23/06/10

Refleksi Cinta Part 2: Kebijaksanaan yang Lahir dari Pengalaman

Cinta, ternyata tidak gampang untuk dijalani. Kita butuh banyak belajar untuk itu. Belajar dari pengalaman, belajar dari orang2 sekeliling, dan belajar berdamai dengan waktu.
Mengamati dan menjalani, itulah prosesku untuk lebih memaknai cinta dalam perjalanan hidupku. Thanks God, aku banyak diberi ujian ketika mulai belajar, diberi banyak orang2 yang masuk dalam kehidupanku, untuk belajar tentang bagaimana sebenarnya menjalani cinta itu sendiri, dengan menggabungkan pengalaman dan cerita dari orang2 sekelilingku tersebut. Tak heran, banyak orang yang mati demi cintanya, karena dia mungkin tidak bisa berkompromi dengan hal2 lain yang mengkomposisikan bahan dasar cinta tersebut (konflik, perang batin, canda,tawa,tangis,intrik,tulus,ikhlas, dll), tetapi tidak sedikit pula orang yang menjadi sangat kreatif dan berhasil menemukan jati diri mereka ketika mereka berhasil mengkolaborasi hal2 positif dan negatif dalam cinta menjadi sebuah karya agung yang lebih bermakna, atau sebuah pencapaian yang lebih bisa menggambarkan, betapa sebenarnya cinta itu diciptakan untuk mewarnai kehidupan manusia, sehingga menjadi paripurna.

Dulu, ketika aku masih belum mencoba jujur pada diri sendiri, aku selalu menyalahkan para lelaki itu, waktu, dan keadaan yang tidak pernah sesuai dengan keinginanku. Padahal, mereka, para lelaki itu adalah karya Tuhan yang sengaja didatangkan sesuai tugas mereka masing2. Mendidik, mengajarkan, serta menguatkan aku dalam proses belajar. Mereka tidak pernah salah, waktu juga tidak pernah salah, tidak ada yang salah ketika kita mencoba untuk lebih melihat dari berbagai sisi, berbagai kepentingan. Aku yang sudah benar mempraktekkan peribahasa”kita baru sadar betapa berharganya sesuatu, ketika itu sudah tidak berada ditangan kita”, tapi memarahi diri sendiri dengan ”hubungan itu seperti gelas kaca, ketika dia retak dan akhirnya pecah, akan lebih baik membiarkan dia seperti itu, daripada itu akan melukai tangan kita”, dan mencoba menghibur diri dengan ”Life isn’t fair, but it still good” tapi kemudian menyadari bahwa ”Berdamailah dengan masa lalumu, agar itu tidak merusak masa kini dan masa depanmu”. Menjadi tua itu wajib, tapi menjadi dewasa itu pilihan. Saatnya untuk merubah paradigma dan sifat yang salah, yang ternyata merusak jiwa ini, membuat segalanya terlihat picik dan penuh rekayasa.

Buat semua yang ada di note ini, Shinta ucapin banyak terima kasih. Ini semua terinspirasi dari kalian, gak punya maksud untuk sekedar eksis di wall kalian, ato cari sensasi yang gak berguna. Tanpa kalian sadari, kalian telah banyak ngajarin aku banyak hal, membuat aku berterima kasih pada Tuhan, betapa beruntungnya aku dipertemukan dengan orang2 seperti kalian. Papa, Mama dan K’Santi, yang selalu tau kapan saatnya mereka harus menegur, tapi juga mengerti dengan memberi kepercayaan dengan membiarkan aku belajar sendiri dan suatu saat kembali lagi dengan menjadi Shinta yang selalu mereka banggakan, pasangan om Nasrul Ramadhan dan tante Poppy Zuchra, pasangan unik yang rela naik motor vespa antik dari RCTI Kebon Jeruk sampai Gading Serpong Tangerang ato keliling naek vespa ke kampung2 yang masih asri sebagai salah satu upaya biar tetap awet kayak mereka masih muda, dengan cerita2 tentang bagaimana cara menyiasati kehidupan berpasangan agar tidak bosan dan selalu menemukan hal baru, bersedia jadi mama papa angkat di Jakarta yang rela rumahnya diberisikin oleh dengkingan suara gak jelasku, yang selalu ngirimin email2 berbau agama agar anak angkatnya ini kembali ke jalan yang benar, yang selalu mendoakanku agar segera dapet jodoh yang baik agamanya (amin tante om,makasih banyak), Stanley Manus, sepupu yang sejak kegagalan kisah cinta pertamaku sampai sekarang, selalu siap jadi ”shoulder to cry on”, dan ngajarin bahwa selama ada niat mau merubah sifat jelek kita, Tuhan akan nunjukin kita orang yang tepat, dan ketika itu sudah ada didepan mata, jaga baik2 dia.

Ivan Telwe dan Meidy Tumbelaka, untuk pelukan dan tamparan, pujian dan cacian, bisikan dan teriakan, hari demi hari, yang bikin aku kuat, sadar, bangkit, dan akhirnya lepas dari awan hitam itu, Cyanthi Manoppo buat teori hukum ekonomi yang dikonversi ke teori dalam berhubungan, Nola Pongantung dan Ficho Watilete, pasangan unik yang selalu setia dan awet sembari memperlihatkan ”ini lho keindahan dunia yang dilihat dari kacamata cinta” (oh maygattt, ada artisss...Glenn ma Dewi Sandra...jiahahah), Teddy Muhammad, teman sesama Tukang Jalan-Jalan plus Tukang Jajan-Jajan yang menemani trip2 patah hatiku selama ini (saia sudah sembuh sekarang, tapi ajaibnya sakit jalan2 itu masih akut, T_T), Rezky Dunggio dan Elvira Mokoginta, duo fashionista yang ngajarin, kalo abis patah hati itu justru harus tampil secantik mungkin, gak ada salahnya menghibur hati dengan melihat tampilan wajah sendiri (hahay...narsisme yang sangat menolong galz), Teddy Mintjelungan dan Sari Wowor, satu2nya pasangan suami istri yang jadi mami papinya ManDJa, yang hidup terpisah demi meraih masa depan, yang tanpa mereka sadari ngajarin bahwa kemanapun badan kita berada, selama hati kita menyatu, jarak, waktu, uang dan segalanya adalah hal2 yang bisa diusahakan dengan kekompakan, hal2 kesekian yang gak akan membuat dunia runtuh, Dimas Adi dan Switha Sambul, untuk pelajaran cinta kalian ”when I say I love you..I takes all the bad and good side about you.. cause loving others is easy when you love and accept yourself”.

Harry Kawanda, calon master psikolog (tereakk amennnnnn) yang senang ilmu psikologi untuk mengobati diri sendiri (haha), yang menjadikan aku salah satu kelinci percobaan dengan semua nasehat2nya yang membuka pikiran, yang status terakhirnya di FB, sangat menyentuh dan sangat ”not so Harry” mengingat sakit jiwa akut yang dideritanya ,hal yang memicuku untuk memulai dan mewujudkan semua ide yang tertanam disudut otak, Kuberdiri disini, menatapmu, dan menarik nafas awalku, menujumu. Belum terlambat memang, untuk melupakanmu, meniadakan keberadaanmu. Namun kuhirup nafas terakhirku, dan memilihmu untuk hidupku. Memilih untuk dikutuk dunia. Sampai pada saatnya, mereka akan tahu, sempurna untukku adalahmu. (ku pinjam statusmu mak, buat sedikit referensi), Kharisti Melati yang selalu yakin akan adanya cinta sejati, ketika yang qta butuhkan hanyalah sabar, dan kalimat2 penyemangat hari yang ditulis via ym sejak mata ini membuka sampai menutup kembali setiap hari (makasih mak, ketika lu dah sabar ma gw, maka welcome to the ”sakit jiwa club” hahay), Lyana Indah yang selalu ngasih liat semangat dalam kelemotan tiada tertolongnya, ketika cinta itu bisa dikonfersikan dengan semangat bekerja, bahwa mimpi itu harus dikejar sampai ke Ragunan, jiaahahaha, Shandy Kharisma dan Dwiani Hapsari (pasangan yang lama2 mirip mukanya) yang ngebuka mataku, bahwa gak ada pasangan didunia ini yang sempurna, tetapi ketika kita menjalani itu dengan tulus, maka seisi dunia akan membantu hubungan itu untuk menjadi paripurna.

Gerry Sirait Bumbungan, orang yang sebenarnya telah lama ngajarin (sayangnya aku telat sadar) kalo ketika kita sayang, tak perduli apa kata orang, dan jangan pernah menyalahkan keadaan yang tidak sesuai dengan kemauan kita, gali potensi diri, untuk menutupi kekurangan dan mengasah kelebihan, Novita Octaviani, yang nunjukin dibalik semua pertengkaran dan petualangan cinta kekasihnya, sejak tahun 2002 sampai sekarang (mungkin, sotoy gw Vit, maap ye hehe), ada doa yang selalu diselipkan untuk kekasih hatinya, sahabat hatiku si CA di part 1.

Renny Kristina, untuk kisah perbedaan yang bisa selalu teratasi ketika kita rela plus ikhlas, dan menjalani smuanya dengan lapang dada, Chairul Akbar, sang sahabat hati, untuk ”latihan uji kesabaran dan mental” yang setahun lebih diajarin, untuk penghiburan2 dikala ”kabut” itu masih sering turun dikepala, dan airmata itu masih deras seperti Niagara Waterfall, maaf atas segala tuntutan yang tidak beralasan dan merugikan persahabatan kita itu yah, dasar adik tak tau diri ini. Tapi aku yakin, kamu akan selalu menyambut ku didepan pintu biru itu dan berkata dengan senyum jenakamu ”ehhh...ada kk Shinta...darimana kk Shinta”, tak perduli seperti apa pertengkaran sepihak yang aku ciptakan. Nadif Fabiansyah, ”berani berbuat, berani bertanggung jawab”, pesan moral yang selalu diulang2 ketika otak ini masih bertarung dengan perasaan, dan hasilnya selalu 7-0 seperti pertandingan Portugal kemarin,jiahahaha. Ibu Sarahdita, orang pertama yang tidak bertanya ”buat apa?” tapi memberi pompa semangat dengan ”butuhnya kapan?”, untuk semua sumbangan pemikiran yang briliant, dan pemberian kata2 semangat yang tidak pernah aku duga, malu hati rasanya jika masalah cinta ecek2 ini jika dibandingkan dengan pergumulan hidup yang berhasil Ibu lewati, kata2 ”maafkanlah dirimu terlebih dahulu, pasti akan lebih mudah kau memaafkan orang lain”, Tydara Risalia, neng geulis yang selalu menghibur dengan kata2 penyejuk hati, yang pengalamannya sebenarnya lebih dramatis dariku, kisah klasik anak2 korban keadaan, yang tetap eksis menjalani hari, bahkan selalu siap membantu, selalu mengerti tanpa pamrih, selalu tersenyum melihat kekonyolan sahabat tengilnya ini, dan selalu mengingatkan bahwa kalo ketika kita kecewa, bawalah dalam sholat, niscaya Tuhan akan memelihara rasa kecewa itu, dan mengganti dengan bahagia, sesuai dengan waktu yang ditentukanNya. Dewi Ratih Maharani, untuk ilmu puasa dan sholat sunnah yang selalu diulang2 didepanku, dan menunjukkan, betapa bahagianya menjadi seorang yang berjalan dijalan yang diridhoiNya, Ussy Susilawati, sobat sekamar, yang dulu membuatku merasa sedikit mencibir ketika dia terlalu memuji Aanya, betapa dia selalu setia kepada pacar sekaligus teman terdekatnya itu, tapi skarang aku mengerti, bahwa keteduhan hati itu akan tercipta, ketika hati dan pikiran kita hanya tertuju pada 1 orang, Aji Jaya Saputra, bahwa tidak semua lelaki itu brengsek, perlakukanlah mereka dengan tulus, karena apapun nama jelek mereka, entah itu bajingan, bangsat, buaya darat, bokis, dll yang bisa ngegambarin betapa mereka itu hmmmmm....yahhh...tapi mereka tetap punya hati, yang akan membalas perilaku kita dengan penuh kasih, ketika kita tulus menyayangi..

Shelty Christine Marentek, untuk award ”Kekasih tersetia dan terbaik abad ini”, kata2mu yang sampai sekarang terngiang2 dikepalaku adalah ”gak masalah aku bersabar dengan 1 orang saja, bukannya lebih pelik menghadapi orang2 yang berbeda setiap tahun”..hahay, bisa aja deh menghaluskan bahasa ”dasar player” itu, Mawar Hulinggi, teman sesama ”hobi”, untuk broadcast ”24 Tips for A Better Life” yang sampe sekarang kusimpan di memo Bbku, panduan kalo hati lagi kacau, Theodoron Arthur Voges, karena bbm2 broadcastnya yang beberapa kali berhasil membuat aku tersenyum dikala derasnya air mata mengalir selama berbulan2. , Faramitha Monoarfa dan Iskandar Chiko Uno, 2 adik setia yang selalu mendengar keluh kesah dan kegilaan jiwa ini, yang akhirnya menjadi pasangan, pasangan abadi yang walaupun sering berkelahi, tetapi mereka tau, kepada siapa mereka akan kembali, ketika kaki lelah melangkah, dan hati letih mencari, dan memperlihatkan padaku, terkadang menyenangkan berjalan bersama seseorang dalam diam ketika kaki telah lelah berjalan.

Indriani Karinda, untuk kesetiaan tiada taranya kepada sang kekasih, Roy Asona, yang membuat aku sadar, alasan Tuhan memisahkan kami berdua saat itu adalah karena suatu saat akan ada wanita berhati seluas samudra sepertimu yang menerima dan mendampingi dia dimasa senang dan susah dengan penuh kesabaran dan cinta, Irma Marola, untuk ketabahannya kepada salah seorang sahabatku, big brada Khairulamri, ketika masalah kalian menjadi inspirasiku, membuatku selalu sadar, bahwa selalu akan ada pelangi setelah hujan. Yulianti Suwarsi dan Mardianti ”Upik” Marlian, akan kisah nyatanya tentang peribahasa ”jodoh itu udah ada yang mengatur” ,kesabaran yang berbuah manis yah galz?? hahay, Faizah Septyawati, dalam totalitas untuk mencintai seseorang tidak diukur dari apa yang dia telah berikan, tapi apa yang bisa kita berikan untuknya.

Rury Pristiana dan Ratman, hubungan jangka panjang kalian, ngajarin aku, bahwa ternyata banyak cerita indah yang bisa dipelajari seiring waktu, Hendro Priharsoyo, sobat dadakan yang cerewet tapi mempunyai kata2 ampuh untuk membuatku terbahak2 dimalam hari.

Para wanita rempong penghuni kostan "Ci Lani's resident", Genteng Ijo 86, keluarga baruku 3 tahun terakhir ini, Windhy Pelupessy,Laura Tobing,Indah Kusumawati, Ruhmy Febrianti, Evi Aprianti, Regina "Rere" Windyasti, beragam kisah pelik hasil curhat dimeja makan kostan, ngajarin aku bahwa waktu akan menjawab semuanya, jika kalian sekarang terbukti berhasil melewati dengan tetap ceria, begitupun seharusnya aku. Mari kita kejar Sandy Sandoro sampai ke Mega Kuningan...hahahahaha.

For Mr Juhan Willyanto, you always teach me that “where there is a will, there is a way”. Slogan yang selalu tertanam, dan selalu terbukti ketika dijalani. Ditambah dengan kalimat dukungan “Come on Beb, u can do it. I’m really sure u can”. Tanpa aku sadari, ternyata kata-kata itu yang selalu ada untuk mengganti posisi lahiriahmu yang dulu jauh disisi, membuaku kuat untuk menjalani hari sendirian dikota yang dulu sama sekali asing ini. Terima kasih banyak untuk semua yang pernah kamu ajarin. Gara2 patah hati, aku jadi lebih mengerti, bahwa tak semua hal bisa aku atur dan miliki sesuai yang kumau, dan lebih tau, bahwa kalo kangen itu dibawa sholat, bukan curhat, jiahahahaha. Pinjem momen ultahmu yak, untuk mengukur seberapa besar kemampuanku ketika ingin bangkit dan menatap dunia lagi, dan heyyy...i did it, dan membuktikan bahwa pepatah ”no one is in charge of your happiness except your self” itu benar adanya. Sekarang, saatnya aku untuk kembali berlari, masih banyak hal yang belum aku alami, masih banyak mimpi yang harus aku raih. Tak lupa, kapanpun dan dimanapun, aku selalu mendoakan kamu, agar tetap sehat dan terus bahagia. aminnn

And hey you, Ivona Malonda, his new guardian angel, please take care of my baby, I know u are the best for him rite now. Always pray for your happiness. Glad to know you, thanks for ur invitation to being your friend, even just in Facebook frame, I really appreciate it. God Bless You both.

KEBAHAGIAAN ITU BISA DIUKUR, JIKA KITA MERASA BAHAGIA, BERARTI KITA BAHAGIA. LAIN HALNYA DENGAN KEBIJAKSANAAN, JIKA KITA PIKIR KITA BIJAKSANA, BELUM TENTU PIKIRAN ORANG LAIN BEGITU TENTANG KITA. (Paris Pandora, Fira Basuki).



Jakarta, 23 Juni 2010
Joyeux Anniversaire Juhan Willyanto...
Hanya doa bisa kuberi, serta permohonan maaf jika ada salah kata diwaktu kemarin.

22/06/10

Refleksi Cinta Part 1: Aku dan Para Lelakiku

etualangan cintaku mungkin tidak sehebat orang lain. Masih banyak orang yang aku kenal, yang kisah cintanya lebih indah, atau lebih dramatis dari yang bisa aku tuturkan, tapi untuk apa membandingkan diri dengan orang lain. Aku tidak akan pernah iri dengan orang2 itu, karena aku tidak pernah tau, seberapa berat perjalanan mereka untuk mencapai semua itu.

Bisa dibilang, aku memulai petualangan cinta ketika memasuki bangku kuliah. Terlambat mungkin, mengingat disekelilingku pada masa itu sudah memulai petualangan mereka sejak bangku SMP. Aku, si tomboy yang cuek bebek, merasa bahwa belum perlu memiliki teman laki2 khusus, karena sejak dulu, punya banyak sekali teman2 laki2 yang bersedia mengawal tanpa harus memakai embel2 “kekasih”, yang artinya, aku tidak harus menangis secara berkala ketika bertengkar ato repot2 mencari tau keberadaan mereka siang dan malam (menurut hematku waktu itu, sesuai dengan beberapa pengalaman nyata teman2 sekeliling), dan mendapat perlakuan istimewa secara lebih tulus dari seorang yang berstatus sahabat tanpa tendensi perasaan.

Namuh hei, ternyata setelah kucoba, betapa menyenangkan berada diantara aliran gelombang yang dinamai cinta itu. Lagu-lagu yang selama ini ku nyanyikan dengan biasa saja, ketika dinyanyikan dengan memakai embel-embel perasaan, terdengar lebih indah, dan tentu saja, cara menyanyikannya pun lebih bermakna. Akan tetapi, aku tipikal cewe yang malas jika ada yang mendekati duluan, gak bermaksud sombong, tapi sejak duduk dibangku SD, ada saja yang membuat alm.mamaku pusing karena tengah malam ada anak lelaki yang menelponku sekedar untuk basa basi ato bahkan memperdengarkan lagu dari tape ketika dia malu untuk berbicara denganku,hahahaha. Aku lebih tertarik ketika aku yang lebih dulu melihat, dan menetapkan target sasaran cinta, jiahahaha. Ada salah satu ciri khas dalam sejarah pacaranku, aku tidak pernah “ditembak”, istilah gaul untuk seorang cowo/cewe yang ingin menyatakan isi hatinya sebagai awal mula 2 orang berpacaran. Para lelaki itu hanya membahasakannya lewat tatapan mata, atau genggaman tangan, atau pelukan mesra, itu saja. Jadi bisa dibilang, sampai saat ini, aku belum pernah ditembak oleh lelaki manapun...(sedihnya... jiahahaha).

Pacar pertamaku, sebut saja FM, teman seangkatanku di fakultas ekonomi, seorang cowo yang sangat menyukai musik. Bahkan kami pun “jadian” (tanpa kata sepakat atau kalimat2 penembakan khas orang mo jadian) ditengah acara konser musik Ari Lasso, hahaha, ditengah lautan manusia yang memadati stadion, sungguh khas anak muda la yah. Pengorbanan pertama yang aku lakukan demi cinta, yahhh sama yang ini. Waktu itu aku rela keliling semua department store dikotaku, pada saat langit Manado sedang menangis kencang alias hujan deras,hanya untuk mencari 1 kaset White Lion, yang ketika itu mau dipakai pacarku untuk latihan band pas mereka mo ikutan festival musik antar fakultas. Ajaibnya, badanku yang memang sejak lahir agak2 ringkih alias penyakitan, sampai beberapa hari kemudian secara mengejutkan tetap sehat walafiat. Aku mulai takjub dengan kekuatan dari satu kata: CINTA. Tapi seperti kata pepatah, ada pertemuan, ada pula perpisahan. Kisah cinta pertamaku itu kandas setelah 1 tahun 1 bulan masa pacaran kami, sebabnya yah permasalahan khas anak muda. Walaupun begitu, sampai sekarang aku dan mantan pacar pertamaku itu masih berteman baik. Dia memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya lebih dulu dariku (ahh..cowo cakep pasti cepat laku...jiahahaha). Anaknya seorang gadis cilik cantik (aku pernah bercanda padanya, hayooo...kualat kamu playboy, anakmu cewe skarang..hahaha).

Pacar kedua, hmmmm...sebut saja RA. Aku punya inisial untuk menggambarkan hubunganku yang 1 ini yaitu 3H. Hmmm...Hufttt...Hahahaha...alias tak terkatakan :). Hubungan yang paling menguras emosi kala itu. Cowo ganteng ini (lagi-lagi hormon lelakiku lebih kuat, alias melihat seseorang dari paras terlebih dahulu,hehehe), mampu membuatku mabuk semabuk mabuknya. Dia lelaki pintar, mampu membawa diri, dan sangat tau bagaimana cara memperlakukan wanita. Tak heran, predikat playboy melekat pada mantan gitaris band yang pernah mengeluarkan album indie ini. Terbukti dari tempat kami jadian”di tepi pantai”...jiahahaha, ketika malam pembubaran panitia, dia dan aku main gitar sendirian ditepi pantai, misah dari anak2 yang lain, dan ketika membicarakan teori filsafat dikonversikan dengan ilmu perbintangan, (hadeuh...sudah kubilang, pacarku ini pintar dan cenderung tinggi cara berkhayalnya), diiringi dengan lagu “More Than Words” (yang sampai sekarang jadi salah satu lagu favoritku), tiba2 saja dari tatapan mata dan genggaman tangan (tanpa kata2 penembakan lagi), kami pun sepakat untuk berpacaran.hahaha. Tak terhitung pengorbanan demi cintaku padanya. Melalui dia pula aku mengenal salah satu organisasi mahasiswa, yang membantuku menyalurkan bakat bawel (salah satu hormon wanita yang sedari kecil tumbuh pesat dalam diriku,hahaha). Bisa dibilang, kami berdua sangat cocok satu sama lain. Aku, yang sangat percaya dengan ramalan bintang, merasa kecocokan itu dikarenakan kami yang hanya berbeda sehari saja tanggal kelahirannya (walaupun dia lebih tua 1 tahun diatasku). Sangat menyenangkan awalnya, mempunyai teman dekat yang sama pola pikir dan sifatnya. Tapi aku lupa, bahwa ketika sifat dan pola pikirku ada sisi negatifnya, sama persis pun dengan dia. Maka hal itu pun yang menjadi bumerang buat hubungan aku dan dia. 1 tahun pertama kami lewati dengan gembira, saling ”mengubah” satu sama lain (aku mengubah cara dia berpenampilan, dia mendidik caraku dalam hal berpikir kritis). Intinya, hal2 positif bertaburan ditahun pertama hubungan kami. Memasuki tahun kedua, kami mulai diuji dengan berbagai permasalahan. Julukan pasangan sempurna itupun perlahan kandas dimakan perselisihan demi perselisihan. Puncak dari retaknya hubungan kami adalah ketika ada wanita lain yang masuk. Walah, sungguh tak terlukiskan betapa kacau balaunya hari-hariku saat itu. Tangisan demi tangisan, bahkan kekacauan nilai kuliah 1 semester, sakit hati yang membuatku seperti mandul berkreasi, malas berpikir, dan segala macam tanda2 khas orang patah hati. Aku seperti terkurung dalam gelap, merasa kesepian ditengah keramaian, dan merasa begitu bodoh ketika smuanya berjalan tidak sesuai dengan keinginanku. Berbagai hal aku lakukan, demi untuk melupakan, dari ”melarikan diri” ke berbagai kota mengunjungi beberapa teman, sampai menghabiskan waktu dijalan2 kota Manado sekedar untuk menghilangkan kantuk (ahaaa..sekarang aku ingat, sejak kapan asal muasal penyakit insomniaku bermula). Butuh beberapa bulan untuk bangkit, dan mulai menata hati. Tapi celakanya, sejak kejadian ini, muncul pola pikir baru untuk seorang Shinta. Aku, yang dulunya ceria dan polos, berubah menjadi seorang yang hati2, dan cenderung memakai prinsip, gak mau membiarkan mahluk yang namanya lelaki masuk terlalu dalam dan menyakitiku. Memang, aku dan si RA ini masih berhubungan baik (setelah beberapa bulan lewat, akhirnya kami berdamai secara organisatoris), karena lingkungan kami, baik kampus maupun pergaulan organisasi memang mengharuskan kami tetap berhubungan secara profesional. Aku banyak sekali belajar tentang politik berhubungan (hahaha, istilah yang sangat tidak membumi yang kupakai untuk jenis hubunganku saat itu). Namun, tanpa aku sadari, akibat dari perselisihanku dengannya yang susah payah harus ditutupi dengan senyum palsu khas para politikus, membentukku menjadi pribadi yang munafik dan serba palsu. Tak termaafkan lah perlakuannya dikala itu. Dendam, yahhh dendam padanya membuatku secara tidak sadar menyimpan satu niat untuk menghancurkan para mahluk ciptaan Tuhan yang diciptakan tanpa payudara tersebut (halah..hahaha).

Sahabat Hati Pertama. Aku juga punya cerita yang agak lucu sehubungan dengan dendam2 ini. Jadi ceritanya, cewe yang waktu itu masuk dalam kehidupanku dan RA, merupakan mantan pacar dari salah satu rekan dari kami di organisasi. Kebetulan pula, rekan kami ini berparas lumayan ganteng, dan jadi rebutan para wanita setelah dia melepas status ”in relationship” dengan cewe tersebut. Jadilah aku, yang kebetulan suka dengan cowo2 yg menyilaukan mata plus berkepribadian smart (dia mantan ketua umum sebuah organisasi tingkat universitas, yang sekretaris umumnya adalah si RA, jiahahaha...sebuah kebetulan yang seru bukan), langsung menetapkan target buruanku selanjutnya. Kedekatan aku dan si pak Ketua ini, sebut saja AS, membuat heboh seiisi kampus. Cibiran paling hot saat itu adalah, kami seperti bertukar pasangan. Aku juga dekat dengan keluarganya si AS ini, kakaknya sering banget menelpon dan menanyakan hubungan kami. Untuk masalah pengorbanan, hahaha jangan ditanyalah...tapi thanks to AS, aku jadi lancar mengemudi si Reddy (nama mobil kesayangan papa) demi keperluan pdkt,hahay. Yang paling menghebohkan adalah, ternyata sahabatku sejak masa SMU (yang sama2 memilih fakultas ekonomi) ternyata juga naksir sama AS. Jadilah persaingan bawah tanah antara 2 orang sahabat yang seudah seperti saudara sepiring berdua sebantal bersama itu berlanjut menjadi perang dingin (hahaha, peace Nyonyo ;p). Tapi hubungan ini pun berakhir, ketika aku hijrah ke pulau Jawa. Aku da AS memang sama2 hijrah, tapi dia hijrah ke Jakarta, sedang aku ke Semarang. Tak lama kemudian aku mendengar kabar bahwa si AS sudah jadian dengan sahabatku. AS, tidak bisa aku kategorikan sebagai pacar, karena kami tidak sempat benar2 serius membicarakan hal tersebut, walaupun dalam pelaksanaannya, kami bisa dibilang seperti berpacaran (atau aku yang keGRan yahh?? Whatever lahh).

Namun, karena aku sudah berprinsip, tak ada lelaki yang pantas ditangisi, aku pun dengan mudahnya menemukan sasaran baru dikota baru ini. Mall, toko buku, kantor dan tempat2 yang sering ku kunjungi adalah sarana mencari mangsa baru. Sempat berkenalan dengan beberapa lelaki yang mau saja dibodohi waktu itu. Membawakan makanan ke kostan untukku plus para teman2 kostan, serta mengantar jemput kesana kemari, adalah akal bulus yang aku gunakan untuk para lelaki yang mau dibayar dengan sekedar menemani mereka nonton, jalan-jalan, ato bertanding dimeja bilyard. Tak masalah bagiku, selama aku masih suka dengan kegiatan2 yang mereka tawarkan. Aku juga sengaja gak memelihara lama hubungan2 seperti ini, karena mereka membosankan buatku. Bertualang dengan para lelaki, menjadi sebuah hobi baru yang menyenangkan.

Pacar Ketigaku, tak sengaja kutemukan pada suatu pagi, ketika datang dikantor, dan pada saat melewati diteras hotel yang dijadikan kantor sementara kami, aku kesandung kaki seorang cowo yang sedang sibuk dengan laptopnya. Hey, dari mana asal pemilik senyum manis ini, kataku dalam hati. Dia cuma tersenyum, meminta maaf, dan melanjutkan kerjanya. Wah, sebuah penghinaaan untukku yang tak pernah dicuekin. Penasaran lah jadinya, siapa sih cowo bertampang biasa, bergaya biasa, yang gak memperdulikanku itu. Sepanjang haripun dia tampak tak banyak bicara, sangat irit suara malah. Terkadang pertanyaan teman-teman kantor yang lain hanya dijawab dengan senyum, anggukan ato gelengan. Malam harinya, jawabanku terjawab. Aku dan teman2 kantorku diajak bermain bilyard oleh koordinator kami. Disitu aku ketemu lagi dengan si cowo irit suara tapi murah senyum itu. Hahay...ternyata si GSB lahir satu pulau denganku. Makin gampanglah memancing obrolan sesama anak Sulawesi. Tak sulit bagiku untuk mencoba berkomunikasi dengannya, mengingat salah satu bakatku adalah cepat menyesuaikan diri dengan orang baru. GSB, lelaki yang pada akhirnya benar2 mencuri hatiku, dan mengubah 180 derajat seleraku dalam menetapkan tipe lelaki buruan. Aku yang tadinya suka dengan cowo putih, jadi menyukai cowo yang berkulit sawo matang cenderung hitam, karena menurutku mereka terlihat lebih jantan, dan sangat lelaki tentunya. Kami jadian diam2, karena malu dengan ledekan anak2 kantor, dan yang lebih penting takut dengan apa kata bos besar nantinya. Dia, yang usianya lebih tua 2 tahun diatasku (lelaki pertama yang usianya terpaut agak jauh, mengingat yang sebelum2nya sepantaran saja usianya). Dibalik sifatnya yang pemalu, tersimpan karakter keras perpaduan 2 suku yang terkenal keras perangainya. Jadilah 2 perangai keras beradu. Sering sekali aku berdebat karena perbedaan pendapat, dan sialnya, aku sering kali kalah dalam adu argumentasi tersebut. Tak jarang aku menangis (yeahh riteee...satu hal pantang yang aku lakukan utk cowo2 terdahulu) jika sudah berbeda pendapat. Lambat laun, terlihatlah siapa yang mendominasi dalam hubungan ini. Dia membentukku untuk belajar hormat kepada lelaki dan kepada orang yang lebih tua (benar2 penganut paham patriarki yang sangat aku benci, tapi termaafkan karena satu kata, CINTA). Konflik mendasar sebenarnya sudah ada ketika pertama kali kami pacaran, dan sebelum memutuskan untuk pacaran (lagi2 aku lupa kapan tanggal tepatnya, karena kami tidak pernah mendeklarasikan secara tulisan ataupun sengaja mengingat tanggal kapan). Konflik itu bertajuk: PERBEDAAN KEYAKINAN. Susah2 gampang menjalani hubungan ini, tapi justru dari sini aku belajar tentang bagaimana berkompromi demi cinta. Lucu lho, ketika setiap hari dia membangunkan aku untuk sholat subuh, ketika dia juga bangun untuk siap2 jogging (haaa...jadi inget, kebiasaan jogging itu ternyata sejak pacaran dengannya), ato ketika tiap minggu sore aku menelpon dia untuk mengingatkan dia untuk segera mandi dan ke gereja. Tapi kemesraan kami dikota bandeng presto itu tak berlangsung lama. Akibat mulutku yang nyeletuk pas rapat dikantor tentang orang2 yang akan dipindahkan ke proyek Sumatera yang sejatinya akan memindahkan orang2 yang memang berasal dari sana, aku mengatakan dengan yakin bahwa dia asli Sumatera Utara, dan baru belakangan sadar bahwa aku yang menyebabkan dia pindah ke kota yang mempunyai oleh2 kue yang tidak sesuai dengan nama kotanya (Bika Ambon). Walaupun pacaran beda kota kami menjalaninya dengan gigih, dilihat dari seringnya kami menguras tabungan masing2 untuk sesekali terbang saling mengunjungi dikota masing2, ato bertemu dipertengahan, yaitu Jakarta, bahkan akhirnya aku mengiyakan tawaran bos untuk pindah ke Batam, agar lebih dekat dengan kotanya, yang tentunya bisa lebih menghemat biaya kunjungan. Keluarga, adalah salah satu pemicu pertimbangan akan hubungan yang seperti kata lagu Armada (mau dibawa kemana hubungan kitaaaa). Baik keluargaku maupun keluarganya, tentunya tidak akan setuju apabila anaknya berpindah keyakinan. Tak jarang aku maupun dia menangis karena putus asa akan kelanjutan hubungan ini.

Pacar Keempatku. Tanggal 5 Juni 2007, ketika aku baru pulang dari mengunjungi pacar ketigaku diMedan, aku dipertemukan Tuhan dengan si lelaki berkulit hitam manis yang mempunyai mata berbinar jenaka khas anak kecil (satu yang menambah daftar panjang tipikal cowo yang aku suka, harus bermata menarik perhatian), ketika aku kembali ke kantor Batam, dan berniat mengambil pisau di pantry kantor untuk memotong kue oleh2 dari Medan. Dia bersama 2 orang teman lainnya yang juga tampak asing bagiku, duduk didepan laptop dan serius bekerja. Namanya JW, tapi aku memanggilanya Rancung, dikarenakan hal yang pertama menarik perhatianku selain matanya adalah, model rambutnya yang rancung2, istilah lain dari jabrik alias runcing2 keatas, model khas ABG waktu itu. Aku yang merasa anak lama, menyapa terlebih dahulu, sambil menawarkan kue yang aku potong2. Aku jadi tertarik dengan dia, karena dibalik sifatnya yang kekanakan, polos, dan apa adanya, tersimpan jiwa cerdas dan mampu memimpin. Cowo yang dengan pedenya mau jadi imam sholat anak2 cewe dikantor. Aku pun jadi sering ngobrol dengan anak itu, dan sering diledekin Bunda dan anaknya, karena perlakuanku terlihat seperti seorang emak2 yang ngemong anaknya. Dia memang lebih muda 6 bulan dariku, jadi dia memperlakukanku layaknya kakak cewe yang bisa ditanyai macam2. Dia pun tau hubunganku dengan GSB, dan tidak pernah mempertanyakan. Hal itu berubah drastis ketika kantor kami mengadakan ”First Gathering” yang bertepatan dengan hari ulang tahun si Rancung. Aku, yang kebetulan saat itu menjadi mc untuk acara games, mendaulat dia dan seorang lagi temanku yang ultahnya berdekatan dengan hari itu. Tampangnya lucu sekali ketika tiba2 diminta naik ke atas panggung utk meniup lilin. Anehnya, ada perasaan bahagia ketika melihat dia tersenyum dan mengatakan ”terima kasih, gw gak nyangka lu inget cerita gw kemaren tentang hari ultah gw”. Malamnya, kami melanjutan ”party kecil” disalah satu cafe terkenal disana. Pulangnya, aku yang kecapean tertidur dimobil, dan tanpa sadar tertidur dipangkuannya. Keesokan harinya, kami berdua jadi sering telponan (salahkan Indosat yang saat itu memberikan promo bebas pulsa video call selama 12 menit pertama). Jadilah kami sering memanfaatkan fasilitas itu untuk sekedar ledek2an ato mempertunjukkan wajah konyol kemudian tertawa berderai tanpa menyadari bahwa apa yang akhirnya menjadi kebiasaan kami itu membuat masing2 merasa kangen ketika seharian saja tidak melakukan video call. Ketika aku tersadar, ohh tidak...aku masih terikat dengan seseorang yang setia di ujung sana. Rasa bersalah mulai merayapi hati, tapi perasaan tidak bisa dibohongi. Aku mulai sering membohongi GSB, dan dia pun lambat laun mulai menyadari adanya ketidak beresan dalam hubungan kami. Puncaknya ketika aku dan beberapa teman sekantor dan tentunya JW, melancong ke negara tetangga. Ketika kami berfoto2 bersama, ada salah satu pose agak mesra antara aku dan JW, dan hal itu menjadi bencana ketika teman yang punya kamera menaruh foto itu disalah satu situs jejaring sosial, dimana bisa diakses oleh GSB yang juga merupakan teman dari yang punya foto. Kisah sinetron itu pun dimulai. Kami bertengkar hebat, yang menyebabkan aku kurang tidur dan tidak napsu makan. Puncaknya, aku pingsan dikantor dan harus dilarikan ke RS. Tidak sampai dirawat memang, tetapi aku dibawa pulang oleh JW, dan hari itu pula, hatiku resmi berpaling. Fotoku bersama GSB yang bertengger diatas televisi dikamarku, secara sukarela aku turunkan. Aku pun mulai menghindari GSB, tapi belum mau mengakui kepada teman2 lain bahwa statusku sekarang sudah berpaling hati. JW tampaknya kecewa sekali akan hal itu, tapi dia tetap sabar. Ada satu peristiwa yang membuatku kelimpungan. GSB menelponku dan mengatakan dia muntah darah, setelah aku paksa, dia mengaku mengisap rokok sebanyak 3 bungkus perhari selama sebulan sejak kami bertengkar, akhirnya paru2nya tidak kuat akan itu. Dengan panik, aku memesan tiket, berbohong pada bosku, dan tentunya pada JW, bahwa aku akan ke Jakarta untuk urusan interview kerjaan. JW yang mengantarku ke bandara, curiga dengan jadwal keberangkatan pesawat, tetapi dengan mata berbinarnya itu, dia tetap mengatakan hati2 dijalan, mencium keningku dan mengatakan ”semoga sukses sayang”.
Tapi akhirnya, seiring dengan waktu, aku tak lagi memikirkan GSB. Dihatiku cuma ada JW seorang (hadeuhh...mulai lagi bahasa dangdutan). Sampai aku dipindah tugaskan ke Jakarta, kami masih tetap berhubungan. JW juga yang sangat sabar menghiburku yang awalnya tidak betah dikota keparat ini. Ketika mamaku meninggal, dia juga ikut terbang bersama seluruh keluarga besarku untuk mendampingi hari-hari tersulit keluarga kami itu. Bahkan ketika aku harus menyelesaikan skripsiku, utang moral kepada mama papaku, setiap malam dia selalu menemaniku begadang menyelesaikan skripsi,lewat hp dan chatting via internet. Kalimat2 yang tak pernah putus dia perdengarkan adalah “Come on Beb, u can do it. I’m really sure u can”, jadi semacam suplemen yang membuat badan penyakitan ini kuat lama2 bergadang dan akhirnya berhasil diwisuda pada bulan Februari 2009. Tak lupa, dia juga terbang mendampingiku ketika acara wisuda, dengan wajah bangga, dan senyum yang membuatku yakin, tidak sia2 dulu aku memilihnya. Namun, ternyata tidak selamanya roda itu diatas. Aku selalu mempermasalahkan keengganannya memperkenalkanku dengan teman2 dan keluarganya. Aku, yang dulu selalu dekat dengan keluarga dan teman2 pacar2ku terdahulu, merasa ada yang ganjil ketika dia selalu menolak ketika aku meminta dikenalkan. Rasa percaya itu pun lambat laun menghilang, dan memicu pertengkaran demi pertengkaran, tangisan dan teriakan, kemarahan dan kekecewaan kedua pihak, berujung pada putusnya hubungan serius yang berjalan selama hampir 3 tahun tersebut. Keputusan yang aku ambil, yang disetujui olehnya, mungkin dikarenakan keduanya sudah terlalu lelah dengan semua kabut yang menutup cinta selama ini berputar diudara. Keputusan yang tanpa aku sadari, menggerogoti jiwa ini, sampai pada tahap yang hampir tidak tertolong, kalau saja Tuhan tidak meraih tanganku untuk kembali.

Sahabat Hati Kedua, bertemu denganku dihari pertama aku pindah bagian. CA,yang merupakan nama pemberian kakeknya, duduk dipojok ruangan, cuek dengan laptopnya dan tidak mengindahkan kehadiranku, dimana teman2 lainnya sibuk mengajakku berkenalan. DeJavu, itu yang aku rasa. Sepertinya aku sudah mengalami ini berkali2. bertemu dengan para lelaki yang mencuri hatiku ketika mereka sedang asik didepan laptop. Ketika dia akhirnya menoleh, tersenyum, dan berdiri untuk berkenalan, aku terkesima. Dia mirip sekali dengan pacar ketigaku, dari segi wajah dan suara beratnya. Pantas saja, ternyata setelah meng-add FBnya, aku tau dia cuma berbeda 5 hari lahirnya dgn GSB (lagi2 ramalan bintang yang membuatku jadi agak musyrik itu mempengaruhiku). Oh Tuhan, godaan apalagi ini (waktu itu aku masih berpacaran dengan JW). Kejutan lain dari Tuhan adalah ternyata dia tetangga sebelah persis kostanku. Setahun kami tinggal bertetangga tanpa saling kenal. Akhirnya aku jadi akrab dengannya. Anak baik dan cenderung punya dunia sendiri. Gak punya banyak teman, karena sifatnya yang pendiam. Kami sering pergi dan pulang bareng, terkadang singgah makan ditempat2 yang murah tapi enak (dia punya prinsip yang sama denganku, hihihi). Pada akhirnya aku tau cerita cintanya. Dia punya pacar yang selalu putus sambung sejak 2002. waktu yang sangatttt lama. Saat kami kenal, mereka sudah putus, tapi kemudian nyambung lagi, kemudian putus lagi. Hal yang tabu buatku, ketika hubungan tampak seperti main2 saja. Tapi aku menghormati ketidakjelasan hubungan mereka. Aku, sangat dekat dengan keluarganya. Dari orang tua,adik2nya sampai kakek neneknya. Mereka menganggapku seperti keluarga. Dia sangat perhatian, seorang lelaki yang juga tau persis ”how to treat a women”. Tak heran, banyak wanita yang jatuh bangun dibuatnya. Ketika aku putus dengan JW, banyak yang menyarankanku untuk jadian saja dengan dia, dan jujur aku juga pernah berharap akan itu. Wanita bodoh mana yang menolak perhatian dan kasih sayang dari lelaki ganteng plus baik macam dia. Pada awalnya, aku bersabar dengan hubungan pertemanan ini, tetapi ketika aku putus dengan JW, pada sebuah diskusi panjang via hp dengan CA, yang baru berakhir ketika adzan subuh berkumandang, aku jadi tau, dimana tempatku sebenarnya dihatinya. Aku, yang sudah dianggap adik kecilnya ini, memang terkadang sering salah menilai. Tapi Tuhan memang mengirimkanku orang2 yang tepat sesuai porsinya. CA yang walaupun berkali2 kuhindari ketika aku sangat marah karena mauku tidak diikuti, selalu menyambutku dengan tersenyum hangat, sepertii tidak pernah ada pertengkaran diantara kami. Dia, yang bersedia selalu ada, dikala mendung dan air mata masih menghadang, tetap akan berada ditempatnya, menunggu adik kecilnya ini pulang, ketika telah lelah berjalan. Menunggu, untuk sekedar menemani jajan sop kambing, atau nonton dvd. Sekarang, aku akan mempunyai "calon kakak ipar" seorang dokter. Tak berhenti aku ikut mendoakan kebahagiaan "big brada"ku ini, sama persis dengan doa dia dan keluarganya agar aku segera mendapatkan jodoh sesuai yang "aku butuhkan" bukan yang "aku inginkan". Aku sadar, akan ada istilah mantan kekasih, tetapi gak pernah akan ada istilah mantan keluarga.

Aku sadar, Tuhan memang Maha Segalanya. Maha Pengasih, tapi juga Maha Pencemburu. Ketika aku terlalu mencintai ciptaanNya melebihi cintaku padaNya, maka aku harus rela ketika ”titipan”nya itu diambil dari hidupku. Tapi ketika aku mau berpasrah, dan membiarkan rasa kecewaku dipelihara olehNya, ringan rasanya beban ini. Ketika bosan curhat kesana kemari, dan memutuskan mencurahkan rasa kangen dan sakit hati ini dengan membasuh muka dan tangan dengan air wudhu, maka sesegar itulah hati dan pikiran kita. Belajar memaafkan diri sendiri, agar kelak bisa memaafkan orang lain. Belajar memaafkan masa lalu, agar tidak merusak masa depan yang akan dijalani nanti. Terima kasih tak terhingga Ya Tuhan, telah kau titipkan orang2 ini sebagai ”buku bernyawa”, yang bisa aku pelajari, melalui canda tawa dan kegembiraan, juga rasa sakit dan tangisan, hingga menjadikan aku seperti sekarang, Shinta yang (Insya Allah) mandiri. Amin

Jakarta, 22 Juni 2010.
Kost Sweet Kost :)