Jogjakarta, kota dengan sejuta rahasia.
Hujan yang menyambut kedatanganku hari minggu kemarin, seakan mengatakan “Selamat Datang kembali…Shinta”.
Entah apa yang membuatku selalu ingin kembali ke kota ini. Entah orang-orangnya yang ramah, atau suasananya yang masih santai, atau makanannya yang murah untuk ukuranku, si anak ibukota.
Jogja yang berhasil mengusir insomniaku dihari pertama. Jogja telah
berhasil membuatku minum kopi dua pagi berturut-turut. Jogja juga
berhasil membuatku mengantuk ketika berhadapan dengan internet dimalam
hari dan membuat imajinasi menulisku seakan hilang entah kemana padahal
malam sedang lucu-lucunya. Hal-hal yang bertolak belakang dalam hidupku.
Mirip kamu bukan? Satu-satunya orang yang selama ini bisa melakukan
semua hal ajaib yang aku anggap hampir mustahil kulakukan. Entah apa
rahasiamu dan Jogja. Entah bagaimana caranya kalian bekerjasama. Mungkin
Tuhan mengirimkan kalian sebagai paradoks dunia.
Tulisanku kali ini
tersendat, entah karena suaramu hanya berupa rekaman lama terkenang di
dalam ingatan ataukah celotehanmu hanya tertuang dalam pesan singkat
yang selalu rapi ku simpan.
Aku pun tak puas membaca tulisanku
sendiri. Tampaknya imajinasi liar ini memang butuh senyummu agar
sempurna tertuang dalam bentuk karya abadi. Seperti selama ini, kamu
yang tidak pernah mengomentari langsung ketika aku memuat kicau kacauku
didunia maya, tapi aku tau kamu selalu membaca, menganalisa, mengkritik,
memberi saran langsung melalui sikapmu padaku didunia nyata.
Maaf
kalau selama ini kamu lelah. Aku juga sepertinya. Ibukota membuat kita
sama-sama lupa akan arti hadir sesama. Rekayasa waktu dan peristiwa,
membuat kita terlena terlalu lama.
Kecewa itu memang tidak
pernah lahir dalam rangkaian kata, tetapi aku tau pasti, sorotmu kala
itu, penuh duka yang sudah terangkum lama.
Hari ini, ijinkan aku
sejenak menyendiri. Ada dua kabar gembira yang aku terima disini, rumah
keduaku selain kamu. Ceria yang hampa, ibarat sepatu Louboutin hilang
sebelah, tetap mahal namun tidak berarti. Sebab buatku yang terbiasa
denganmu, menerima kabar bahagia tanpamu disisi yang seperti biasa
selalu memahami, lengkap dengan repetan doa konyolmu itu, adalah
kolaborasi emosi; senyum senang dan airmata sedih.
Merindukan
masa itu, ketika aku diwisuda, ketika jaman video call sedang
hangat-hangatnya, ketika mamaku tiada, ketika ibukota penuh barang
setengah harga yang siap dijamah dan dijarah dengan keranjang belanja,
ketika semua tempat puas kita jajah, semua yang kulewati dengan tawa dan
airmata, bahagia dan duka. Sepertinya, bersamamu, aku kan baik-baik
saja…
Siang ini, ketika Jogja kutapaki sendiri, semesta masih
tersenyum, langit masih terang bersinar, dan pasti bumi kita masih
berputar. Tidak ada yang berubah sejak saat itu, begitu pula dengan
rasaku.
Kepadamu, Jogjaku dalam wujud manusia, aku ingin pulang. Aku rindu :’)
Jogjakarta, 10 April 2013 15:30 WIBG
Didepan komputer pinjaman, ditemani lagu2 kang Fiersa Besari di www.soundcloud.com/fiersabesari, belum mandi dari pagi, kecapekan menemani seseorang yang lincah berlari riang dipikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar