27/10/11

Melipir Kenangan


REVE
Hujan plus petir menggelegar ini, membawa saya terbang ke hari itu, beberapa tahun yang lalu, asal kenangan yang telah lama tinggal dan beranak pinak dibenak saya.
“Nyet…dimana lu? Buruan sihh…keujanan kita ntar”
Suara itu, suara yang pada waktu itu hampir setiap hari menghiasi gendang telinga saya, lagi-lagi menyapa saya lewat sambungan telepon.
“Doelah...baru juga gluduk-gluduk...bentaran sih, nanggung ini, lagian kalo ujan yah ujan aja, basah tinggal mandi, ato kejar-kejaran dihalaman kantor lu kayak Rahul ama Anjali”
Saya menjawab sekenanya sambil tetap sibuk mengetik laporan yang harus dikirim ke email bos sebelum saya pulang.
“Najisss keripissss… sampe jaman kuda makan es krim juga jangan pernah ngarep gw bakal ngelakuin hal itu yeee… ”
Umpatan khas yang terbiasa keluar dari mulut kurang hajarnya itu membuat saya tertawa-tawa.
“Ya kalo najis guling-gulingan dipasir aja, sekalian ngebersihin dosa lu yang banyaknya ngalahin butir pasir pantai”
Pembicaraan-pembicaraan konyol kami, selalu menjadi saat-saat yang saya tunggu disore hari, ketika rentetan email, dokumen, dan laporan berebutan masuk ke otak saya, menguras semua isinya yang tak seberapa, kemudian membuat wajah manis saya ini tidak berbentuk jajaran genjang teratur lagi.
Terlalu banyak hal yang kami lalui. Sore cerah ketika kami menikmati dua piring batagor plus dua mangkok bubur ayam didepan kantornya sambil mengobrol dengan abang penjualnya tentang politik negara ini, sore mendung ketika saya hanya sanggup menahan nafas malu ketika dia dengan seenaknya berteriak-teriak sambil joget ditengah jalan karena visa liburannya disetujui, sore berawan ketika wajah yang selalu ceria itu tiba-tiba semendung langit ketika dia bercerita tentang salah seorang temennya yang sedang dirawat karena sakit parah, sore gerimis ketika kami berlarian sambil tertawa-tawa karena dikejar anjing yang lepas ketika kami mampir disebuah kompleks perumahan terkenal didaerah pusat kota yang kami sambangi demi niat mencari bakwan tersohor seantera ibukota yang mangkal disekitar situ, sore badai ketika kami terpaksa berteduh disebuah halte karena takut motor yang biasa kami kendarai mogok kena air diskonan dari langit, dan kegiatan berteduh itu dihabiskan dengan acara bernyanyi lagu-lagu berbagai genre sambung menyambung dan terkadang ditambahi dengan tarian-tarian konyol yang membuat seisi halte menoleh dan menganggap kami berdua pasien yang lepas dari rumah sakit jiwa.
Saya rindu sekali. Rindu suara berat itu, rindu suasana riang itu, rindu sosok tengil yang membuat saya harus selalu menonjok atau melempar sandal kearahnya ketika kami sedang bercanda.

Hmmm…Va…andai kamu masih disini…
CHUVA
Debur ombak yang terdengar bagai lirik lagu rock yang mengalun cadas mengagetkanku, membuat lamunan panjang tentang sosok riang berambut sebahu itu terhenti.  Jiwaku ini seakan terbang lepas dari raga, melanglang ke seberang lautan yang berada tepat didepan tempat tinggalku sekarang, berlayar jauh ke tempat si bawel itu berada.
“Nyonggg…dimenong??? Guweh udah karatan neh, dikit lagi jadi putri batu yang bakal jadi objek wisata tercihuy dikota ini”
Repetan suara sumbang khasnya membuatku tersenyum disela meeting panjang sejak pagi tadi yang membuat saraf-saraf kepalaku seperti diikat jadi sapu lidi lalu dipake membersihkan kandang ayam.
“Dihatimu donkkk….mo dimana lagi si ganteng ini berada..gwelaa lohhh”
Jawabku sekenanya, sambil mengambil bullpen untuk menulis ide untuk bahasan materi meeting lanjutan esok, yang tiba-tiba muncul dikepala sepersekian detik setelah mendengar omelan panjang barusan.
“Mana ada, dihati gak ada, dipikiran gak ada juga, apalagi direlung jiwa…gw ini sendiriannn…sendiriaannnn…ihhh…amit-amit jabang bakso deh,mending gw mati ditabrak truk sampah bantar guring deh”
Balasan yang super jayus yang selalu keluar dari mulutnya itu, spontan membuatku hampir jatuh dari kursi saking gak lucunya.
“Ya ampun REVE!!!! Itu gak lucu sama sekaliii….pengen nangis gw nyett saking putus asa ama lelucon jayus lu itu…stop it phuweleesss!!!!!  Lagian yah, gak pake curhat juga bayar berape yeee???
Yah, si anak ceria ini terkadang membuatku putus asa dengan segala leluconnya yang cuma bisa dipahami oleh dia dan PenciptaNya.
Kami, selalu berbagi semangat lewat pembicaraan-pembicaraan ala kami. Lucu, hangat, dan bersahabat. Tidak banyak yang bisa ku ingat tentangnya selain tawa cerianya, omelan panjang disertai sandal yang selalu melayang kearahku ketika dia sudah tidak sanggup lagi membalas ledekan-ledekan yang gencar kulemparkan. Sebenarnya, aku hanya takut kehilangan momen ceria, atau terjebak diantara cerita cinta cengeng yang bisa membuat dua jiwa yang tadinya konstan berjalan beriringan kea rah yang sama menjadi lari kocar kacir ke arah yang berbeda.
Ketika aku memutuskan untuk hijrah ke tempat yang jauh dari kota asal kami, untuk merubah nasib dan sekedar melakonkan apa yang aku sebut "perjalanan kaki, petualangan diri", dia hanya tertawa dan dengan bola mata berbinar mengatakan “Wahh…seriusan??? Hebattt…anjritttt…iri abis gw ama lu…pasti gw dukung nyong, kira-kira lu butuh apa aja???”
Rencanaku, melebur dengan semangat dia membantu mencari info disana sini, membuat ku benar-benar merasakan seluruh alam raya turut serta dalam pelaksanaan rencana hijrahku ini. Aku, hanya membawa sedikit bekal ego dan pengalaman, benar-benar berniat ingin mencari jati diri yang belum juga kutemukan dikota ini. Akhirnya, ketika saat keberangkatanku tiba, dia yang tadinya paling sibuk mengkoordinir semua hal tentang keberangkatanku, mendadak jadi seperti hilang ditelan bumi.

Sehari sebelum hari “H”, dia datang kerumahku, seperti biasa, seperti tidak ada apa-apa. Tapi kali ini tidak ada lagi perang ledekan, hanya diskusi semi serius yang terjadi diantara kami. Hampir tengah malam ketika dia memintaku memanggilkan taxi. Tidak mau diantar pulang olehku seperti biasa, dengan alasan aku katanya harus menyimpan tenaga demi perjalanan panjangku esok. Didepan pagar, dia hanya tersenyum, tiba-tiba bola matanya berbinar khas dan berkata “Hey boy, jaga diri baik-baik yah. Jangan ngotorin tanah leluhur orang dengan sampah-sampah otak busuk lu itu. Jiahaha, makan yang teratur, banyak minum air putih, sama jangan lupa telpon nyokap lu sering-sering buat ngabarin. Oke?
Repetan panjang yang membuat aku bengong selama sepersekian detik. Belum juga habis bengong diwajah ini, ketika dia tiba-tiba memelukku, sebuah pelukan hangat khas anak itu, dengan bisikan lirih yang membuat hatiku berkerut, entah terharu entah apa, aku sendiri pun tidak jelas dengan maknanya.
“Semoga Tuhan memberkatimu disetiap nafas dan langkah. Sehat dan bahagia terus yah Boy, dimanapun lu berada. Jangan kangen ama gw yak”.
Doa pendek khas si ceria, membuat aku kembali merasakan rasa hangat yang tiba-tiba menjalari wajah dan dadaku. Pelukan erat kubalaskan, bukan sekedar untuk membalas pelukan sahabatku ini, tetapi untuk menambah rasa hangat yang menciptakan satu kesimpulan buatku, nyaman.
Repetan ceplas-ceplos dengan mulut yang perlu disekolahkan, tampang kucel yang gak ada cantik-cantiknya, senandung naik turun yang kebanyakan nada fals dibanding merdunya, gaya bicara sotoy campur songong yang terkadang membuatku ingin menendang pantatnya atau menjitak kepalanya yang dihiasi rambut sebahu yang kadang diikat seadanya. Eh kampret, demi dewa laut yang membuat deburan ombak semakin kencang ini....kayaknya aku kangen bocah itu.
Ahhh…Ve, seandainya kamu ada disini….


Jakarta, 26 Oktober 2011  waktu kompie 17.43 WIT

Menara BCA, kala hujan badai menampar-nampar kaca jendela kantor *efek magis air dan petir mengukir getir.




18/10/11

My Bos, My Bestie, My Brother (Happy Birthday Golden Boy)

Saya sedang asyik mengetik dan belajar membuat laporan anak lapangan, ketika wangi serupa melati itu hinggap mengganggu hidung saya. Dan seketika ada suara "eh,kamu anak baru yah? Yang jadi sitac admin baru?"

Alhamdulillah,wangi melati itu bukan sosok hantu disiang bolong yang iseng bertamu dikantor baru saya. Ternyata wangi itu berasal dari sesosok pria-berbaju-rapi-ala-esmud-tapi-agak-maksa-biar-keliatan-berwibawa. Kemeja abu-abu, celana hitam, sepatu pantopel hitam, jam tangan besi ala esmud (bukan jam sporty untuk seusianya), membalut tampang polos yang saya tau pasti umurnya tidak beda jauh dengan saya. Sangat kontras dengan teman-teman setimnya yang sama-sama baru sampai dari lapangan, anak-anak berbaju sporty dengan gaya khas anak Jakarta yang nyasar ke Semarang. Si anak rapi wangi melati tadi tanpa basa-basi langsung meminta saya untuk berdiri karena komputernya mau dipake untuk membuat laporan. Ok, agak-agak menyebalkan kesan awal saya tentangnya. Seperti biasa, saya suka sok tau sekali menebak karakter orang pada awal bertemu, dan menurut saya, si abu-abu wangi melati ini orangnya cuek, suka semaunya dan agak-agak egois (damn rite, sampai sekarang saya selalu bangga dengan insting saya yang hampir 80 persen benar dalam menilai orang,hahaha). Tiba-tiba "Ko...Eko...mana laporan tadi"...dan hampir saja saya tertawa ngakak mendengar namanya...Eko?waduhh...gaya keren wangi bodyshop white musk, tapi kok bernama seperti OB kantor mama saya di Manado (sorry bos,no offense,hahhaha).

Well, itulah awal pertemuan saya dengan sosok yg tingginya beda 5 centi dengan saya itu (kami pernah iseng mengukur tinggi dari kaca busway, hahaha). Perkenalan formal saya dengan si abu-abu melati ini, adalah pada saat kami akan sama-sama sholat ashar.
Dia dengan tampak kaget luar biasa melihat saya dimushalla dan nanya "lho,kamu sholat mbak?" Yeahh...saya sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan kayak gini (dengan tampang cenderung putih kala itu,rambut panjang marun, memang agak-agak mengherankan sebagian orang ketika saya masuk mesjid ato mushalla).
Saya pun menjawab "mbak? Emang gw setua itu ye?".
Dia "abis gak tau nama juga,masa panggil hey hey. oke...mo salaman,udah wudhu. Nama gw Eko, lu siapa?".
Saya "maunya sih Tamara Blezinsky, tapi apadaya yang bener Shinta. Salam kenal,gw baru nyampe kemarin dari Jakarta".
Dia "nama bagus bagus kok pengen ganti, kesian ortu lu, Shinta nama bagus,pasti ada artinya"...denggg...baru kenal, saya sudah diajak adu mulut,pas mo sholat pula, bener-bener harus nahan bete, mentang-mentang dia anak lama, ketus amat jawabnya.
Akhirnya adu mulut berakhir karena kami sepakat kembali ke niat awal masuk mushalla,yaitu menghadap Sang Maha Agung. Selesai sholat, kami sedikit ngobrol tentang latar belakang, basa-basi sebentar. Saya jadi tau, si wangi melati ini blasteran kalimantan-jambi, lulusan UNDIP fakultas teknik lingkungan angkatan 2000 ( walaupun sebenarnya untuk tahun kelahiran 1983, anak bungsu dan satu2nya laki-laki dari tiga bersaudara ini pantas masuk kuliah angkatan 2001).

Esoknya, saya lagi-lagi ketemu dia di mushalla. Benak saya bernyanyi sumbang "haduhh...kenapa lagi ketemu ni anak, tar berantem lagi". Ternyata, dia cuma diam, dan langsung mengangkat takbir untuk sholat, bersedia jadi imam tanpa saya minta. Yeah rite, awal yang bagus setidaknya. Selesai sholat, seperti biasa kami salaman, dan apa yang terjadi, dia menyuruh saya mencium tangannya dengan alasan "lu anak kecil, mesti nyium tangan orang yang lebih tua". Sialan, tengil bener ni anak. Saya "hey, gw nyium tangan ke bokap nyokap, kakak gw, ama ntar ke imam gw, alias laki...enak aje nyium2 tangan lu". Dia "heh!!! Barusan gw jadi imam lu, jangan banyak ngebantah" dan dalam sepersekian detik tangan itu sukses mendarat (karena didorong sama yang punya tangan) diwajah saya yang cantik nan rupawan ini, siyalannnn...saya kalah adu mulut sekali lagi!!!!

Sebulan kemudian, kami akhirnya jadi lumayan bersahabat. Saya yang harus mengumpulkan laporan anak-anak lapangan, akhirnya mau tidak mau harus bisa berakrab ria dengan mereka. Saya juga jadi lebih mengenal kepribadian mereka satu per satu. Eko kala itu, adalah anak pintar namun manja yang minta dituruti kemauannya. Tapi yang saya senangi, dia selalu mengumpulkan laporan lengkap, tanpa perlu saya perbaiki (seperti beberapa anak lapangan yang harus saya teriaki karena bandel dalam hal laporan). Hal yang paling saya ingat, dia bisa menulis laporan dengan kedua tangannya, sama baiknya tangan kiri dan kanan.


Dua bulan kemudian, saya resmi jadi asisten pribadinya Eko, dikarenakan dia yang tadinya bekerja sebagai anak lapangan yang bertugas untuk survey, diangkat menjadi koordinatornya anak-anak lapangan. Otomatis, saya yang jadi sitac admin, harus membantu dia dalam mengkoordinir para anak lapangan. Hmmmm....jangan ditanya kenapa dia bisa naik jabatan, tapi tanya apa yang dia perbuat untuk "memperbudak" saya ketika jabatannya naik. Berbagai tabel excel yang harus saya perbaharuin isinya setiap hari, tatapan tegas khas atasan (bukan karena dia gila jabatan, tapi karena dia tau, saya memang harus agak "dicambuk" karena kemalasan akut yang datang hampir tiap hari), ataupun berbagai tugas yang saya dan Fanny (rekan saya yang baru, sesama asisten yang bertugas membantu tugas Eko) harus kerjakan.

"Golden Boy" adalah sebutan untuk si anak ajaib dikantor kami ini. Kemampuan dia untuk menghafal riwayat setiap site yang kami tangani, mampu menjadikan dia andalan cenderung "tangan kanan" Regional Manager kami saat itu, yang saya sebut dengan inisial "JRH". Saya dan Eko pun, tergabung dalam satu gank, yang kami beri nama gank "Anak Bebek". Anak-anak muda yang terdampar di Semarang untuk mengadu nasib, demi sepiring nasi dan seember berlian juga segarasi mobil mewah (halah). Seringnya Eko ikut dalam meeting regional, menjadi ajang ledekan di gank kami. Istilah golden boy alias Anak Emas pun menyeruak (dan ada juga si anak perunggu, peluk ketjup yah Rudiiii,hahahaha).

Eko, lama kelamaan, saya kenal sebagai sosok sahabat yang bisa menjadi rekan diskusi sekaligus teman bercanda yang seru. Dia juga jadi seorang bos yang baik, dalam hal mendidik saya dan Fanny untuk disiplin dalam bekerja, walaupun rekan setim itu berumur sama. Dia bisa membuat saya hormat sebagai seorang bawahan, tapi sayang sebagai seorang sahabat. Berbagai cerita sudah saya lewati bersama sahabat saya ini. Mulai dari kisah kasih percintaan bodoh saya, menangis ditengah keramaian Simpang Lima karena diomelin pacarnya cowok yang waktu itu pedekate alias mendekati saya, dan sialnya saya sebagai korban pedekate gak jelas yang tidak tau apa-apa, malah dimaki-maki perempuan asing yang namanya saja saya tidak tau, dan Eko adalah orang pertama yang saya telpon untuk melampiaskan kekesalan saya itu, juga ketika saya jadian dengan salah seorang anak lapangan yang waktu itu dikomentari Eko dengan nada bercanda namun datar khas dia "Jangan bilang lu jadian ama dia gara-gara dia susah ngumpulin laporan" jiahaha...siyalann...gak lah, saya tidak sepicik itu kok dalam hal kerjaan.

Banyak kejadian konyol yang saya alami bersama anak itu. Salah satunya adalah ketika kami berdua dikerjain para Anak Bebek. Ceritanya, saya yang terkenal pelupa, waktu itu lupa mengunci pintu pas masuk ke WC. Eko, yang kadang suka datang keluguannya diwaktu yang tidak tepat, sukses ditipu salah seorang anak bebek yang mengantri tepat setelah saya. Eko yang kebelet pipis saat itu, dikerjain Decky (teman yang mengantri setelah saya), Decky bilang "masuk aja, kosong tuh WC". Dengan bodohnya Eko percaya, dan main nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu, dan karena letak pintu dan kloset yang berjauhan, saya yang asyik menghayati adegan pembuangan limbah cair tubuh (baca: pipis), jadi kebingungan antara pergi menutup pintu ato memakai celana lagi, dan hanya sanggup berteriak "ncotttt goblokkkkkk...ngapain lu masukkkkk", dan Eko dengan tampang bego melongo kebingungan (bukannya refleks tutup pintunya lagi) berteriak "lagian kenapa lu gak kunci pintu bodohhhhh..kebiasaan nihhhhh bocahhh"...dan setelahnya...sudah bisa ditebak adegan barusan menjadi bahan lelucon anak-anak selama beberapa hari, duhh....dan sedih mengatakan, kejadian itu berulang dua kali selama kami sekantor (ya ya ya, kami berdua memang kebo, alias dua bocah yang mengulang kesalahan yang sama persis).

Kawinan Bebe, reuni Terheboh para "Anak Bebek"


Kejadian lucu yang membuat Eko jadi bos favorit saya juga ada beberapa yang masih lekat di ingatan. Pernah saya tertidur diatas meja (untuk kesekian kalinya), dan sialnya waktu itu, Mr. JRH kebetulan lewat dan saking dia "ngefans" dengan Eko dan segala laporannya, dia berhenti untuk sekedar basa-basi nanya laporan, dan walaupun Eko sudah mencubit saya berulang-ulang, saya masih saja tertidur. Tau apa yang dia bilang ke Mr.JRH, "maaf Pak, Shinta kayaknya kurang enak badan, tadinya mau saya suruh pulang,tapi dia berkeras dikantor aja, mo bantuin kerjaan saya, kebetulan lagi padat, jadi saya suruh tiduran sebentar biar enakan". Mr.JRH yang memang sudah "kepelet" dengan Eko, hanya mangut-mangut dan langsung pergi keruangan beliau, dan setelah itu saya sukses dibangunkan dengan cara agak sadis, yaitu...dijewer dan dicubit (Eko dan mantan guru SD saya memang bisa disandingkan sadisnya dalam soal hukum-menghukum).

Saya juga pernah bergadang sampai jam 6 pagi dikantor, karena menyiapkan laporan untuk meeting regional. Bersama Eko dan seorang lagi anak lapangan yang (lagi2) mau "dipelet" Eko untuk membantu kami menyiapkan laporan, kami bertekad untuk menyelesaikan laporan itu dalam semalam. Walhasil,jam 4 mata saya sudah tidak kuat. Saya pun tertidur di mushala. Kali ini Eko tumben-tumbenan membangunkan saya dengan cara manusiawi. Pelan menepuk kepala saya (oke..itu tampak seperti membangunkan anjing peliharaan sih,hahaha), kemudian berbisik perlahan "udah subuh Shin,solat gih", Saya "ngantuk boss...tar ajaaa", Eko "gak boleh gitu, Allah itu nda pernah nunda rejeki,masa kita nunda melapor ke Dia". Dan dia pun menarik saya, memaksa mengambil wudhu.  Abis sholat, saya kembali tertidur (hahaha,asisten tidak berguna), sementara Eko dan Roffi (si anak lapangan), meneruskan kerja mereka membuat laporan. Jam 7,kami pulang ke kostan untuk mandi. Dan saya yang memang sangat cape, tidak mampu lagi ke kantor, dan Eko...wahhh...dia kembali lagi ke kantor jam 9 pagi lalu ikut meeting regional sampai sore. Harus saya akui, bos kecil saya ini memang hebat!!!

Kami berpisah setelah saya pindah tugas ke Batam, dan tidak lama, Eko memutuskan untuk mengundurkan diri dari kantor kami, dan pindah ke kantor lain di Jakarta, dengan alasan “lebih cocok dengan bidang ilmu pas kuliah”. Persahabatan kami masih berlanjut, tidak seseru dulu sih, tapi setidaknya kami masih saling mengabari kabar konyol masing-masing.

Sekarang, sahabat saya ini sedang “bertualang” di benua asal klub Barcelona kesayangannya. Beasiswa yang akhirnya dia terima, membuat dia mengundurkan diri (lagi) dari kantornya, memilih untuk sibuk belajar dan kadang jalan-jalan diberbagai negara yang sekarang sering saya lihat dihalaman akun jejaring sosialnya. Terbayang lucunya kejadian ketika saya menemani Eko berburu barang-barang murah sebelum dia berangkat. Adegan tawar menawar ikat pinggang imitasi (yang kalau tidak salah langsung rusak 2 minggu setelah dia tiba di Jerman, jiahahaha…harga gak pernah bohong bro!!!), milah milih baju kuliah yang berakhir dengan foto-foto dikamar ganti ala fotobox (tertawa-tawa ngakak yang menyebabkan kami dipelototi mbak-mbak pelayan), sampai desak-desakan di busway dengan obrolan serius mulai dari sekolah sampai penataan transportasi Jakarta yang semrawut.

kamar ganti yang berubah fungsi jadi tempat fotobox, jiahahaha


Selama merantau, dia hanya pulang setiap liburan semester, untuk sekedar melepas rindu dengan keluarga, teman, atau deretan makanan favoritnya (dan liburannya terakhir hampir membuat dia masuk RS gara-gara perutnya sudah tidak kebal dengan makanan pinggir jalan, hahahaha…gaya lu bosss). Bahkan Lebaran kemarin dihabiskan hanya memakan opor yang dia buat sendiri diapartemennya, kemudian dilanjutkan dengan belajar untuk persiapan ujian keesokan harinya.

Hari ini, ponsel saya berbunyi. Sebuah alarm pengingat ulang tahun. Ahh…sahabat saya ini rupanya berkurang lagi jatah usia di dunia. Hanya doa dari kami, teman-temanmu tercinta, yang akan selalu mengiringi langkah dan rencana dimanapun kau berada. Terselip harapan, semoga Sang Maha Segala akan menggantikan posisi kami, sahabat dan keluarga, untuk selalu mendampingi hari-harimu disana.


my bos, my bestie, my brother ^_^


Selamat hari jadi, Eko Primabudi….Ncot, Echo, Kodok, Dokie, Boi, Bozz, Golden Boy…apapun nama panggilan tersayang kami….Banyak doa, banyak harapan, banyak cinta dari kami disini dihari bahagiamu kali ini. Tetap semangat, tetap percaya bahwa Allah selalu akan buka jalan selama kita mau percaya dan terus berusaha.  Semoga tetap sehat, terus bahagia, dan tambah sejahtera… Aminnn.

"Youth is the gift of nature, but age is the work of art." - Garson Kanin 


metamorfosis si Golden Boy (selama saya mengenal dia.... Feb 2006- Okt 2011)



P.S: Jangan nakal disana yak, tetap rajin sholat, sering-sering telpon nyokap lu, secara doa terbesar dan tercepat sampainya dimeja para malaikat penghitung yah pasti doanya beliau, jiahahaha.

Jakarta, 18 Oktober 2011 13.20 WIB
Menara BCA lantai 55, ketika bos sedang dikeluar kota dan saya sibuk menghitung angka.