Aku ingat caramu tertawa
Aku juga ingat caramu membuatku tertawa
Sosokmu sederhana
Cintamu luar biasa
Celoteh riang pencetus canda
Sapaan hangat penyejuk jiwa
Pelukan erat penghapus nestapa
Tatapan teduh pengganti aksara
Senyum bersahaja peredam duka
Luapan amarah penghias riak asmara
Tahun -tahun panjang penggores cerita istimewa penuh warna
Buatku, kamu selalu menjadi sosok yang sama
Buatku, aku juga tetap sosok yang sama
Bila kini kita tak berada dalam satu dunia
Bukan berarti tujuan kita berbeda
Mungkin hanya jalan kita yang berlainan arah saja
Aku Utara, kamu Tenggara, susah berjumpa di alam fana.
Asa itu perlahan hilang tergerus masa
Impian menguap termakan lupa
Beribu usaha sia-sia menyisakan luka
Rentetan anugerah berubah bencana
Peralihan gembira menuju sengsara
Rangkaian kisah klasik berujung lara
Melodrama hitam bak jelaga
Ketika permainan rasa berganti wahana logika
Rahasia dua anak manusia yang tak lagi terbaca
Bukti bahwa rencana sempurna cuma milik Sang Pencipta
Tak ada yang salah, jangan pernah menyalahkan apa dan siapa, ini bukan lomba mencari dosa
Ikhlaskan semua, apa gunanya menyimpan murka
Ini bukan "cinta kita", ini hanya cinta saya
Buatmu, selamat bertambah usia. Dariku, sepintal doa, agar tetap sehat dan terus bahagia, walau kini tak ada lagi kata "kita".
Jakarta, ketika 2012 tinggal menghitung hari
Menatap hujan turun ke bumi, tanpamu disisi, denganmu dihati. Sukacita abadi.
Untukmu, seseorang yang telah bertahun-tahun menemani, memahami dan menginspirasi dengan caramu yang takkan pernah terganti. Terima kasih (walau hanya lewat puisi).
*catatan: puisi ini pertama kali dibacakan pada acara Kopdar Budaya edisi Kopdar Diskusi Valentine, 14 Februari 2013.
Dimuat di dunia maya untuk merayakan Hari Puisi Sedunia 21 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar