Dari dulu,saya sangat suka dengan hal berbau air. Bermain air,
apalagi dalam kapasitas debit yang banyak, selalu membuat saya betah.
Lautan,
penyedia air terbesar dunia, diperkenalkan orangtua saya sejak kecil.
Keluarga kecil kami senang berwisata pantai ditepi kota kelahiran saya.
Apalagi sejak kami pindah dipinggiran kota yang dekat dengan pantai,
hampir setiap akhir pekan kami berwisata ke pantai yang waktu saya kecil
masih merupakan alternatif hiburan rakyat selain bioskop dan pusat
perbelanjaan. Naik mobil bak terbuka kesayangan papa, saya kecil selalu
terlihat gembira dan tak sabar ingin berenang sepuasnya. Tapi, jangan
salah, kesukaan saya bermain diair tidak ditunjang dengan keahlian
berenang standar. Ya, jujur saya akui, sejak kecil saya hanya bermodal
nekad ketika berenang dipantai. Bermodal pelampung karet bekas ban truk
yang bisa disewa dipinggiran pantai itu, saya pun nekad berenang
sejauh-jauhnya dari bibir pantai. Bangga rasanya ketika mendengar orang
lain berkata "tuh nak,lihat itu ada anak seumur kalian, udah berani
berenang sendirian ke tengah laut". Menjadi pusat percontohan untuk anak
sebaya memang sering membuat saya yang agak haus pujian ini besar
kepala, jiahahaha.
Buat saya, ban karet itu sendiri sudah merupakan
lambang rasa aman, jaminan keselamatan untuk berenang, padahal kemampuan
renang saya saat itu masih jauh dibawah rata-rata. Beda dengan kakak
saya yang sengaja kursus dikolam renang umum, sehingga membuat dia jago
berenang sejak kecil, saya waktu itu hanya bermodal sedikit nyali untuk
bisa bebas bermain di air. Terima kasih kepada orang tua saya yang
memfasilitasi kenekadan saya tersebut dan tidak pernah mencoba menakuti
saya dengan cerita-cerita anak tenggelam gara-gara membangkang pada
larangan orang tua.
Masa sekolah dan kuliah, semakin
memperparah hobi saya terhadap air itu. Saya sering sekali bermain
ditempat-tempat berbau air, baik sungai maupun pantai (terkadang waduk,
sungai kecil didekat rumah atau yah paling minim selokan,hahaha).
Teman-teman
sekolah dan kuliah saya pun sering sekali mengadakan kegiatan yang
berbau sungai dan pantai. Maklum, kami anak daerah yang kaya tempat
wisata air, hohoho (tertawa jumawa).
Walaupun harus saya akui,
sebesar apapun nyali saya, kemampuan berenang saya yang dibawah standar
alias lebih menjurus ketidak bisa tersebut sering membuat saya ciut
acapkali kami harus bermain ditepi sungai arus deras yang mampu menyeret
siapa saja yang nekad berenang disana, ataupun berenang ditengah-tengah
laut dalam yang sudah tidak nampak dasarnya. Ketika sudah tidak ada
lagi ban karet yang bisa saya andalkan, dilengkapi dengan ketidakbisaan
saya, seringkali saya hanya bisa melihat dengan iri ketika teman-teman
saya terjun bebas ketengah laut. Iri dengan tawa riang mereka yang tidak
takut akan tenggelam, bebas menyatu dengan air, dan saya bersumpah,
sakit hati melihat keceriaan mereka kala itu hampir mirip ketika melihat
mantan pacar menggandeng selingkuhan,jiahahaha (lho benar kan,
tenggelam itu kan jadi susah bernapas, panik, dan akhirnya mungkin
pingsan, agak mirip lah analoginya, hahaha).
Seperti kata
ungkapan "orang-orang berhobi sama pasti akan selalu dipertemukan dengan
komunitasnya", saya selalu berkenalan dengan berbagai manusia sesama
pencinta air. Ketika saya merantau dipulau Jawa pun, saya tetap mencari
kegiatan yang berhubungan dengan air tersebut. Berbagai komunitas
jalan-jalan yang sebagian besar menghabiskan waktu liburan mereka
mengelilingi berbagai objek wisata pantai seantero Indonesia, membuat
hasrat saya akan lautan terpuaskan. Tetapi seperti biasa, rasa iri akan
keriaan para teman seperjalanan yang bebas melompat tanpa takut
tenggelam juga kerap menghampiri saya, dan semakin banyak perjalanan
wisata yang saya lalui, saya pun bertekad, harus bisa, bahkan jago
berenang!!! (Ambisi yang lumayan telat untuk anak yang mengaku pencinta
berat air seperti saya,hahaha)
Alhamdulillah Puji Tuhan, dengan
bergabung dengan salah satu komunitas olahraga diibukota, akhirnya saya
benar-benar bisa belajar bagaimana cara berenang yang baik dengan
mencontoh cara para senior diolahraga tersebut berenang lincah.
Air,
buat saya membawa kedamaian yang abstrak dalam jiwa. Ada keheningan
yang nyata, walaupun terkadang diselingi dengan keramaian yang menyeruak
ketika saya berada didalamnya. Air, darimanapun asalnya, selalu mampu
membuat saya terpesona. Air hujan yang selalu tercurah dari langit, tak
usah ditanya, selalu menciptakan momen magis yang jika saya rangkai
dalam kumpulan aksara, bisa menjadi pusaran tulisan sarat makna. Air
yang mengalir disungai dekat rumah saya, tempat saya sering bermain
dulu, maupun air terjun yang membentuk sungai-sungai besar diberbagai
penjuru nusantara yang sudah pernah saya kunjungi, selalu berarti
kegembiraan yang menjadi kenangan indah. Jangan ditanya apa artinya air
yang berasal dari lautan buat saya. Dari semua asal air, air lautan
posisinya berkejaran dengan air hujan dihati saya.
Entah
mengapa, melihat air yang membentang membentuk lautan itu, berbagai buah
pikiran singgah dibenak saya. Seakan air dari lautan itu membawa cerita
dari berbagai penjuru dunia, menjadikan samudera sebagai perantara
milyaran kisah dari ujung cakrawala.
Berenang pun menjadi salah
satu cara untuk bersatu dengan unsur favorit saya itu. Mencoba mengerti,
dengan berada didalamnya. Jadi, jangan ditanya betapa sakitnya hati ini
ketika saya tidak bisa total bersatu dengannya dikarenakan kemampuan
berenang saya yang dulu pas-pasan, sebaliknya betapa gembiranya hati,
perasaan, dan seluruh jiwa raga ini ketika saya sudah benar-benar
menguasai cara yang bisa membuat saya menyatu dengannya (ok, tampaknya
saya jadi terdengar agak lebay,hahaha).
Kemarin, saya
berkesempatan untuk mengunjungi kembali pantai tempat keluarga saya dulu
bermain. Banyak perubahan terjadi disana. Arus pasang yang membuat air
laut lebih mesra mendekati bibir pantai, yang sekarang sudah
dimodifikasi sedemikian rupa oleh pemerintah setempat menjadi objek
wisata dan tempat makan penganan gorengan khas kota kecil kami, membuat
saya sedikit kecewa karena banyak tempat kenangan yang hilang karenanya.
Banyak kenangan yang singgah dan bermain sejenak dibenak saya. Kenangan
tentang masa kecil, kenangan tentang keceriaan diberbagai pantai, serta
tanpa bisa dicegah, kenangan tentang banyak orang yang pernah mampir
dihidup saya.
Filosofi air tenang namun menghanyutkan, atau arus
liar sungai maupun amukan ombak lautan yang bisa menghantam karang dan
menenggelamkan apa
saja , tanpa sadar menjadi cermin perilaku saya
selama ini. Belajar mengenal air, sama saja dengan belajar memahami diri
saya sendiri. Bagaimana saya yang terlalu angkuh mengaku bahwa bisa
berenang, padahal sama sekali nol besar, sampai pada akhirnya mawas diri
dan belajar dari awal. Seperti halnya semua ilmu yang telah dikuasai
pun, harus selalu dilatih berulang-ulang, untuk mendapatkan hasil
maksimal, dan pola yang terekam itulah yang akan jadi pedoman untuk
lebih memperdalam, agar benar-benar paham.
Akhirnya saya
sadar, air itu sudah mengantar saya ke berbagai hal. Bahkan ketika duduk
ditepi pantai, melihat deretan ban karet yang dahulu menjadi pegangan
saya (jaminan keamanan bawah sadar untuk mengatasi ketakutan akan
tenggelam dan terjebak pada dunia gelap dibawah sana), saya juga jadi
mengingat seseorang, yang selalu menjadi "ban karet" saya. Seseorang
yang selalu ada ditengah lautan berombak, kala air tak lagi ramah dengan
saya.
Perasaan asing disuatu tempat paling menyenangkan yang
seharusnya bisa menyatu dengan saya, tetapi sekaligus menjadi tempat
paling menyeramkan karena bisa menenggelamkan dan membawa saya ketempat
yang sama sekali hampa udara, seketika hilang, karena perasaan aman yang
ditawarkan uluran tangan itu. Ketika rasa takut ditukar dengan rasa
aman, rasanya tak ada lagi yang dibutuhkan. Sama seperti pelukan yang
hanya menawarkan perasaan nyaman, tangan itu pun hanya menawarkan
perasaan aman. Tetapi buat saya, aman dan nyaman itu melahirkan
kolaborasi perasaan tentram.
Dia, sangat membantu saya dalam
mengatasi perang pikiran, antara rasa suka berenang dan murka ketika air
bersekongkol untuk menggoda saya.
Jadi, bisa dikatakan, kombinasi dia dan air itu, JUARA!!!
(mulai
detik itu, air terutama dalam bentuk lautan, dibenak saya akan identik
dengan seseorang. Melihat dia, laksana melihat kumpulan air favorit
saya, sama seperti ketika saya kangen dia, cukup lari saja ke pantai
terdekat, solusi yang sederhana namun indah kan? ahayyy).
“Water
does not resist. Water flows. When you plunge your hand into it, all you
feel is a caress. Water is not a solid wall, it will not stop you. But
water always goes where it wants to go, and nothing in the end can stand
against it. Water is patient. Dripping water wears away a stone.
Remember that, my child. Remember you are half water. If you can't go
through an obstacle, go around it. Water does.”
― Margaret Atwood
Memoar Pantai Malalayang dipenghujung hari yang cerah.
Manado, 15 Juni 2012 17.43 waktu BB
Ketika angin terbang manja, dan laut tenang seperti biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar