Malam minggu
adalah jadwal saya menonton film sampai menjelang subuh. Biasanya, saya memulai
kegiatan setelah Aksara tertidur. Maklum, anak ini sudah mengerti “nonton”
gara-gara pernah saya ajak menonton film “Frozen” di laptop.
Lagi asyik
browsing film yang akan saya tonton, saya menemukan film “Posesif.”
Film yang
menjadikan Putri Marino pemenang Piala Citra tahun 2017 di film perdananya.
Film yang
menceritakan tentang problematika dua anak manusia zaman sekarang.
Film yang
bersountracks dua lagu yang di manapun saya berada; baru mendengar intronya saja, airmata langsung mengalir deras.
Film yang pada tahun rilisnya, saya dilarang menonton oleh para sahabat saya.
Dan malam ini saya menantang diri sendiri, tepatnya memberanikan diri, untuk mengatasi semua ketakutan yang selama ini saya pendam.
Benar kata para
sahabat saya.
Film ini
berhasil membuat saya menelan ludah pada sepuluh menit pertama. Selanjutnya,
airmata banjir, dada saya sakit, napas saya sesak.
Banyak adegan
yang membuka luka lama. Banyak adegan yang membuat dejavu. Banyak adegan sama
persis, seperti mengulang deretan peristiwa nyata sepanjang hidup.
Sakitnya masih
terasa sampai detik ini. Duka yang lama tertutupi dengan senyum sok tabah.
Menulis ini pun,
tangan saya masih bergetar. Ingin saya menganggap ini cuma kelebay-an saya
semata. Ini akibat saya yang memaksa menonton film yang sudah jelas-jelas dilarang oleh orang-orang yang mengerti masa lalu saya. Konyol memang.
Namun, benar
kata para sahabat saya.
Ternyata, saya memang
selalu dan akan selalu keras kepala.
Ternyata, saya memang
belum memaafkan siapa-siapa.
Manado, 26
Januari 2020
04:17 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar