16/08/21

(Bukan) Review AADC 2

Tadinya, malam ini saya kepingin nonton film Selesai-nya Gading, Ariel sama Anya, gara-gara keseringan liat postingan iklannya di Lambe Turah. Tapi entah kenapa situs bioskop online yang menyiarkannya malah error. Kesal banget jadinya. Karena novel online juga udah dibaca semua, dan emang niatnya malam ini mo nonton aja, jadilah saya browsing kira-kira film apa yang dulu belum sempat ditonton zaman sebelum pandemi. 


Nah, ketemunya malah AADC 2. Saya kebetulan belum nonton film hits ini dulu. Alasan utama karena kebiasaan saya yang memang kurang suka berada dalam studio jika masih ramai yang nonton. Kurang nyaman aja. Eh, pas udah sepi, malah waktunya saya yang susah nyantai. Bahahahaha. Jadinya yah malah bablas filmnya keburu gak tayang lagi. 

Saya suka dengan latar awal kota New York-nya. Well, saya memang bermimpi suatu saat bisa tinggal di luar negeri. Pagi yang sibuk, dengan memakai coat sambil turun di terowongan kereta api bawah tanah, dari apartment menuju tempat kerja. Entah kapan terwujudnya. Yah ngayal-ngayal babu aja dulu yekannn hahahaha. 

Pemain filmnya pun masih bintang lama, dengan penampilan mereka yang semakin dewasa. Saya menonton AADC 1 dulu sampai 4x. Mungkin itu salah satu momen yang bikin saya trauma menonton film laris yang baru tayang. Walau harus saya akui kalau keseruan berburu tiket yang menantang dan sorai penonton sepanjang durasi film juga menyenangkan. 

Latar kota Jogja juga membuat pikiran saya melayang ke beberapa kenangan. Jogja yang nyeni dan masih memelihara banyak bangunan tuanya membuat hati saya menghangat. Mudah-mudahan tahun depan pandemi sudah berlalu, saya ingin membawa Aksara ke sana, setelah mengenal Bandung—rumah kedua ibunya, Aksara memang ingin saya kenalkan ke Jogja, kota di mana ibunya meninggalkan separuh jiwanya entah pada siapa. 

Saya malah gagal fokus di adegan Rangga dan Cinta bertemu di pameran seni kontemporer. Terpukau pada gambar-gambar artistik dan warna-warni sang seniman, sambil membayangkan kalau saja saya bisa turut ada di sana memanjakan mata saya, atau kalau saya punya duit untuk membeli lukisan mata dikelilingi awan berwarna kuning hitam buat dipajang di kamar. Hahahaha 

Saya tersenyum melihat Candi Ratu Boko, tempat Rangga mengajak Cinta jalan-jalan. Katanya, itu tempat kenangan bersama ayahnya zaman ia masih SMA. Sepuluh tahun yang lalu, bersama dua gadis cerewet—sahabat waktu les CCF, saya yang baru putus cinta pun bertualang ke sana. Bawa ransel, foto di segala sudut, loncat ke sana kemari kegirangan; mencoba mengusir rasa hampa dengan bercanda dari pagi sampai sore menjelang. 

Saya tertawa melihat Rangga yang membawa Cinta ke Punthuk Setumbu. Teringat gombalan suasana hampir fajar yang membuat saya sampai hari ini lebih menyukai pesona matahari terbit ketimbang ketenaran senja. Ternyata memang banyak lelaki yang memakai jurus ini, bukan cuma mantan saya. Hahahaha

Saya tertegun melihat pementasan teater Pappermoon Puppets. Pentas tanpa suara yang membuat Cinta si pemeran utama dan Shinta si penonton sama-sama berkaca-kaca. Gerak-gerik boneka yang bercerita tanpa suara membuat saya berkali-kali menghela napas. Duh, telat banget baru tahu kalo di Jogya ada pertunjukan seperti itu. Selama ini yang pernah saya tonton hanya teater Ramayana di Prambanan dan Cabaret Show di Mirota. Jogja dan keseniannya memang tak henti membuat saya terpukau. Tekad saya semakin kuat untuk main lagi ke Jogja. 

Riri Riza dan Mira Lesmana sukses bikin saya tertawa kencang namun dengan airmata bercucuran, ketika menyelipkan kalimat puisi Aan Mansyur yang bunyinya "Kadang kau pikir, lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang. Jika ada seorang terlanjur menyentuh inti jantungmu, mereka yang datang kemudian hanya menyentuh kemungkinan." Kisah fenomenal zaman SMA tentang Cinta dan Rangga yang akhirnya berakhir bahagia ini berhasil membuat saya kembali sedikit percaya dengan ungkapan "Kalau emang jodoh, mau selama apapun, mau keputar-putar sama siapapun, pasti gak bakal kemana." Hahahaha

Gak dink, the truth is "Kerja yang bener, biar nanti Aksara bisa kayak Cinta ato Rangga, jadi anak yang bebas nentuin pengin jadi apa, tanpa terbebani kudu kerja keras jadi karyawan ato abdi negara buat mewujudkan definisi berhasil versi keluarga besar." #eaaacurhat 

Duh, Indonesia udah 76 tahun merdeka dan tulisan kaka Shin belum jauh-jauh dari kenangan bwahahahahangsattt 


Manado, 17 Agustus 2021
03:58 Waktu Aksara udah ngigo kesekian kalinya :)) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar