27/10/11

Melipir Kenangan


REVE
Hujan plus petir menggelegar ini, membawa saya terbang ke hari itu, beberapa tahun yang lalu, asal kenangan yang telah lama tinggal dan beranak pinak dibenak saya.
“Nyet…dimana lu? Buruan sihh…keujanan kita ntar”
Suara itu, suara yang pada waktu itu hampir setiap hari menghiasi gendang telinga saya, lagi-lagi menyapa saya lewat sambungan telepon.
“Doelah...baru juga gluduk-gluduk...bentaran sih, nanggung ini, lagian kalo ujan yah ujan aja, basah tinggal mandi, ato kejar-kejaran dihalaman kantor lu kayak Rahul ama Anjali”
Saya menjawab sekenanya sambil tetap sibuk mengetik laporan yang harus dikirim ke email bos sebelum saya pulang.
“Najisss keripissss… sampe jaman kuda makan es krim juga jangan pernah ngarep gw bakal ngelakuin hal itu yeee… ”
Umpatan khas yang terbiasa keluar dari mulut kurang hajarnya itu membuat saya tertawa-tawa.
“Ya kalo najis guling-gulingan dipasir aja, sekalian ngebersihin dosa lu yang banyaknya ngalahin butir pasir pantai”
Pembicaraan-pembicaraan konyol kami, selalu menjadi saat-saat yang saya tunggu disore hari, ketika rentetan email, dokumen, dan laporan berebutan masuk ke otak saya, menguras semua isinya yang tak seberapa, kemudian membuat wajah manis saya ini tidak berbentuk jajaran genjang teratur lagi.
Terlalu banyak hal yang kami lalui. Sore cerah ketika kami menikmati dua piring batagor plus dua mangkok bubur ayam didepan kantornya sambil mengobrol dengan abang penjualnya tentang politik negara ini, sore mendung ketika saya hanya sanggup menahan nafas malu ketika dia dengan seenaknya berteriak-teriak sambil joget ditengah jalan karena visa liburannya disetujui, sore berawan ketika wajah yang selalu ceria itu tiba-tiba semendung langit ketika dia bercerita tentang salah seorang temennya yang sedang dirawat karena sakit parah, sore gerimis ketika kami berlarian sambil tertawa-tawa karena dikejar anjing yang lepas ketika kami mampir disebuah kompleks perumahan terkenal didaerah pusat kota yang kami sambangi demi niat mencari bakwan tersohor seantera ibukota yang mangkal disekitar situ, sore badai ketika kami terpaksa berteduh disebuah halte karena takut motor yang biasa kami kendarai mogok kena air diskonan dari langit, dan kegiatan berteduh itu dihabiskan dengan acara bernyanyi lagu-lagu berbagai genre sambung menyambung dan terkadang ditambahi dengan tarian-tarian konyol yang membuat seisi halte menoleh dan menganggap kami berdua pasien yang lepas dari rumah sakit jiwa.
Saya rindu sekali. Rindu suara berat itu, rindu suasana riang itu, rindu sosok tengil yang membuat saya harus selalu menonjok atau melempar sandal kearahnya ketika kami sedang bercanda.

