12/08/11

Hey Soul Sister (Selamat Hari Jadi Santi Arwati Saloewa)

Hari ini ulang tahun si ibu Jendral, yang saya sebut dengan penuh hormat (sambil muntah-muntah tentu saja), Santi Arwati Saloewa. Produk “sepabrik” dengan saya, bahkan nama saya hanya dibalik dari namanya (dalam hal pemberian nama anak-anaknya, memang ayah saya kehilangan daya kreatifitasnya yang selangit itu).

Semalam, saya tidur seperti mati, akibat pulang kemalaman dari kantor. Maka habislah niat menjalankan momen sok romantis dengan menelpon si pirang alami yang tiga bulan terakhir ini menutup auratnya akibat satu alasan yang ketika pertama saya mendengarnya, hampir terjatuh dari tempat tidur saking hebohnya tertawa terbahak-bahak (tidak perlu saya sebutkan disini, kalau tidak, bisa habis saya dimaki dan dirajam mahluk kejam berbaju Mango dan bertas Hermess KW 1 ini,hahahaha). Bukannya saya lupa juga untuk sekedar mengucapkan “selamat hari jadi” di dinding jejaring sosial miliknya, tetapi hari ini, sejak pagi sampai menjelang sore, lumayan banyak masalah yang ditimbulkan “si duo kerjaan” alias dua jenis pekerjaan yang mati-matian saya jalani sekarang.

Ketika sudah agak santai, saya membuka akun jejaring sosial milik saya, bermaksud ingin sekedar liat-liat dan mengintip aktifitas pergaulan di dunia maya. Di halaman yang memuat “recent update”, saya melihat beberapa sahabat saya, menulis di “dinding”nya kakak saya, yang notabene hari ini memperingati kejadian bersejarahnya, 33 tahun yang lalu. Waduh, bahkan para sahabat itu sudah meluangkan waktu mereka untuk sekedar mengucapkan selamat, sekedar mengirimkan doa lewat kumpulan kata sederhana. Dan saya, si adik manis yang agak jahil namun ngangenin ini, agak-agak tidak tau diri, karena belum menyampah di dindingnya sama sekali.

Santi, saya sadar bahwa dia adalah satu-satunya kakak kandung yang harus saya tulis dibiodata, ketika masuk kelas 1 sekolah dasar. Dulu dirumah kami, banyak sekali saudara sepupu baik dari pihak ayah maupun ibu, yang tinggal bersama kami, dan Shinta kecil menganggap bahwa semuanya adalah “kakak” (si kecil polos yang tidak mengerti tentang definisi kakak kandung dan kakak sepupu). Santi, yang sewaktu SMP lebih beken dengan nama Sasha, diambil dari singkatan namanya “Santi Saloewa” (sampai sekarang saya masih penasaran dengan asal muasal huruf H dinama itu). Sejak masuk Sekolah Dasar, buat saya, jadi adik dari si Santi ini adalah “totally sucks!!!”.

Jaman Belanda, Kala Remaja (Masih lucu-lucunya) :)))


Santi yang selalu juara kelas, Santi yang selalu masuk dalam sepuluh besar lulusan terbaik sesekolahan (dari dulu ibu saya selalu memaksa saya masuk sekolah bekas kakak saya dulu, dengan alasan selain sekolah itu memang sekolah negeri terbaik dikota saya, ibu saya juga sudah mengenal sebagian gurunya, jadi bisa lebih lega melepas anak bontotnya yang agak hiperaktif dan mengkhawatirkan ini), dan yang paling penting…Santi yang sejak TK sudah ada yang mengirimi surat cinta dari teman sekolahnya…alias Santi yang cantik jelita bak bidadari turun dari pohon cemara. Jujur saya kesal sekali dengan predikat “adiknya si Santi”. Saya ingin orang-orang mengenal saya sebagai si Shinta, bukan sekedar bayang-bayang dari si Santi yang serba blablabla.

Lupa bikin PR dan disetrap didepan kelas waktu SD “Aduh Saloewa kecil…kamu ini kok malas sekali, beda banget sama si Saloewa besar yang rajin” (cihh…dia kerjaannya dikit Bu, saya punya kerjaan lain dirumah, menggembala anjing tetangga misalnya), naik di atas meja dikelas waktu SMP, kepergok guru “Kamu ini Shintaaaaa….beda sekali sama kakak kamu yang anggun dulu” (bah…apa salahnya naik dimeja jaman SMP), kepergok bolos dan ketahuan merencanakan rencana “jahat” untuk mempengaruhi teman-teman sekelas untuk rame-rame bolos,lalu kemudian masuk ruang BP waktu SMU “Ya Tuhan Shintaaaa…kamu itu harusnya mencontohi prestasi kakak kamu, bukannya menuh-menuhin buku catatan BP dengan kenakalan kamu” (ya elah bu, namanya juga hasil pabrikan, bisa aja donk ada produk gagal dikit). Belum lagi komentar nyinyir dari teman-temannya kalau melihat “penampakan” si adik imut ini “Ya ampun, beneran ini adiknya Santi? Kok beda yah? Kok gak sebagus kakaknya?” (heh, maksudnya apaan tuh, sembarangan). Sampai dulu saya mengutuk iklan salah satu cairan pemutih kulit yang mempunyai jargon "kulit Santi tak seputih Shinta" yang pada kenyataannya berbanding terbalik dengan keadaan kulit saya yang sawo kematengan dibanding dengan kulit putih susu khas sang kakak.

Ketika masuk kuliah, kami masuk universitas yang sama, fakultas yang sama, dengan jurusan yang berbeda. Kakak saya yang sejak kecil memang mempunyai hobi belajar (tuh kan, dia itu aneh tau, belajar kok hobi sih, heran saya), masuk jurusan akuntasi dengan pelajaran mayoritas hitung-hitungan. Dan karena umur ketika masuk kuliah sudah memungkinkan untuk saya memilih sendiri jurusan, dengan kewarasan tingkat dewa, saya memilih jurusan internasional yang merupakan program baru difakultas tersebut. Alhamdulillah, saya mulai menemukan jati diri saya dan berhenti menjadi bayang-bayang si nona cantik yang setiap mantan pacarnya dulu selalu membawakan oleh-oleh sebagai upeti wajib buat adik judesnya jika ingin selamat bertamu dirumah kami,hehehe.

Jujur, saya justru mulai dekat dengan kakak saya ini, malah ketika saya sudah memutuskan untuk hijrah keluar daerah. Kakak yang selalu menanti kisah-kisah konyol saya ketika saya pulang mudik, bercerita sejak malam (sejak saya tiba dari bandara) sampai pagi menjelang (padahal terkadang dia harus bangun pagi untuk pergi menjalankan tugasnya sebagai tukang ngitungin duit Negara).

Kakak yang selalu siap sedia mengatur masalah keluarga kami ketika almarhumah ibu saya terserang penyakit kritis yang menyebabkan semua masalah rumah tangga keluarga saya harus diserahkan kepadanya. Kakak yang akhirnya memutuskan memboyong kembali keluarga kecilnya dirumah ayah ibu saya, untuk mengurus ayah saya sepeninggalan ibu yang akhirnya menyerah pada penyakitnya tiga tahun yang lalu, karena melihat tampak sia-sia mengharapkan si bontot untuk pulang dan kembali mengabdi dikota kelahiran kami. Kakak saya yang selalu mempunyai saran-saran hebat, ditengah pemikirannya yang sederhana itu. Kakak yang mempunyai sepasang bocah super manis, yang selalu mengeluhkan keajaiban anak-anaknya yang katanya entah turunan dari siapa (yelowwww….lupa apa punya tante yang super ajaib pula..hahaha). kakak, yang selalu mendukung saya, dalam situasi apapun, seperti ketika tahun lalu saya mengabarkan keputusan saya untuk berhenti dari pekerjaan dan memutuskan untuk bersenang-senang, atau ketika pulang mudik lebaran dan mengabarkan berita buruk (buat mereka sih), bahwa saya sudah mengakhiri hubungan saya dengan seseorang “calon anggota keluarga inti”, yang merupakan “titipan” ibu saya sebelum beliau menghadap sang Maha Tinggi, atau yang paling gres adalah ketika mengetahui potongan rambut ajaib saya sejak bulan bulan Januari sampai sekarang yang total sudah lima kali ganti model dan warna. Tanggapan kakak saya pada awalnya memang selalu agak-agak histeris layaknya Maria Mercedes ketika mendengar masalah Soraya Montenegro, tapi pada akhirnya, dia pun selalu muncul dengan kata-kata bijak khas orang tua yang membuat saya terkadang tercengang “astaga…bisa juga ni orang punya ide brilian” lalu kemudian “iya juge ye,susah emang kalo ngemeng ama orang pinter”.

kala si komandan belom Insap...haahahaha


Sampai pada akhirnya, saya benar-benar menyadari, tidak ada tempat terbaik didunia ini selain berada di rumah, dan kakak saya, melalui suara cempreng khasnya (yang kadang dibagus-baguskan kalo ada maunya) membuat saya selalu merasa nyaman dan merasa berada benar-benar diberanda teras rumah kami, tempat saya dan dia ber-haha hihi bergosip ala pembantu rumah gedongan. Melalui sambungan telepon yang membuat jarak antara Jakarta dan Manado menjadi begitu dekat (walaupun terkadang kualitas jaringan telepon yang membuat emosi jiwa naik ke level tingkat jahanam), kakak saya selalu berceloteh lincah, mengabarkan semua cerita tentang perkembangan keluarga dan kota kami tercinta. Kakak yang selalu berusaha meluangkan waktu, untuk sekedar mendengarkan keluh kesah penting gak penting adiknya yang tidak pernah beranjak dewasa ini,hahaha.

Kami, memang bukan kakak beradik yang romantis. Bukan juga kakak beradik yang sangat akrab sejak kecil. Tapi saya, hari ini, bersyukur sekali kepada Sang Kekasih Abadi, untuk menghadiahkan salah satu karya terbaikNYA sebagai teman saya dalam keluarga, orang yang waktu kecil sering saya rusak boneka dan semua permainannya, sampai mungkin nanti kami menjadi tua, dan tetap menggila bersama, bergandengan tangan untuk meneruskan garis keturunan keluarga kami tercinta.

banyak yang bilang kami sama, kalo kata saya "pergilah beli kacamata dulu" hahahaha




Hari ini, dengan tulus saya mengucapkan “Selamat Hari Jadi buat si cantik Santi Arwati Saloewa”, Semoga Tetap Sehat, Terus Bahagia, dan Tambah Sejahtera. Belum bisa beliin kado mahal apa-apa, tapi Insya Allah, doa dan permohonan saya lebih berarti dari segalanya (basiiii gak sihhh…hahahaha).

“A sister is a gift to the heart, a friend to the spirit, a golden thread to the meaning of life”.  ~Isadora James~



Jakarta, 12 Agustus 2011
Untuk si cantik yang hari ini sedang merobek 1 kalender untuk jatah umurnya.

Menara BCA, masih putus asa melihat macet dijalanan ibukota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar