14/02/14

Selamat Hari Kasih Sayang ^_^


Hari ini, tanggal 14 February 2014. Kalo kata anak gaul sih, ini hari kasih sayang atau pinjam bahasa kerennya dari mantan bakal calon pacar saya si abang Channing Tatum, Valentine Day. Hari dimana kita bebas mengekspresikan kasih dan sayang kepada orang yang kita cintai. Sejak pagi, timeline berbagai akun jejaring sosial saya berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan hari kasih sayang. Baik yang pro alias merayakan, maupun yang kontra alias sinis dengan perayaan hari yang identik dengan warna merah muda ini.
Teringat akan kenangan beberapa tahun lalu, ketika sahabat saya menelpon di siang hari bolong ketika saya sedang serius berkutat dengan layar laptop yang menyajikan laporan pekerjaan yang memusingkan.

“Oiii….malam ini mau kemana? Makan dan nonton yok, ada film bagus tentang Valentine”.

Mendengarnya nyerocos tentang rencana menghabiskan malam dihari kasih sayang, membuat saya terbahak dan geleng-geleng kepala. Terlepas dengan status saya yang memang saat itu sedang jomblo alias tak berpacar, saya memang tidak pernah tertarik merayakan hari kasih sayang dengan cara yang istimewa. Alasannya klise, saya merasa bahwa tidak perlu menunggu satu hari dalam setahun untuk merayakan hari kasih sayang. Toh setiap hari saya bisa mengekspresikan rasa sayang kepada mereka yang saya sayangi tanpa harus pilih-pilih hari. Celotehan lelaki heboh di telepon itu saya tanggapi dengan bercanda, namun saya tidak menolak ajakannya dengan alasan memang ingin menonton film yang dia maksud dan tidak ada rekan terbaik menonton film drama komedi romantis selain dia seorang. Malamnya, kami pun menonton film drama yang sukses membuat kami berdua bergumam “ahhhhh so sweet” beberapa kali selama film berlangsung, kemudian makan malam sambil membahas adegan film tersebut layaknya kelakuan dua pembantu alay yang menggosipkan sinetron yang mereka tonton bersama-sama. Hari ini, beberapa tahun kemudian, ketika kami berdua sudah punya kesibukan berlainan dan tidak berada dalam satu kota, saya baru menyadari esensi dasar dari hari kasih sayang yang selama ini kerap saya abaikan.

Sejarah hari Valentine sendiri (menurut beberapa artikel yang pernah saya baca) berasal dari benua Eropa. Kalau tidak salah ingat, justru peringatan sebenarnya jatuh di tanggal 15 Februari, tentang seorang Santo yang bernama Valentine dan kisahnya yang tragis. Maafkan kapasitas otak yang menurun mengakibatkan saya lupa rincian sejarahnya ditambah kemalasan tingkat dewa untuk kembali mencari artikel tersebut di internet. Intinya, kontroversi hari kasih sayang secara garis besar adalah tentang budaya dan persoalan agama yang mengaitkan hari ini dengan boleh tidaknya dirayakan. Beberapa pemuka agama yang kebetulan memeluk agama yang sama dengan orangtua saya sejak saya dilahirkan, menganggap bahwa hari kasih sayang ini tabu dirayakan karena bukan berasal dari kitab suci yang kami imani. Kampanye tentang seruan dan perbuatan dosa yang berkedok kasih sayang ini diserukan sejak awal bulan Februari di berbagai media yang terjangkau masyarakat. Disatu sisi, menurut saya tujuan mereka baik ketika mereka mengatakan para anak muda akan menjadi sesat kalau merayakan hari ini dengan berlebihan, dalam artian hari kasih sayang diisi dengan kegiatan romantis kelewatan yang mengatasnamakan cinta dan berujung perbuatan dosa. Namun kadang kala himbauan tersebut sedikit mengganggu saya ketika mereka secara keterlaluan mendiskreditkan makna kasih sayang yang seharusnya dengan alasan agama.

Menurut pandangan saya, semua agama apapun di dunia mengajarkan umatnya untuk menebarkan cinta kasih kepada seluruh ciptaan Tuhan tanpa membeda-bedakan. Kenyataan bahwa setiap manusia dilahirkan dengan latar belakang dan agama yang berbeda satu sama lain tidak lantas mengurangi makna dari ajaran dasar Tuhan tersebut. Bukan agama yang menyuruh manusia yang berlainan agama saling menyerang dan melupakan ajaran kasih yang diserukan Penciptanya. Alangkah dangkal pemikiran kita apabila membawa-bawa nama agama ketika ingin menyuarakan hal yang kita anggap benar atau salah. Secerdas apapun manusia, mereka butuh momen untuk diingatkan. Bohong besar ketika manusia berkoar-koar tentang tidak perlu momen tertentu untuk sekedar refleksi. Kalau benar begitu, mengapa ada momen hari besar keagamaan untuk dirayakan? Mengapa umat Islam butuh berpuasa Ramadhan sebulan penuh untuk menahan hawa napsu dan Idul Fitri untuk memaafkan semua kesalahan orang lain agar diri mereka kembali ke fitrahnya sebagai manusia, padahal dalam agama Islam diajarkan bahwa umatnya harus menahan hawa napsu duniawi agar terhindar dari dosa dan memaafkan manusia setiap hari agar tidak menyimpan dendam yang merusak hati? Mengapa Umat Kristiani harus menunggu Natal agar hatinya bisa dipenuhi damai yang memang dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari? Mengapa umat Hindu harus menunggu Nyepi untuk menyucikan hati agar terbebas dari kelakuan duniawi yang dirasanya hanya penuh dengan dosa dan penyangkalan terhadap Ilahi? Itu semua karena kita manusia biasa yang dalam kesehariannya tidak luput dari dosa dan hal-hal yang jauh dari pengamalan ajaran agama dasar. Bukankah lucu, ketika kita sebagai manusia butuh diingatkan untuk sehari saja, merayakan secara simbolis hal yang seharusnya kita amalkan setiap hari dalam kesempatan hidup kita di dunia.

Menurut saya hari kasih sayang manusiawi dirayakan, sekedar untuk mengingatkan kita untuk ajaran kasih yang memang harus kita amalkan. Menyebarkan pesan kasih dan damai sekali dalam setahun, bukanlah hal negatif jika dilakukan dengan porsi yang pas. Kita semua tahu persis, hal yang dilakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang akan menciptakan hasil yang mencengangkan karena dilaksanakan dengan sepenuh hati. Bayangkan jika seharian ini kita melakukan tindakan positif dalam rangka hari kasih sayang, beberapa hal yang dilakukan beberapa orang di beberapa kota bahkan beberapa negara. Efek domino besar yang pastinya berdampak fantastis untuk merubah dunia yang semakin rusak dari hari ke hari. Contohnya sahabat saya beberapa tahun lalu yang melakukan hal positif mengajak saya untuk makan dan menonton film. Hal baik atas nama hari kasih sayang yang waktu itu membuat saya semangat bekerja seharian karena membayangkan akan melewati malam penuh tawa bersama sahabat itu. Pekerjaan yang sulit menjadi demikian mudah dan cepat selesai karena dikerjakan dengan hati gembira. Fakta sederhana bahwa malam itu saya tidak akan menikmati makan malam sendirian di kostan sukses menghasilkan senyum lebar hari itu, membuat siapa saja yang berinteraksi dengan saya menjadi ketularan bahagia dan dunia sekeliling saya seketika beraura ceria. Walaupun kami penggemar film komedi romantis, bukan berarti kami juga mengisi hari kasih sayang dengan hal romantis yang patut dicurigai dan melanggar norma budaya bahkan ajaran agama. Memaknai hari kasih sayang dengan hal menyenangkan ala kami, mengetahui bahwa setidaknya ada orang lain selain orang tua dan keluarga inti yang menyayangi kami, lebih tidak munafik daripada sok tidak merayakan namun mengasihani diri sendiri.

Beberapa hari yang lalu saya merencanakan untuk melewati momen hari kasih sayang bersama teman-teman di Manado. Betapa kecewanya saya ketika rencana tersebut gagal dan saya terpaksa menjalani hari ini tanpa tujuan dan tanpa rencana cadangan apa-apa. Saya yang susah tidur memikirkan rencana yang terbengkalai terpaksa bangun tadi subuh dan menonton sinetron remaja barat yang menayangkan episode salah satu pemain yang meninggal karena narkoba. Tayangan mengharukan yang berhasil membuat saya menangis. Rasanya emosi kekecewaan saya karena gagal jalan-jalan dalam rangka Valentine tersalurkan saat menonton itu. Saya pun tertidur selama beberapa jam karena kelelahan menangis. Pagi ini saya sarapan sambil menonton berita di televisi. Menyaksikan kabar terbaru meletusnya Gunung Kelud dan melihat warga beberapa kota di pulau Jawa yang bahkan letaknya jauh namun terkena dampak abu letusan membuat saya seakan ditampar. Saya yang selama ini mencemooh perayaan berlebihan hari kasih sayang menjadi terseret dengan hal itu dan melupakan maknanya yang lebih penting.

“Untung selama berturut-turut bencana di Indonesia ade ada disini, jadi Papa dan kakak nda khawatir”

Pernyataan singkat dari Papa saya yang memang irit suara itu menyadarkan saya akan satu hal. Betapa hari kasih sayang harus kita maknai dengan terlebih dahulu bersyukur akan karunia kesehatan pada hari tersebut. Terlepas dari kita melewati hari ini dengan menonton film, makan coklat, bertukar hadiah, perjalanan ke tempat tertentu atau hal-hal seremonial lainnya, toh hari ini kita lebih beruntung dari saudara-saudara di seberang pulau atau di belahan bumi berbeda yang tidak tahu apakah hari ini masih bisa melewati hari dengan damai atau tidak. Saya malu ketika bertindak berlebihan dengan menangisi hal-hal yang sebenarnya masih bisa diakali dengan alternatif lain jika saya mau sedikit lebih kreatif. Jujur saja, saya memang berharap hari ini bisa melewatkan dengan bersenang-senang. Bermain di pantai atau bernyanyi riang di atas gunung adalah hal yang ingin saya lakukan hari ini. Namun betapa egois saya jika menukar kebahagiaan tersebut dengan kecemasan anggota keluarga yang menyaksikan kengerian di televisi tanpa kehadiran saya disisi. Mungkin hari ini saya memilih untuk menjalani dengan normal, pergi berkumpul dengan beberapa kawan, benyanyi-nyanyi, bermain kartu atau permainan riang lainnya, tanpa harus membuat orang rumah khawatir.

Saya mencoba menyikapi momen perayaan hari kasih sayang dengan lebih bijaksana. Kepada siapapun yang merayakan maupun tidak, semuanya terserah kalian. Ini dunia bebas, setiap orang berhak menjalani hidupnya sesuai caranya sendiri. Kepada yang tidak merayakan, alangkah baiknya tidak berkampanye berlebihan yang menyakitkan hati orang lain. Toh tidak mengimani bukan berarti bebas mencaci bahkan menyebarkan dengki tentang hari ini. Percayalah, kalian justru tampak semakin menyedihkan. Kepada yang merayakan, selamat merayakan dengan menyebarkan kasih sayang sebanyak-banyaknya agar dunia ini menjadi tempat yang lebih baik. Saya pribadi mengucapkan, Selamat Hari Kasih Sayang. Untuk kalian yang saya sayangi sampai hari ini, peluk dan cium dari saya yang manis kayak coklat Valentine. Jangan lupa untuk berbahagia yah ^_^

Manado, 14 Februari 2014 pukul 14:14 WIBC (Waktu Indonesia Bagian Cinta)

Di teras rumah papa, belum mandi dan belum wangi, menunggu sumbangan coklat dan lain-lain #kode

Tidak ada komentar:

Posting Komentar