Hmmm…Va…andai kamu masih disini…
CHUVA
Debur ombak yang terdengar bagai lirik lagu rock yang mengalun cadas mengagetkanku, membuat lamunan panjang tentang sosok riang berambut sebahu itu terhenti.  Jiwaku ini seakan terbang lepas dari raga, melanglang ke seberang lautan yang berada tepat didepan tempat tinggalku sekarang, berlayar jauh ke tempat si bawel itu berada.
“Nyonggg…dimenong??? Guweh udah karatan neh, dikit lagi jadi putri batu yang bakal jadi objek wisata tercihuy dikota ini”
Repetan suara sumbang khasnya membuatku tersenyum disela meeting panjang sejak pagi tadi yang membuat saraf-saraf kepalaku seperti diikat jadi sapu lidi lalu dipake membersihkan kandang ayam.
“Dihatimu donkkk….mo dimana lagi si ganteng ini berada..gwelaa lohhh”
Jawabku sekenanya, sambil mengambil bullpen untuk menulis ide untuk bahasan materi meeting lanjutan esok, yang tiba-tiba muncul dikepala sepersekian detik setelah mendengar omelan panjang barusan.
“Mana ada, dihati gak ada, dipikiran gak ada juga, apalagi direlung jiwa…gw ini sendiriannn…sendiriaannnn…ihhh…amit-amit jabang bakso deh,mending gw mati ditabrak truk sampah bantar guring deh”
Balasan yang super jayus yang selalu keluar dari mulutnya itu, spontan membuatku hampir jatuh dari kursi saking gak lucunya.
“Ya ampun REVE!!!! Itu gak lucu sama sekaliii….pengen nangis gw nyett saking putus asa ama lelucon jayus lu itu…stop it phuweleesss!!!!!  Lagian yah, gak pake curhat juga bayar berape yeee???
Yah, si anak ceria ini terkadang membuatku putus asa dengan segala leluconnya yang cuma bisa dipahami oleh dia dan PenciptaNya.
Kami, selalu berbagi semangat lewat pembicaraan-pembicaraan ala kami. Lucu, hangat, dan bersahabat. Tidak banyak yang bisa ku ingat tentangnya selain tawa cerianya, omelan panjang disertai sandal yang selalu melayang kearahku ketika dia sudah tidak sanggup lagi membalas ledekan-ledekan yang gencar kulemparkan. Sebenarnya, aku hanya takut kehilangan momen ceria, atau terjebak diantara cerita cinta cengeng yang bisa membuat dua jiwa yang tadinya konstan berjalan beriringan kea rah yang sama menjadi lari kocar kacir ke arah yang berbeda.
Ketika aku memutuskan untuk hijrah ke tempat yang jauh dari kota asal kami, untuk merubah nasib dan sekedar melakonkan apa yang aku sebut "perjalanan kaki, petualangan diri", dia hanya tertawa dan dengan bola mata berbinar mengatakan “Wahh…seriusan??? Hebattt…anjritttt…iri abis gw ama lu…pasti gw dukung nyong, kira-kira lu butuh apa aja???”
Rencanaku, melebur dengan semangat dia membantu mencari info disana sini, membuat ku benar-benar merasakan seluruh alam raya turut serta dalam pelaksanaan rencana hijrahku ini. Aku, hanya membawa sedikit bekal ego dan pengalaman, benar-benar berniat ingin mencari jati diri yang belum juga kutemukan dikota ini. Akhirnya, ketika saat keberangkatanku tiba, dia yang tadinya paling sibuk mengkoordinir semua hal tentang keberangkatanku, mendadak jadi seperti hilang ditelan bumi.

Sehari sebelum hari “H”, dia datang kerumahku, seperti biasa, seperti tidak ada apa-apa. Tapi kali ini tidak ada lagi perang ledekan, hanya diskusi semi serius yang terjadi diantara kami. Hampir tengah malam ketika dia memintaku memanggilkan taxi. Tidak mau diantar pulang olehku seperti biasa, dengan alasan aku katanya harus menyimpan tenaga demi perjalanan panjangku esok. Didepan pagar, dia hanya tersenyum, tiba-tiba bola matanya berbinar khas dan berkata “Hey boy, jaga diri baik-baik yah. Jangan ngotorin tanah leluhur orang dengan sampah-sampah otak busuk lu itu. Jiahaha, makan yang teratur, banyak minum air putih, sama jangan lupa telpon nyokap lu sering-sering buat ngabarin. Oke?
Repetan panjang yang membuat aku bengong selama sepersekian detik. Belum juga habis bengong diwajah ini, ketika dia tiba-tiba memelukku, sebuah pelukan hangat khas anak itu, dengan bisikan lirih yang membuat hatiku berkerut, entah terharu entah apa, aku sendiri pun tidak jelas dengan maknanya.
“Semoga Tuhan memberkatimu disetiap nafas dan langkah. Sehat dan bahagia terus yah Boy, dimanapun lu berada. Jangan kangen ama gw yak”.
Doa pendek khas si ceria, membuat aku kembali merasakan rasa hangat yang tiba-tiba menjalari wajah dan dadaku. Pelukan erat kubalaskan, bukan sekedar untuk membalas pelukan sahabatku ini, tetapi untuk menambah rasa hangat yang menciptakan satu kesimpulan buatku, nyaman.
Repetan ceplas-ceplos dengan mulut yang perlu disekolahkan, tampang kucel yang gak ada cantik-cantiknya, senandung naik turun yang kebanyakan nada fals dibanding merdunya, gaya bicara sotoy campur songong yang terkadang membuatku ingin menendang pantatnya atau menjitak kepalanya yang dihiasi rambut sebahu yang kadang diikat seadanya. Eh kampret, demi dewa laut yang membuat deburan ombak semakin kencang ini....kayaknya aku kangen bocah itu.
Ahhh…Ve, seandainya kamu ada disini….


Jakarta, 26 Oktober 2011  waktu kompie 17.43 WIT

Menara BCA, kala hujan badai menampar-nampar kaca jendela kantor *efek magis air dan petir mengukir getir.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar