011”. Ahhh kawan, apa kabarmu disana, masih semangatkah kaki itu berjalan dan berpetualang?  Hari ini patut dirayakan, karena hari ini, 27 tahun silam, Tuhan mengirimkan malaikat kecilnya, banyak tawa bahagia dan gembira, dihadirkan menandai kedatanganmu, ditengah para kerabat. Hari ini, 27 tahun kemudian, Tuhan juga telah mengaruniakan setan kecilnya, menebar banyak canda ceria, berbagai kegilaan yang menciptakan warna warni gradasi kenangan tak terlupakan, dibenak kami para sahabat.

“Count your life by smiles, not tears. Count your age by friends, not years”(Unknown)




Joyeux Anniversaire Mon Amie, Happy Birthday Boy, Selamat Hari Jadi Kawan… tidak akan cukup satu halaman untuk menuliskan berbagai cerita tentangmu. Seperti tak habis satu hari dua puluh empat jam menceritakan tentang berbagai kenangan konyol hasil jejakmu dihati kami. Sehat dan bahagia selalu yah Boy, dimanapun kakimu melangkah. Bersinarlah terus laksana bintang diujung sana, sehingga tidak susah bagi kami untuk melihat terang itu walau jauh hadirmu. Buat kami, para kerabat dan sahabat bangga, bahwa kami berkesempatan pernah mengenal seorang manusia hebat bernama Harry Sudirman Kawanda.

Jakarta, 8 November 2011 20.10 (masih waktu Indonesia Barat Area Jakarta)
Diatas Commuter Jakarta-Serpong, ketika ide tulisan berlari secepat roda kereta kebanggaan kota tercinta.

#sorry Nyingg, gw postingnya baru hari ini. Bukannya sok mau latah 11-11-11, tapi karena kebodohan gw, laptop yang ada si tulisan ini 2 hari ketinggalan mulu -.-“ (better late than never, but never late is better :p )

27/10/11

Melipir Kenangan


REVE
Hujan plus petir menggelegar ini, membawa saya terbang ke hari itu, beberapa tahun yang lalu, asal kenangan yang telah lama tinggal dan beranak pinak dibenak saya.
“Nyet…dimana lu? Buruan sihh…keujanan kita ntar”
Suara itu, suara yang pada waktu itu hampir setiap hari menghiasi gendang telinga saya, lagi-lagi menyapa saya lewat sambungan telepon.
“Doelah...baru juga gluduk-gluduk...bentaran sih, nanggung ini, lagian kalo ujan yah ujan aja, basah tinggal mandi, ato kejar-kejaran dihalaman kantor lu kayak Rahul ama Anjali”
Saya menjawab sekenanya sambil tetap sibuk mengetik laporan yang harus dikirim ke email bos sebelum saya pulang.
“Najisss keripissss… sampe jaman kuda makan es krim juga jangan pernah ngarep gw bakal ngelakuin hal itu yeee… ”
Umpatan khas yang terbiasa keluar dari mulut kurang hajarnya itu membuat saya tertawa-tawa.
“Ya kalo najis guling-gulingan dipasir aja, sekalian ngebersihin dosa lu yang banyaknya ngalahin butir pasir pantai”
Pembicaraan-pembicaraan konyol kami, selalu menjadi saat-saat yang saya tunggu disore hari, ketika rentetan email, dokumen, dan laporan berebutan masuk ke otak saya, menguras semua isinya yang tak seberapa, kemudian membuat wajah manis saya ini tidak berbentuk jajaran genjang teratur lagi.
Terlalu banyak hal yang kami lalui. Sore cerah ketika kami menikmati dua piring batagor plus dua mangkok bubur ayam didepan kantornya sambil mengobrol dengan abang penjualnya tentang politik negara ini, sore mendung ketika saya hanya sanggup menahan nafas malu ketika dia dengan seenaknya berteriak-teriak sambil joget ditengah jalan karena visa liburannya disetujui, sore berawan ketika wajah yang selalu ceria itu tiba-tiba semendung langit ketika dia bercerita tentang salah seorang temennya yang sedang dirawat karena sakit parah, sore gerimis ketika kami berlarian sambil tertawa-tawa karena dikejar anjing yang lepas ketika kami mampir disebuah kompleks perumahan terkenal didaerah pusat kota yang kami sambangi demi niat mencari bakwan tersohor seantera ibukota yang mangkal disekitar situ, sore badai ketika kami terpaksa berteduh disebuah halte karena takut motor yang biasa kami kendarai mogok kena air diskonan dari langit, dan kegiatan berteduh itu dihabiskan dengan acara bernyanyi lagu-lagu berbagai genre sambung menyambung dan terkadang ditambahi dengan tarian-tarian konyol yang membuat seisi halte menoleh dan menganggap kami berdua pasien yang lepas dari rumah sakit jiwa.
Saya rindu sekali. Rindu suara berat itu, rindu suasana riang itu, rindu sosok tengil yang membuat saya harus selalu menonjok atau melempar sandal kearahnya ketika kami sedang bercanda.

Hmmm…Va…andai kamu masih disini…
CHUVA
Debur ombak yang terdengar bagai lirik lagu rock yang mengalun cadas mengagetkanku, membuat lamunan panjang tentang sosok riang berambut sebahu itu terhenti.  Jiwaku ini seakan terbang lepas dari raga, melanglang ke seberang lautan yang berada tepat didepan tempat tinggalku sekarang, berlayar jauh ke tempat si bawel itu berada.
“Nyonggg…dimenong??? Guweh udah karatan neh, dikit lagi jadi putri batu yang bakal jadi objek wisata tercihuy dikota ini”
Repetan suara sumbang khasnya membuatku tersenyum disela meeting panjang sejak pagi tadi yang membuat saraf-saraf kepalaku seperti diikat jadi sapu lidi lalu dipake membersihkan kandang ayam.
“Dihatimu donkkk….mo dimana lagi si ganteng ini berada..gwelaa lohhh”
Jawabku sekenanya, sambil mengambil bullpen untuk menulis ide untuk bahasan materi meeting lanjutan esok, yang tiba-tiba muncul dikepala sepersekian detik setelah mendengar omelan panjang barusan.
“Mana ada, dihati gak ada, dipikiran gak ada juga, apalagi direlung jiwa…gw ini sendiriannn…sendiriaannnn…ihhh…amit-amit jabang bakso deh,mending gw mati ditabrak truk sampah bantar guring deh”
Balasan yang super jayus yang selalu keluar dari mulutnya itu, spontan membuatku hampir jatuh dari kursi saking gak lucunya.
“Ya ampun REVE!!!! Itu gak lucu sama sekaliii….pengen nangis gw nyett saking putus asa ama lelucon jayus lu itu…stop it phuweleesss!!!!!  Lagian yah, gak pake curhat juga bayar berape yeee???
Yah, si anak ceria ini terkadang membuatku putus asa dengan segala leluconnya yang cuma bisa dipahami oleh dia dan PenciptaNya.
Kami, selalu berbagi semangat lewat pembicaraan-pembicaraan ala kami. Lucu, hangat, dan bersahabat. Tidak banyak yang bisa ku ingat tentangnya selain tawa cerianya, omelan panjang disertai sandal yang selalu melayang kearahku ketika dia sudah tidak sanggup lagi membalas ledekan-ledekan yang gencar kulemparkan. Sebenarnya, aku hanya takut kehilangan momen ceria, atau terjebak diantara cerita cinta cengeng yang bisa membuat dua jiwa yang tadinya konstan berjalan beriringan kea rah yang sama menjadi lari kocar kacir ke arah yang berbeda.
Ketika aku memutuskan untuk hijrah ke tempat yang jauh dari kota asal kami, untuk merubah nasib dan sekedar melakonkan apa yang aku sebut "perjalanan kaki, petualangan diri", dia hanya tertawa dan dengan bola mata berbinar mengatakan “Wahh…seriusan??? Hebattt…anjritttt…iri abis gw ama lu…pasti gw dukung nyong, kira-kira lu butuh apa aja???”
Rencanaku, melebur dengan semangat dia membantu mencari info disana sini, membuat ku benar-benar merasakan seluruh alam raya turut serta dalam pelaksanaan rencana hijrahku ini. Aku, hanya membawa sedikit bekal ego dan pengalaman, benar-benar berniat ingin mencari jati diri yang belum juga kutemukan dikota ini. Akhirnya, ketika saat keberangkatanku tiba, dia yang tadinya paling sibuk mengkoordinir semua hal tentang keberangkatanku, mendadak jadi seperti hilang ditelan bumi.

Sehari sebelum hari “H”, dia datang kerumahku, seperti biasa, seperti tidak ada apa-apa. Tapi kali ini tidak ada lagi perang ledekan, hanya diskusi semi serius yang terjadi diantara kami. Hampir tengah malam ketika dia memintaku memanggilkan taxi. Tidak mau diantar pulang olehku seperti biasa, dengan alasan aku katanya harus menyimpan tenaga demi perjalanan panjangku esok. Didepan pagar, dia hanya tersenyum, tiba-tiba bola matanya berbinar khas dan berkata “Hey boy, jaga diri baik-baik yah. Jangan ngotorin tanah leluhur orang dengan sampah-sampah otak busuk lu itu. Jiahaha, makan yang teratur, banyak minum air putih, sama jangan lupa telpon nyokap lu sering-sering buat ngabarin. Oke?
Repetan panjang yang membuat aku bengong selama sepersekian detik. Belum juga habis bengong diwajah ini, ketika dia tiba-tiba memelukku, sebuah pelukan hangat khas anak itu, dengan bisikan lirih yang membuat hatiku berkerut, entah terharu entah apa, aku sendiri pun tidak jelas dengan maknanya.
“Semoga Tuhan memberkatimu disetiap nafas dan langkah. Sehat dan bahagia terus yah Boy, dimanapun lu berada. Jangan kangen ama gw yak”.
Doa pendek khas si ceria, membuat aku kembali merasakan rasa hangat yang tiba-tiba menjalari wajah dan dadaku. Pelukan erat kubalaskan, bukan sekedar untuk membalas pelukan sahabatku ini, tetapi untuk menambah rasa hangat yang menciptakan satu kesimpulan buatku, nyaman.
Repetan ceplas-ceplos dengan mulut yang perlu disekolahkan, tampang kucel yang gak ada cantik-cantiknya, senandung naik turun yang kebanyakan nada fals dibanding merdunya, gaya bicara sotoy campur songong yang terkadang membuatku ingin menendang pantatnya atau menjitak kepalanya yang dihiasi rambut sebahu yang kadang diikat seadanya. Eh kampret, demi dewa laut yang membuat deburan ombak semakin kencang ini....kayaknya aku kangen bocah itu.
Ahhh…Ve, seandainya kamu ada disini….


Jakarta, 26 Oktober 2011  waktu kompie 17.43 WIT

Menara BCA, kala hujan badai menampar-nampar kaca jendela kantor *efek magis air dan petir mengukir getir.




18/10/11

My Bos, My Bestie, My Brother (Happy Birthday Golden Boy)

Saya sedang asyik mengetik dan belajar membuat laporan anak lapangan, ketika wangi serupa melati itu hinggap mengganggu hidung saya. Dan seketika ada suara "eh,kamu anak baru yah? Yang jadi sitac admin baru?"

Alhamdulillah,wangi melati itu bukan sosok hantu disiang bolong yang iseng bertamu dikantor baru saya. Ternyata wangi itu berasal dari sesosok pria-berbaju-rapi-ala-esmud-tapi-agak-maksa-biar-keliatan-berwibawa. Kemeja abu-abu, celana hitam, sepatu pantopel hitam, jam tangan besi ala esmud (bukan jam sporty untuk seusianya), membalut tampang polos yang saya tau pasti umurnya tidak beda jauh dengan saya. Sangat kontras dengan teman-teman setimnya yang sama-sama baru sampai dari lapangan, anak-anak berbaju sporty dengan gaya khas anak Jakarta yang nyasar ke Semarang. Si anak rapi wangi melati tadi tanpa basa-basi langsung meminta saya untuk berdiri karena komputernya mau dipake untuk membuat laporan. Ok, agak-agak menyebalkan kesan awal saya tentangnya. Seperti biasa, saya suka sok tau sekali menebak karakter orang pada awal bertemu, dan menurut saya, si abu-abu wangi melati ini orangnya cuek, suka semaunya dan agak-agak egois (damn rite, sampai sekarang saya selalu bangga dengan insting saya yang hampir 80 persen benar dalam menilai orang,hahaha). Tiba-tiba "Ko...Eko...mana laporan tadi"...dan hampir saja saya tertawa ngakak mendengar namanya...Eko?waduhh...gaya keren wangi bodyshop white musk, tapi kok bernama seperti OB kantor mama saya di Manado (sorry bos,no offense,hahhaha).

Well, itulah awal pertemuan saya dengan sosok yg tingginya beda 5 centi dengan saya itu (kami pernah iseng mengukur tinggi dari kaca busway, hahaha). Perkenalan formal saya dengan si abu-abu melati ini, adalah pada saat kami akan sama-sama sholat ashar.
Dia dengan tampak kaget luar biasa melihat saya dimushalla dan nanya "lho,kamu sholat mbak?" Yeahh...saya sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan kayak gini (dengan tampang cenderung putih kala itu,rambut panjang marun, memang agak-agak mengherankan sebagian orang ketika saya masuk mesjid ato mushalla).
Saya pun menjawab "mbak? Emang gw setua itu ye?".
Dia "abis gak tau nama juga,masa panggil hey hey. oke...mo salaman,udah wudhu. Nama gw Eko, lu siapa?".
Saya "maunya sih Tamara Blezinsky, tapi apadaya yang bener Shinta. Salam kenal,gw baru nyampe kemarin dari Jakarta".
Dia "nama bagus bagus kok pengen ganti, kesian ortu lu, Shinta nama bagus,pasti ada artinya"...denggg...baru kenal, saya sudah diajak adu mulut,pas mo sholat pula, bener-bener harus nahan bete, mentang-mentang dia anak lama, ketus amat jawabnya.
Akhirnya adu mulut berakhir karena kami sepakat kembali ke niat awal masuk mushalla,yaitu menghadap Sang Maha Agung. Selesai sholat, kami sedikit ngobrol tentang latar belakang, basa-basi sebentar. Saya jadi tau, si wangi melati ini blasteran kalimantan-jambi, lulusan UNDIP fakultas teknik lingkungan angkatan 2000 ( walaupun sebenarnya untuk tahun kelahiran 1983, anak bungsu dan satu2nya laki-laki dari tiga bersaudara ini pantas masuk kuliah angkatan 2001).

Esoknya, saya lagi-lagi ketemu dia di mushalla. Benak saya bernyanyi sumbang "haduhh...kenapa lagi ketemu ni anak, tar berantem lagi". Ternyata, dia cuma diam, dan langsung mengangkat takbir untuk sholat, bersedia jadi imam tanpa saya minta. Yeah rite, awal yang bagus setidaknya. Selesai sholat, seperti biasa kami salaman, dan apa yang terjadi, dia menyuruh saya mencium tangannya dengan alasan "lu anak kecil, mesti nyium tangan orang yang lebih tua". Sialan, tengil bener ni anak. Saya "hey, gw nyium tangan ke bokap nyokap, kakak gw, ama ntar ke imam gw, alias laki...enak aje nyium2 tangan lu". Dia "heh!!! Barusan gw jadi imam lu, jangan banyak ngebantah" dan dalam sepersekian detik tangan itu sukses mendarat (karena didorong sama yang punya tangan) diwajah saya yang cantik nan rupawan ini, siyalannnn...saya kalah adu mulut sekali lagi!!!!

Sebulan kemudian, kami akhirnya jadi lumayan bersahabat. Saya yang harus mengumpulkan laporan anak-anak lapangan, akhirnya mau tidak mau harus bisa berakrab ria dengan mereka. Saya juga jadi lebih mengenal kepribadian mereka satu per satu. Eko kala itu, adalah anak pintar namun manja yang minta dituruti kemauannya. Tapi yang saya senangi, dia selalu mengumpulkan laporan lengkap, tanpa perlu saya perbaiki (seperti beberapa anak lapangan yang harus saya teriaki karena bandel dalam hal laporan). Hal yang paling saya ingat, dia bisa menulis laporan dengan kedua tangannya, sama baiknya tangan kiri dan kanan.


Dua bulan kemudian, saya resmi jadi asisten pribadinya Eko, dikarenakan dia yang tadinya bekerja sebagai anak lapangan yang bertugas untuk survey, diangkat menjadi koordinatornya anak-anak lapangan. Otomatis, saya yang jadi sitac admin, harus membantu dia dalam mengkoordinir para anak lapangan. Hmmmm....jangan ditanya kenapa dia bisa naik jabatan, tapi tanya apa yang dia perbuat untuk "memperbudak" saya ketika jabatannya naik. Berbagai tabel excel yang harus saya perbaharuin isinya setiap hari, tatapan tegas khas atasan (bukan karena dia gila jabatan, tapi karena dia tau, saya memang harus agak "dicambuk" karena kemalasan akut yang datang hampir tiap hari), ataupun berbagai tugas yang saya dan Fanny (rekan saya yang baru, sesama asisten yang bertugas membantu tugas Eko) harus kerjakan.

"Golden Boy" adalah sebutan untuk si anak ajaib dikantor kami ini. Kemampuan dia untuk menghafal riwayat setiap site yang kami tangani, mampu menjadikan dia andalan cenderung "tangan kanan" Regional Manager kami saat itu, yang saya sebut dengan inisial "JRH". Saya dan Eko pun, tergabung dalam satu gank, yang kami beri nama gank "Anak Bebek". Anak-anak muda yang terdampar di Semarang untuk mengadu nasib, demi sepiring nasi dan seember berlian juga segarasi mobil mewah (halah). Seringnya Eko ikut dalam meeting regional, menjadi ajang ledekan di gank kami. Istilah golden boy alias Anak Emas pun menyeruak (dan ada juga si anak perunggu, peluk ketjup yah Rudiiii,hahahaha).

Eko, lama kelamaan, saya kenal sebagai sosok sahabat yang bisa menjadi rekan diskusi sekaligus teman bercanda yang seru. Dia juga jadi seorang bos yang baik, dalam hal mendidik saya dan Fanny untuk disiplin dalam bekerja, walaupun rekan setim itu berumur sama. Dia bisa membuat saya hormat sebagai seorang bawahan, tapi sayang sebagai seorang sahabat. Berbagai cerita sudah saya lewati bersama sahabat saya ini. Mulai dari kisah kasih percintaan bodoh saya, menangis ditengah keramaian Simpang Lima karena diomelin pacarnya cowok yang waktu itu pedekate alias mendekati saya, dan sialnya saya sebagai korban pedekate gak jelas yang tidak tau apa-apa, malah dimaki-maki perempuan asing yang namanya saja saya tidak tau, dan Eko adalah orang pertama yang saya telpon untuk melampiaskan kekesalan saya itu, juga ketika saya jadian dengan salah seorang anak lapangan yang waktu itu dikomentari Eko dengan nada bercanda namun datar khas dia "Jangan bilang lu jadian ama dia gara-gara dia susah ngumpulin laporan" jiahaha...siyalann...gak lah, saya tidak sepicik itu kok dalam hal kerjaan.

Banyak kejadian konyol yang saya alami bersama anak itu. Salah satunya adalah ketika kami berdua dikerjain para Anak Bebek. Ceritanya, saya yang terkenal pelupa, waktu itu lupa mengunci pintu pas masuk ke WC. Eko, yang kadang suka datang keluguannya diwaktu yang tidak tepat, sukses ditipu salah seorang anak bebek yang mengantri tepat setelah saya. Eko yang kebelet pipis saat itu, dikerjain Decky (teman yang mengantri setelah saya), Decky bilang "masuk aja, kosong tuh WC". Dengan bodohnya Eko percaya, dan main nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu, dan karena letak pintu dan kloset yang berjauhan, saya yang asyik menghayati adegan pembuangan limbah cair tubuh (baca: pipis), jadi kebingungan antara pergi menutup pintu ato memakai celana lagi, dan hanya sanggup berteriak "ncotttt goblokkkkkk...ngapain lu masukkkkk", dan Eko dengan tampang bego melongo kebingungan (bukannya refleks tutup pintunya lagi) berteriak "lagian kenapa lu gak kunci pintu bodohhhhh..kebiasaan nihhhhh bocahhh"...dan setelahnya...sudah bisa ditebak adegan barusan menjadi bahan lelucon anak-anak selama beberapa hari, duhh....dan sedih mengatakan, kejadian itu berulang dua kali selama kami sekantor (ya ya ya, kami berdua memang kebo, alias dua bocah yang mengulang kesalahan yang sama persis).

Kawinan Bebe, reuni Terheboh para "Anak Bebek"


Kejadian lucu yang membuat Eko jadi bos favorit saya juga ada beberapa yang masih lekat di ingatan. Pernah saya tertidur diatas meja (untuk kesekian kalinya), dan sialnya waktu itu, Mr. JRH kebetulan lewat dan saking dia "ngefans" dengan Eko dan segala laporannya, dia berhenti untuk sekedar basa-basi nanya laporan, dan walaupun Eko sudah mencubit saya berulang-ulang, saya masih saja tertidur. Tau apa yang dia bilang ke Mr.JRH, "maaf Pak, Shinta kayaknya kurang enak badan, tadinya mau saya suruh pulang,tapi dia berkeras dikantor aja, mo bantuin kerjaan saya, kebetulan lagi padat, jadi saya suruh tiduran sebentar biar enakan". Mr.JRH yang memang sudah "kepelet" dengan Eko, hanya mangut-mangut dan langsung pergi keruangan beliau, dan setelah itu saya sukses dibangunkan dengan cara agak sadis, yaitu...dijewer dan dicubit (Eko dan mantan guru SD saya memang bisa disandingkan sadisnya dalam soal hukum-menghukum).

Saya juga pernah bergadang sampai jam 6 pagi dikantor, karena menyiapkan laporan untuk meeting regional. Bersama Eko dan seorang lagi anak lapangan yang (lagi2) mau "dipelet" Eko untuk membantu kami menyiapkan laporan, kami bertekad untuk menyelesaikan laporan itu dalam semalam. Walhasil,jam 4 mata saya sudah tidak kuat. Saya pun tertidur di mushala. Kali ini Eko tumben-tumbenan membangunkan saya dengan cara manusiawi. Pelan menepuk kepala saya (oke..itu tampak seperti membangunkan anjing peliharaan sih,hahaha), kemudian berbisik perlahan "udah subuh Shin,solat gih", Saya "ngantuk boss...tar ajaaa", Eko "gak boleh gitu, Allah itu nda pernah nunda rejeki,masa kita nunda melapor ke Dia". Dan dia pun menarik saya, memaksa mengambil wudhu.  Abis sholat, saya kembali tertidur (hahaha,asisten tidak berguna), sementara Eko dan Roffi (si anak lapangan), meneruskan kerja mereka membuat laporan. Jam 7,kami pulang ke kostan untuk mandi. Dan saya yang memang sangat cape, tidak mampu lagi ke kantor, dan Eko...wahhh...dia kembali lagi ke kantor jam 9 pagi lalu ikut meeting regional sampai sore. Harus saya akui, bos kecil saya ini memang hebat!!!

Kami berpisah setelah saya pindah tugas ke Batam, dan tidak lama, Eko memutuskan untuk mengundurkan diri dari kantor kami, dan pindah ke kantor lain di Jakarta, dengan alasan “lebih cocok dengan bidang ilmu pas kuliah”. Persahabatan kami masih berlanjut, tidak seseru dulu sih, tapi setidaknya kami masih saling mengabari kabar konyol masing-masing.

Sekarang, sahabat saya ini sedang “bertualang” di benua asal klub Barcelona kesayangannya. Beasiswa yang akhirnya dia terima, membuat dia mengundurkan diri (lagi) dari kantornya, memilih untuk sibuk belajar dan kadang jalan-jalan diberbagai negara yang sekarang sering saya lihat dihalaman akun jejaring sosialnya. Terbayang lucunya kejadian ketika saya menemani Eko berburu barang-barang murah sebelum dia berangkat. Adegan tawar menawar ikat pinggang imitasi (yang kalau tidak salah langsung rusak 2 minggu setelah dia tiba di Jerman, jiahahaha…harga gak pernah bohong bro!!!), milah milih baju kuliah yang berakhir dengan foto-foto dikamar ganti ala fotobox (tertawa-tawa ngakak yang menyebabkan kami dipelototi mbak-mbak pelayan), sampai desak-desakan di busway dengan obrolan serius mulai dari sekolah sampai penataan transportasi Jakarta yang semrawut.

kamar ganti yang berubah fungsi jadi tempat fotobox, jiahahaha


Selama merantau, dia hanya pulang setiap liburan semester, untuk sekedar melepas rindu dengan keluarga, teman, atau deretan makanan favoritnya (dan liburannya terakhir hampir membuat dia masuk RS gara-gara perutnya sudah tidak kebal dengan makanan pinggir jalan, hahahaha…gaya lu bosss). Bahkan Lebaran kemarin dihabiskan hanya memakan opor yang dia buat sendiri diapartemennya, kemudian dilanjutkan dengan belajar untuk persiapan ujian keesokan harinya.

Hari ini, ponsel saya berbunyi. Sebuah alarm pengingat ulang tahun. Ahh…sahabat saya ini rupanya berkurang lagi jatah usia di dunia. Hanya doa dari kami, teman-temanmu tercinta, yang akan selalu mengiringi langkah dan rencana dimanapun kau berada. Terselip harapan, semoga Sang Maha Segala akan menggantikan posisi kami, sahabat dan keluarga, untuk selalu mendampingi hari-harimu disana.


my bos, my bestie, my brother ^_^


Selamat hari jadi, Eko Primabudi….Ncot, Echo, Kodok, Dokie, Boi, Bozz, Golden Boy…apapun nama panggilan tersayang kami….Banyak doa, banyak harapan, banyak cinta dari kami disini dihari bahagiamu kali ini. Tetap semangat, tetap percaya bahwa Allah selalu akan buka jalan selama kita mau percaya dan terus berusaha.  Semoga tetap sehat, terus bahagia, dan tambah sejahtera… Aminnn.

"Youth is the gift of nature, but age is the work of art." - Garson Kanin 


metamorfosis si Golden Boy (selama saya mengenal dia.... Feb 2006- Okt 2011)



P.S: Jangan nakal disana yak, tetap rajin sholat, sering-sering telpon nyokap lu, secara doa terbesar dan tercepat sampainya dimeja para malaikat penghitung yah pasti doanya beliau, jiahahaha.

Jakarta, 18 Oktober 2011 13.20 WIB
Menara BCA lantai 55, ketika bos sedang dikeluar kota dan saya sibuk menghitung angka.

30/09/11

Kuasai Kecerdasan Emosi Anda ^_^


Saya kurang ingat, waktu itu kenapa sampai saya menemukan blog seorang Anne Ahira. Kalau tidak salah malah saya waktu itu sedang iseng mengobrak-abrik internet untuk mencari resep masakan yang ingin saya praktekan dikostan. Tiba-tiba ada semacam iklan untuk bergabung dengan sebuah blog, dengan cara mendaftar.

Hal yang membuat saya tergelitik untuk mendaftar adalah janji dari sang pemilik blog untuk otomatis mengirimkan tulisan-tulisan motivasi beliau ke alamat email pribadi saya. Wow!!! Tanpa berpikir panjang (selama mudah dan gratis,hahaha), saya pun langsung mendaftar, dan sampai detik ini, saya tidak menyesal telah “ikut terjerumus” untuk membaca tulisan demi tulisan beliau yang cuma bisa saya gambarkan dalam satu kata “SPEKTAKULER”. Dan saya pun tidak pelit untuk berbagi dengan teman-teman sekalian. Baiklahhh…tanpa panjang lebar lagi, silahkan menikmati tulisan beliau ^_^v

"Kuasai Kecerdasan Emosi Anda"

(Ditulis oleh Anne Ahira, seorang internet marketing yang jadi buah bibir sekarang).

"Siapapun bisa marah. Marah itu mudah.Tetapi, marah pada orang yang tepat,dengan kadar yang sesuai, pada waktuyang tepat, demi tujuan yang benar, dandengan cara yg baik, bukanlah hal mudah."  
-- Aristoteles, The Nicomachean Ethics.
Mampu menguasai emosi, seringkali orang menganggap remeh pada masalah ini. Padahal, kecerdasan tak saja tidak cukup menghantarkan seseorang mencapai kesuksesan. Justru, pengendalian emosi yang baik menjadi faktor penting penentu kesuksesan hidup seseorang. Kecerdasan emosi adalah sebuah gambaran mental dari seseorang yang cerdas dalam menganalisa,  merencanakan dan menyelesaikan masalah, mulai dari yang ringan hingga kompleks.

Dengan kecerdasan ini, seseorang bisa memahami, mengenal, dan memilih kualitas mereka sebagai insan manusia. Orang yang memiliki kecerdasan emosi bisa memahami orang lain dengan baik dan membuat keputusan dengan bijak. Lebih dari itu, kecerdasan ini terkait erat dengan bagaimana seseorang dapat mengaplikasikan apa yang ia pelajari tentang kebahagiaan, mencintai dan berinteraksi dengan sesamanya. Ia pun tahu tujuan hidupnya, dan akan bertanggung jawab dalam segala hal yang terjadi dalam hidupnya sebagai bukti tingginya kecerdasan emosi yang dimilikinya. Kecerdasan emosi lebih terfokus pada pencapaian kesuksesan hidup yang *tidak tampak*.

Kesuksesan bisa tercapai ketika seseorang bisa membuat kesepakatan dengan melibatkan emosi, perasaan dan interaksi dengan sesamanya. Terbukti, pencapaian kesuksesan secara materi tidak menjamin kepuasan hati seseorang.
Di tahun 1990, Kecerdasan Emosi (yang juga dikenal dengan sebutan "EQ"), dikenalkan melalui pasar dunia. Dinyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengatasi dan menggunakan emosi secara tepat dalam setiap bentuk interaksi lebih dibutuhkan daripada kecerdasan otak (IQ) seseorang. Sekarang, mari kita lihat, bagaimana emosi bisa mengubah segala keterbatasan menjadi hal yang luar biasa....

Seorang miliuner kaya di Amerika Serikat, Donald Trump, adalah contoh apik dalam hal ini. Di tahun 1980 hingga 1990, Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang cukup sukses, dengan kekayaan pribadi yang diperkirakan sebesar satu miliar US dollar. Dua buku berhasil ditulis pada puncak karirnya, yaitu "The Art of The Deal dan Surviving at the Top". Namun jalan yang dilalui Trump tidak selalu mulus... Kalian ingat depresi yang melanda duniadi akhir tahun 1990? Pada saat ituharga saham properti pun ikut anjlok dengan drastis. Hingga dalam waktu semalam, kehidupan Trump menjadi sangat berkebalikan.

Trump yang sangat tergantung pada bisnis propertinya ini harus menanggung hutang sebesar 900 juta US Dollar!Bahkan Bank Dunia sudah memprediksi kebangkrutannya. Beberapa temannya yang mengalami nasib serupa berpikir bahwa inilah akhir kehidupan mereka, hingga benar-benar mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Di sini kecerdasan emosi Trump benar-benar diuji. Bagaimana tidak, ketika ia mengharap simpati dari mantan istrinya, ia justru diminta memberikan semua harta yang tersisa sebagai ganti rugi perceraian mereka. Orang-orang yang dianggap sebagai teman dekatnya pun pergi meninggalkannya begitu saja. Alasan yang sangat mendukung bagi Trump untuk putus asa dan menyerah pada hidup. Namun itu tidak dilakukannya.

Trump justru memandang bahwa ini kesempatan untuk bekerja dan mengubah keadaan. Meski secara finansial ia telah kehilangan segalanya, namun ada"intangible asset" yang tetap dimilikinya. Ya, Trump memiliki pengalaman dan pemahaman bisnis yang kuat, yang jauh lebih berharga dari semua hartanya yang pernah ada!!! Apa yang terjadi selanjutnya? Fantastis, enam bulan kemudian Trump sudah berhasil membuat kesepakatan terbesar dalam sejarah bisnisnya. Tiga tahun berikutnya, Trump mampu  mendapat keuntungan sebesar US$3 Milliar. Ia pun berhasil menulis kembali buku terbarunya yang diberi judul "The Art of The Comeback". Dalam bukunya ini Trump bercerita bagaimana kebangkrutan yang menimpanya justru menjadikannya lebih bijaksana, kuat dan fokus daripada sebelumnya. Bahkan ia berpikir, jika saja musibah itu tidak terjadi, maka ia tidak akan pernah tahu teman sejatinya dan tidak akan menjadikannya lebih kaya dari yang sebelumnya. Luar biasa bukan? :-)

Kecerdasan Emosi memberikan seseorang keteguhan untuk bangkit dari kegagalan, juga mendatangkan kekuatan pada seseorang untuk berani menghadapi ketakutan. Tidak sama halnya seperti kecerdasan otak atau IQ, kecerdasan emosi hadir pada setiap org & bisa dikembangkan.

Berikut beberapa tips bagaimana cara mengasah kecerdasan emosi:

1. Selalu hidup dengan keberanian.

Latihan dan berani mencoba hal-hal baru akan memberikan beragam pengalaman dan membuka pikiran dengan berbagai kemungkinan lain dalam hidup.

2. Selalu bertanggung jawab dalam segala hal.
  Ini akan menjadi jalan untuk bisa mendapatkan kepercayaan orang lain dan mengendalikan kita untuk tidak mudah menyerah. "being accountable is being dependable"

3. Berani keluar dari zona nyaman.

    Mencoba keluar dari zona nyaman akan membuat kita bisa mengeksplorasi banyak hal.

4. Mengenali rasa takut dan mencoba     untuk menghadapinya.

    Melakukan hal ini akan membangun rasa percaya diri dan dapat menjadi jaminan bahwa segala sesuatu pasti ada solusinya.

5. Bersikap rendah hati.

    Mau mengakui kesalahan dalam hidup justru dapat meningkatkan harga diri kita.

So, kuasailah kecerdasan emosi kita!!!

Karena mengendalikan emosi merupakan salah satu faktor penting yang bisa mengendalikan kita menuju sukses dan juga menikmati warna-warni kehidupan. :-)


(lumayan jadi mood booster gw disiang hari yang pusing dengan berbagai masalah yang berhubungan dengan kata "closing akhir bulan")


Jakarta, 30 September 2011 (wake me up when september ends, but not wake up with panda eyes and damn headache)

Menara BCA lantai 55, ditengah hiruk pikuk orang-orang yang teriak2 "BTS off...closingg...closinggg" T_T

24/09/11

Doa Sahabat Maya

Bidikan matanya, melalui perantara seperangkat alat, membuat saya pertama kali terpesona dengan sosoknya. Aneh memang, karena sampai saat ini, saya tidak pernah bertemu dengan sosok yang hampir setahun yang lalu mengajukan permintaan pertemanan dengan saya melalui akun jejaring sosial. Biasanya, saya malas sekali menyetujui ajakan pertemanan, jika saya tidak pernah bertemu muka ataupun kenalan langsung. Untung waktu itu, beliau tidak melindungi dinding akun pribadinya, yang memamerkan hasil-hasil karyanya, dan satu kata "wah!!!", menjadikan satu "klik" dan...voilaa...jadilah kami bersahabat maya sampai saat ini.
Beliau juga selama ini menjadi pembaca setia beberapa kicau ramai yang saya tuangkan dalam rangkaian kata. Sekedar memberi jempol, kadang memberi komentar pendek, cukup membuat saya senang, karena merasa karya saya dihargai, oleh orang yang bahkan tidak mengenal saya langsung. Terkadang juga beliau menulis ulasan tentang daerah kami tercinta, bumi nyiur diujung utara.
Saya memang bukan pembaca aura, atau semacam peramal raut wajah, tapi hanya dengan melihat foto beliau, saya tau, sosok ini lebih dari sekedar idola.
Hari ini, menurut pengingat di akun pribadi saya, beliau rupanya bertambah usia, satu tahun lagi karunia untuk mengubah dunia sekitarnya, agar semakin berdaya guna, sesuai sumpah jabatan yang dipercayakan padanya.
Selamat Hari Jadi Tante Lini (tanpa mengurangi rasa hormat dan kagum saya, cuma sekedar ingin menyapa akrab), semoga tetap sehat, terus bahagia, dan tambah sejahtera...
Beribu doa, berjuta harapan, bermilyar berkat, semoga melimpah dihari indahmu kali ini...
Semoga Tuhan selalu menemani disetiap langkah dan lari...

12/09/11

Satu itu Waktu, Waktu itu Rindu, Rindu itu Kamu...

Hari ini, ketika langit biru bersih tanpa pelangi,

Beribu jam berlalu tanpa melihat tawa dari wajah itu, omelan panjang tanpa suara yang keluar dari sorot mata yang tak pernah melahirkan jemu.

Beribu sesal berpacu ketika dulu tak kumanfaatkan waktu saat sosok itu masih lalu lalang disampingku.

Beribu rindu bermain dan bergelayut dipelupuk mata senduku, ketika hanya bisa melihat bayang dalam pigura yang kenyataannya terbang melayang, jutaan mil, tak jelas kapan akan bertemu.

Beribu cerita yang terkumpul diujung lidah kelu, yang tak tahu kapan bisa meluncur bebas ceria dari mulutku laksana dulu, ketika argumen kita beradu.

Beribu tanya berbaris rapi, menunggu giliran meluncur dialunan nyanyian sunyi, ketika kabarmu tak kunjung menghampiri.

Kamu, tak lekang oleh waktu.

Bahkan ketika hanya mendengar tawa sepersekian detik, seminggu sekali, membuatku merasa hidup dan siap untuk terbang menghampiri.

Bahkan ketika hanya bercerita lewat untaian kata lewat jutaan huruf tanpa suara, membuatku merasa sedang berada didepanmu, dikedai kopi langganan kita, tertawa, bercanda, ceria.

Bahkan ketika hanya mendengar kisah seribu satu dari balasan surat canggihmu, membuatku merasa turut berjalan, tanpa bergandengan tangan, khas kita, menemanimu kemana saja.

Bahkan ketika hanya menerima kabar dari orang lain tentangmu, meninggalkan sejuta jejak semu dibahtera alam sadarku, menetaskan bahagia, yang mengiringi sebaris doa tulus agar Dia menjaga dan melindungimu selalu.

Terima kasih,

Untukmu, yang selalu datang tepat waktu ketika hati ini dilanda rindu.


Satu Waktu, Waktu Rindu, Rindu Kamu...



Menara BCA, lantai 55, ketika angin dan awan bersekongkol menimbulkan aura menggemaskan.

Jakarta, 12 September 2011, 1:39 P.M waktu kompie kantor yang seharian dipake nulis blog :p

12/08/11

Hey Soul Sister (Selamat Hari Jadi Santi Arwati Saloewa)

Hari ini ulang tahun si ibu Jendral, yang saya sebut dengan penuh hormat (sambil muntah-muntah tentu saja), Santi Arwati Saloewa. Produk “sepabrik” dengan saya, bahkan nama saya hanya dibalik dari namanya (dalam hal pemberian nama anak-anaknya, memang ayah saya kehilangan daya kreatifitasnya yang selangit itu).

Semalam, saya tidur seperti mati, akibat pulang kemalaman dari kantor. Maka habislah niat menjalankan momen sok romantis dengan menelpon si pirang alami yang tiga bulan terakhir ini menutup auratnya akibat satu alasan yang ketika pertama saya mendengarnya, hampir terjatuh dari tempat tidur saking hebohnya tertawa terbahak-bahak (tidak perlu saya sebutkan disini, kalau tidak, bisa habis saya dimaki dan dirajam mahluk kejam berbaju Mango dan bertas Hermess KW 1 ini,hahahaha). Bukannya saya lupa juga untuk sekedar mengucapkan “selamat hari jadi” di dinding jejaring sosial miliknya, tetapi hari ini, sejak pagi sampai menjelang sore, lumayan banyak masalah yang ditimbulkan “si duo kerjaan” alias dua jenis pekerjaan yang mati-matian saya jalani sekarang.

Ketika sudah agak santai, saya membuka akun jejaring sosial milik saya, bermaksud ingin sekedar liat-liat dan mengintip aktifitas pergaulan di dunia maya. Di halaman yang memuat “recent update”, saya melihat beberapa sahabat saya, menulis di “dinding”nya kakak saya, yang notabene hari ini memperingati kejadian bersejarahnya, 33 tahun yang lalu. Waduh, bahkan para sahabat itu sudah meluangkan waktu mereka untuk sekedar mengucapkan selamat, sekedar mengirimkan doa lewat kumpulan kata sederhana. Dan saya, si adik manis yang agak jahil namun ngangenin ini, agak-agak tidak tau diri, karena belum menyampah di dindingnya sama sekali.

Santi, saya sadar bahwa dia adalah satu-satunya kakak kandung yang harus saya tulis dibiodata, ketika masuk kelas 1 sekolah dasar. Dulu dirumah kami, banyak sekali saudara sepupu baik dari pihak ayah maupun ibu, yang tinggal bersama kami, dan Shinta kecil menganggap bahwa semuanya adalah “kakak” (si kecil polos yang tidak mengerti tentang definisi kakak kandung dan kakak sepupu). Santi, yang sewaktu SMP lebih beken dengan nama Sasha, diambil dari singkatan namanya “Santi Saloewa” (sampai sekarang saya masih penasaran dengan asal muasal huruf H dinama itu). Sejak masuk Sekolah Dasar, buat saya, jadi adik dari si Santi ini adalah “totally sucks!!!”.

Jaman Belanda, Kala Remaja (Masih lucu-lucunya) :)))


Santi yang selalu juara kelas, Santi yang selalu masuk dalam sepuluh besar lulusan terbaik sesekolahan (dari dulu ibu saya selalu memaksa saya masuk sekolah bekas kakak saya dulu, dengan alasan selain sekolah itu memang sekolah negeri terbaik dikota saya, ibu saya juga sudah mengenal sebagian gurunya, jadi bisa lebih lega melepas anak bontotnya yang agak hiperaktif dan mengkhawatirkan ini), dan yang paling penting…Santi yang sejak TK sudah ada yang mengirimi surat cinta dari teman sekolahnya…alias Santi yang cantik jelita bak bidadari turun dari pohon cemara. Jujur saya kesal sekali dengan predikat “adiknya si Santi”. Saya ingin orang-orang mengenal saya sebagai si Shinta, bukan sekedar bayang-bayang dari si Santi yang serba blablabla.

Lupa bikin PR dan disetrap didepan kelas waktu SD “Aduh Saloewa kecil…kamu ini kok malas sekali, beda banget sama si Saloewa besar yang rajin” (cihh…dia kerjaannya dikit Bu, saya punya kerjaan lain dirumah, menggembala anjing tetangga misalnya), naik di atas meja dikelas waktu SMP, kepergok guru “Kamu ini Shintaaaaa….beda sekali sama kakak kamu yang anggun dulu” (bah…apa salahnya naik dimeja jaman SMP), kepergok bolos dan ketahuan merencanakan rencana “jahat” untuk mempengaruhi teman-teman sekelas untuk rame-rame bolos,lalu kemudian masuk ruang BP waktu SMU “Ya Tuhan Shintaaaa…kamu itu harusnya mencontohi prestasi kakak kamu, bukannya menuh-menuhin buku catatan BP dengan kenakalan kamu” (ya elah bu, namanya juga hasil pabrikan, bisa aja donk ada produk gagal dikit). Belum lagi komentar nyinyir dari teman-temannya kalau melihat “penampakan” si adik imut ini “Ya ampun, beneran ini adiknya Santi? Kok beda yah? Kok gak sebagus kakaknya?” (heh, maksudnya apaan tuh, sembarangan). Sampai dulu saya mengutuk iklan salah satu cairan pemutih kulit yang mempunyai jargon "kulit Santi tak seputih Shinta" yang pada kenyataannya berbanding terbalik dengan keadaan kulit saya yang sawo kematengan dibanding dengan kulit putih susu khas sang kakak.

Ketika masuk kuliah, kami masuk universitas yang sama, fakultas yang sama, dengan jurusan yang berbeda. Kakak saya yang sejak kecil memang mempunyai hobi belajar (tuh kan, dia itu aneh tau, belajar kok hobi sih, heran saya), masuk jurusan akuntasi dengan pelajaran mayoritas hitung-hitungan. Dan karena umur ketika masuk kuliah sudah memungkinkan untuk saya memilih sendiri jurusan, dengan kewarasan tingkat dewa, saya memilih jurusan internasional yang merupakan program baru difakultas tersebut. Alhamdulillah, saya mulai menemukan jati diri saya dan berhenti menjadi bayang-bayang si nona cantik yang setiap mantan pacarnya dulu selalu membawakan oleh-oleh sebagai upeti wajib buat adik judesnya jika ingin selamat bertamu dirumah kami,hehehe.

Jujur, saya justru mulai dekat dengan kakak saya ini, malah ketika saya sudah memutuskan untuk hijrah keluar daerah. Kakak yang selalu menanti kisah-kisah konyol saya ketika saya pulang mudik, bercerita sejak malam (sejak saya tiba dari bandara) sampai pagi menjelang (padahal terkadang dia harus bangun pagi untuk pergi menjalankan tugasnya sebagai tukang ngitungin duit Negara).

Kakak yang selalu siap sedia mengatur masalah keluarga kami ketika almarhumah ibu saya terserang penyakit kritis yang menyebabkan semua masalah rumah tangga keluarga saya harus diserahkan kepadanya. Kakak yang akhirnya memutuskan memboyong kembali keluarga kecilnya dirumah ayah ibu saya, untuk mengurus ayah saya sepeninggalan ibu yang akhirnya menyerah pada penyakitnya tiga tahun yang lalu, karena melihat tampak sia-sia mengharapkan si bontot untuk pulang dan kembali mengabdi dikota kelahiran kami. Kakak saya yang selalu mempunyai saran-saran hebat, ditengah pemikirannya yang sederhana itu. Kakak yang mempunyai sepasang bocah super manis, yang selalu mengeluhkan keajaiban anak-anaknya yang katanya entah turunan dari siapa (yelowwww….lupa apa punya tante yang super ajaib pula..hahaha). kakak, yang selalu mendukung saya, dalam situasi apapun, seperti ketika tahun lalu saya mengabarkan keputusan saya untuk berhenti dari pekerjaan dan memutuskan untuk bersenang-senang, atau ketika pulang mudik lebaran dan mengabarkan berita buruk (buat mereka sih), bahwa saya sudah mengakhiri hubungan saya dengan seseorang “calon anggota keluarga inti”, yang merupakan “titipan” ibu saya sebelum beliau menghadap sang Maha Tinggi, atau yang paling gres adalah ketika mengetahui potongan rambut ajaib saya sejak bulan bulan Januari sampai sekarang yang total sudah lima kali ganti model dan warna. Tanggapan kakak saya pada awalnya memang selalu agak-agak histeris layaknya Maria Mercedes ketika mendengar masalah Soraya Montenegro, tapi pada akhirnya, dia pun selalu muncul dengan kata-kata bijak khas orang tua yang membuat saya terkadang tercengang “astaga…bisa juga ni orang punya ide brilian” lalu kemudian “iya juge ye,susah emang kalo ngemeng ama orang pinter”.

kala si komandan belom Insap...haahahaha


Sampai pada akhirnya, saya benar-benar menyadari, tidak ada tempat terbaik didunia ini selain berada di rumah, dan kakak saya, melalui suara cempreng khasnya (yang kadang dibagus-baguskan kalo ada maunya) membuat saya selalu merasa nyaman dan merasa berada benar-benar diberanda teras rumah kami, tempat saya dan dia ber-haha hihi bergosip ala pembantu rumah gedongan. Melalui sambungan telepon yang membuat jarak antara Jakarta dan Manado menjadi begitu dekat (walaupun terkadang kualitas jaringan telepon yang membuat emosi jiwa naik ke level tingkat jahanam), kakak saya selalu berceloteh lincah, mengabarkan semua cerita tentang perkembangan keluarga dan kota kami tercinta. Kakak yang selalu berusaha meluangkan waktu, untuk sekedar mendengarkan keluh kesah penting gak penting adiknya yang tidak pernah beranjak dewasa ini,hahaha.

Kami, memang bukan kakak beradik yang romantis. Bukan juga kakak beradik yang sangat akrab sejak kecil. Tapi saya, hari ini, bersyukur sekali kepada Sang Kekasih Abadi, untuk menghadiahkan salah satu karya terbaikNYA sebagai teman saya dalam keluarga, orang yang waktu kecil sering saya rusak boneka dan semua permainannya, sampai mungkin nanti kami menjadi tua, dan tetap menggila bersama, bergandengan tangan untuk meneruskan garis keturunan keluarga kami tercinta.

banyak yang bilang kami sama, kalo kata saya "pergilah beli kacamata dulu" hahahaha




Hari ini, dengan tulus saya mengucapkan “Selamat Hari Jadi buat si cantik Santi Arwati Saloewa”, Semoga Tetap Sehat, Terus Bahagia, dan Tambah Sejahtera. Belum bisa beliin kado mahal apa-apa, tapi Insya Allah, doa dan permohonan saya lebih berarti dari segalanya (basiiii gak sihhh…hahahaha).

“A sister is a gift to the heart, a friend to the spirit, a golden thread to the meaning of life”.  ~Isadora James~



Jakarta, 12 Agustus 2011
Untuk si cantik yang hari ini sedang merobek 1 kalender untuk jatah umurnya.

Menara BCA, masih putus asa melihat macet dijalanan ibukota.

11/08/11

Creating Destiny Part. 1

Jam di layar computer yang sudah hampir dua bulan ini membantu saya mencari sekedar uang untuk makan dan bersosialita, telah menunjukan angka 7.26 PM.

Lampu kelap-kelip kota Jakarta terlihat sangat indah dari jendela lantai 55, disalah satu gedung pencakar langit yang berdiri angkuh dibilangan Bundaran Hotel Indonesia, jantung kota ibukota polusi ini, dimana disalah satu sudut persis disamping kaca terletak meja kerja saya yang berantakan dengan berbagai dokumen dan barang-barang berwarna kuning khas saya, lengkap dengan tiga buah pigura berwarna kuning yang berisi foto-foto orang-orang terdekat saya.

Masih banyak deadline yang harus saya kejar minggu ini. Kerjaan kantor formal menjelang Lebaran gini sibuknya nauzubillah. Kerjaan lepas informal minggu ini belum mencapai target yang sudah saya susun diawal minggu. Pengen nangis rasanya, sama pengen jambakin rambut orang (hahaha).

Padahal, masih segar diingatan, 2 bulan yang lalu, saya masih berfoya-foya disalah satu gugusan pantai diujung pulau Jawa. Tertawa-tawa ditengah sapuan ombak, meliuk lincah pada kedalaman air laut yang walau jam 12 siang, terasa sejuk dikulit. Pantai, angin, dan langit biru, serta bintang malam, merupakan sinergi unik yang selalu menenangkan syaraf dan otot lelah saya menghadapi kerasnya Jakarta (apa coba).

menikmati hidup digugusan pantai


Hampir dua bulan saya kembali bekerja, beraktifitas layaknya “orang normal”, bahkan sekaligus mengerjakan dua pekerjaan yang sama-sama menyita waktu dan tenaga. Kenapa? Karena kali ini saya tidak mau kecolongan rencana dan waktu. Hidup saya 2 tahun belakangan benar-benar jauh melenceng dari “milestone” yang sudah saya susun, akibat ketidakdisiplinan saya dalam menyusun dan menjalankan rencana. Dan akibat dari ketidakdisiplinan itu sungguh menyakitkan, dan membuat saya harus rela mengulangnya lagi dari awal. Setiap hari saya menghibur diri dengan kata-kata positif yang jadi afirmasi untuk pelaksanaan tujuan saya tahun depan. Tapi tiap hari saya juga harus rela melihat status teman-teman saya di akun jejaring sosial milik mereka tentang perjalanan-perjalanan menyenangkan mereka keliling Indonesia dan dunia. Benar-benar membuat batin saya memaki dan terkadang berpikir kembali, apakah benar keputusan saya sekarang?

Tetapi, banyak hal yang akhirnya membuat saya bangkit dari mimpi dan hal-hal manja lainnya. Semua hal menyenangkan yang diperlihatkan teman-teman sesame petualang, saya jadikan sebagai suplemen, dan referensi , dan saya berjanji, tahun depan, ketika “kerajaan” saya sudah lumayan stabil, saya akan menjalankan kembali mimpi-mimpi saya yang sekarang saya paksa “istirahat sejenak”.

Tidak ada pencapaian tanpa sebuah pengorbanankan? Tidak ada hasil yang spektakuler tanpa sebuah rencana yang brilian yang diiringin disiplin yang luar biasa kan? Tuhan itu tidak pernah tidur. Dan sekali lagi saya percaya dengan kata-kata, semua kejadian terjadi karena suatu alasan. Hanya saja, saya masih harus bersabar, untuk mengetahui apa alasan dibalik jungkir baliknya saya sekarang.

Seperti kata idolanya idola saya (hahaha), “Life is what happens to you while you’re busy making other plans (John Lennon)”. Jadi, sekarang inilah hidup saya. Seorang Shinta yang sibuk bangun pagi, kembali membangun mimpi dan merencanakan kehidupannya dengan lebih pasti. Tidak ada jalan lagi untuk berbalik dan lari. Itu hanya cara seorang pecundang yang memilih pergi dan bersembunyi. Mudah-mudahan Tuhan, si Kekasih Hati yang abadi, akan selalu membimbing dan menuntun saya kearah jati diri yang sesuai dengan mimpi.

“I believe that everything happens for a reason. People change so that you can learn to let go, things go wrong so that you appreciate them when they’re right, you believe lies so you eventually learn to trust no one but yourself, and sometimes good things fall apart so better things can fall together.”

Jakarta, 11 Agustus 2011
8.25 PM waktu si kompie

Menara BCA, masih berkutat dengan komputer dan deretan lagu dari headset si KuBee, seluler pintar yang hampir kehabisan tenaga.


Jakarta pada malam hari, dari jendela disamping meja kerja saya ^_^

Karena si KuBee bener-bener lowbat, saya akhirnya browsing pemandangan yg mirip dgn apa yg saya liat dari jendela



berasa berkunjung dimarkas salah satu parpol gak sih,hahaha

mimpi pertama saya tahun depan...semoga terwujud...aminn aminnn